Wednesday, April 8, 2015

Dosenku yang Gombalist

Kemajuan teknologi komunikasi menjadikan jarak tidak begitu berarti. Komunikasi bisa berjalan dengan baik walaupun satu sama lain berjarak. Hal tersebut dimanfaatkan oleh sebagian orang bukan hanya untuk menjalin silaturahim tetapi juga berjualan. Sudah banyak orang yang sukses berbisnis dengan memanfaatkan pemasaran melalui BBM, WA, Line, Istagram, facebook, twitter, dan berbagai media lainnya. Salah satu yang saya tahu adalah dosen saya yang biasa menyebut dirinya “gombalist”. Beliau adalah bapak Achmad Mujab Masykur. 


Gombalist dalam hal ini bukan “pinter mengeluarkan rayuan gombal” tetapi “bisnisnya terkait gombal” (kain). Bersama dengan istrinya, dosen saya ini membuka usaha sarung bantal dan sprei dst. Sekaligus berbisnis, beliau juga memberdayakan tukang jahit dengan memberikan order jahitan. Tidak perlu ditanyakan lagi omsetnya selama ini yang diperoleh. Kalau mau berusaha dengan gigih pastinya akan menemukan untung besar.
Sebagai seorang dosen psikologi sosial, beliau memiliki kepekaan terhadap fenomena sosial yang tajam. Foto dan tulisan yang terpampang di media massa menjadi bukti kepekaan dan pemikiran beliau dalam menyikapi permasalahan sosial. IPK 4,00 beliau raih saat menempuh jenjang magister. Sebuah pencapaian yang wow. Beliau juga dipercaya mewakili wisudawan untuk berpidato. Itulah sedikit hal tentang beliau.


Saya tertarik menulis ini karena teringat pesan beliau yang membuat saya bersemangat untuk berusaha melakukan yang terbaik. Pesannya sederhana, “miliki sesuatu (karya)”. Dengan pesan itulah, saya akhirnya menyukai menulis dan berkarya seputar menulis serta kemampuan lain. Saya sempat tercengang dengan hasil tes potensi saat SMA yang salah satu poinnya; saya kurang dalam kemampuan literasi. Dan saya selama ini mendalami dunia tulis menulis, menulis buku, blogging, dan seputar dunia literasi.
Kita bisa belajar dari apa yang saya cerita di atas bahwa setiap kita memiliki potensi hebat. Ibaratkan pedang samurai hebat, tugas kita adalah mengasahnya dan menggunakannya dengan baik untuk kebaikan. Apa yang terjadi jika kita memiliki pedang samurai terbaik tetapi didiamkan begitu saja? Tulisan ini menjadi pengingat bagi saya sendiri untuk terus mengembangkan diri dan berkarya sebaik yang saya bisa lakukan. Semoga bermanfaat. 

0 komentar:

Post a Comment