Sunday, September 18, 2011

"Yakinkanku Untuk Melamarmu"


Nyalakan nyali untuk menikahi”, demikian kira-kira pesan ringkas sahabatnya yang telah terlebih dahulu menikah. Dari sisi kepantasan, orang menilai sudah waktunya untuk dia menikah. Usianya tergolong matang, pekerjaan bisa dibilang mapan, pendapatan cukup untuk keseharian, dan orangtua sudah menyatakan persetujuan bahkan orangtuanya mendorong untuk mensegerakan. Namun demikian, ada hal yang menjadikan hatinya bimbang. “Aku belum yakin”, begitu katanya
“Wanita itu lebih suka realisasi daripada janji”, giliran istri sahabatnya bicara. Sepertinya memang sudah menjadi garis nasib kemanusiaan, Allah Ciptakan manusia berpasang-pasangan untuk saling melengkapi. Laki-laki dan perempuan masing-masing memiliki kekhasan yang menjadi harmoni jika disatukan. Setidaknya dalam memandang sesuatu, laki-laki lebih dominan logika sedangkan wanita lebih dominan rasa. Ada hal-hal yang terkadang lepas dari pertimbangan pikir laki-laki dan ternyata selesai dengan rasa wanita. Laki-laki memiliki mimpi, wanita yang mendorong mimpi itu menjadi terealisasi. Karena itu mungkin, wanita lebih suka realisasi daripada janji. Bagaimanapun keduanya ada untuk saling mengimbangi bukan mendominasi.

“Tapi sepertinya aku masih belum yakin”, keluhnya. Keputusan untuk menikah bagi sebagian orang bukanlah keputusan yang mudah apalagi jika banyak hal yang menjadi pertimbangannya. Mulai dari kriteria; agama, fisik, pekerjaan, karakter belum lagi pertimbangan kecocokan dengan keluarga, visi hidup, dan hal khusus lainnya. Memang tidak semua hal bisa selesai dengan menggunakan logika otak kiri, ada banyak hal, terutama kehidupan ini yang lebih menuntut seseorang menggunakan otak kanannya. Kreativitas-kreativitas, bayangan mental, dan keyakinan adanya berbagai kemungkinan juga peluang dalam kehidupan. Salah satunya adalah tentang kehidupan berumah tangga.
“Wanita itu sebenarnya menunggu dan siap kapanpun jika ada yang mengajak, asalkan memang cocok menurut kata hatinya”, istri sahabatnya berusaha meyakinkan. Seolah manusia itu memiliki radar jiwa, ketika menemukan pasangannya, ada kedamaian yang dia sendiri tidak bisa definisikan. Namun kadang radar itu terganggu oleh logika, pertimbangan-pertimbangan yang jauh dari kenyataan, kekhawatiran, dan ketakutan-ketakutan.

“Ngeper, maju-mundur saat ingin serius”, begitu yang dialami. Dan yang terjadi sebenarnya hanyalah semacam perlunya sinyal untuk menguatkan langkahnya maju. Hal ini yang kadang tidak disadari; satunya menunggu dan satunya ragu untuk maju. Satunya memerlukan keberanian untuk mengirimkan sinyal, membuka ruang peluang dan kelegaan. Satunya lagi membutuhkan keyakinan, modal utama untuk memunculkan berbagai keajaiban dalam kehidupan.
Karena itulah kita tahu mengapa Khadijah memberanikan diri menawarkan diri menjadi istri pada Muhammad SAW. Akankah keduanya menjadi suami istri sampai sekarang ketika waktu itu Khadijah tidak memberanikan diri? Karena itulah orangtua Vivi (Film Dalam Mihrab Cinta) memberanikan diri menanyakan pada Syamsul Hadi perihal anaknya. Walaupun akhirnya Syamsul Hadi menikahi Zizi tetapi awalnya kita tahu bahwa orangtua Vivi berhasil memenangkan hati Syamsul untuk lebih memilih Vivi dibanding Zizi.

“Lalu bagaimana? Yakinkanku untuk Melamarmu!”
(Terinspirasi Dari Pengalaman Nyata Seorang Teman)


Artikel Terkait:
c. Resonansi Hati
d. Ternyata Engkau Menungguku