Wednesday, October 10, 2012

Beringin dan Semangka


Seorang laki-laki duduk terdiam di bawah pohon beringin. Perlahan, dia merebahkan badannya. Udara siang yang panas dan semilirnya angin membuatnya terasa begitu nyaman. Pandangan matanya menerawang ke atas menerobos rimbunnya dedaunan. Tersentaklah kemudian. 

“Tuhan tidak adil”, begitu ucapnya. 

Dilihat buah beringin yang kecil-kecil padahal pohon beringin besar-besar. Benar-benar tidak adil karena ada pohon yang kecil tetapi buahnya besar. Tanaman melon pohonya kecil, buahnya besar, adilkah? Kalau buah semangka yang sebesar kepala tetapi pohonnya hanya sebesar kelingking, apa itu adil? 

“Ah, Tuhan benar-benar tidak adil”, gerutunya.

“Plug”, tiba-tiba. “Apa ini?”, terhenyak kaget sambil mengusap hidupnya. 

Ternyata ada buah beringin masak yang jatuh tepat di hidung lelaki itu. Seketika dia memohon ampun, berulang kali sembari bersyukur. 

“Untungnya buah beringin kecil sehingga hidung saya selamat”, ucapnya. 

“Coba kalau buah pohon beringin sebesar buah semangka, bukan hanya hidung tetapi kepala saya bisa benjut kejatuhan buahnya”, sesal, geli, dan syukur bercampur. 

“Sekarang saya baru tahu dan yakin bahwa Tuhan itu adil dan benar-benar adil”, dengan yakin dia berkata. 

Pariman SIregar

Clinical Psychology of Gadjah Mada University