Wednesday, November 25, 2009

Bacaan dan Kepribadian

(Dongeng dan Kemajuan Bangsa)
Dongeng sebelum tidur menjadi salah satu faktor penentu kemajuan suatu bangsa,” demikian kira-kira inti dari penelitian David McClelland. Dari tahun 1925-1950, dia mengumpulkan dongeng dan cerita anak mencapai 1300 . Dia kemudian menghubungkan nial-nilai yang disampaikan dalam dongeng dengan tingkat kemajuan ekonomi. Kesimpulannya, cerita-cerita yang mengandung pesan kebutuhan berprestasi (Need of Achievement) berkorelasi positif dengan kemajuan suatu bangsa.
Dalam kesempatan yang lain, McClelland juga membandingkan fenomena kemajuan yang berbeda antara Inggris dan Spanyol. Jika diamati, Inggris lebih maju dibanding Spanyol termasuk pula negara bekas jajahan Inggris. McClelland menemukan bahwa karya-karya sastra yang berkembang di Inggris ketika itu (abad 16) bernuansa kepahlawanan (Need of Achievement) sedangkan Spanyol bernuansa melankolis dan meninabobokkan rakyat.
Saya jadi ingat cerita guru ngaji saya saat menemukan hasil studi David McClelland tersebut. Beliau pernah bertutur kepada kami, para muridnya bahwa suatu kali musuh ingin melakukan penyerbuan terhadap pemerintahan Islam. Disebarlah mata-mata oleh raja guna mengetahui sudah saatnyakah pemerintahan Islam ketika itu diserbu. Sepele indikasinya, yaitu dari obrolan keseharian dan aktifitas para pemudanya.
Pada periode pertama, mata-mata yang disebarkan menemukan seorang anak yang sedang menangis. Si mata-mata merasa heran kemudian ditanyalah anak tersebut, ”Mengapa menangis?” Sambil memegang busur panahnya, anak tersebut menjawab, ”Biasanya saya anak panah saya mengenai dua sasaran, kali ini hanya kena satu sasaran.” Rupanya anak tersebut sedang berlatih memanah. Dia menangis karena merasa kecewa. Biasanya anak panahnya selalu tepat sasaran tetapi saat itu, ada satu anak panah yang meleset dari sasaran. ”Sepertinya, belum waktunya Islam diserbu,” gumam si mata-mata dalam hati.
Bagaimana dengan para pemudanya? Ketika bertemu, para pemuda saling menanyakan jumlah bacaan Al Qur’an dan Sholat malam mereka satu sama lain. ”Saya harus melaporkan kepada raja bahwa Islam masih kuat,” kesimpulan si mata-mata setelah menemukan fakta anak kecil dan perilaku para pemuda. Mata-mata musuh tersebut menganggap bahwa belum saatnya Islam diserang. Bagaimana tidak, seorang anak kecil saja merasa kecewa hanya karena anak panahnya sekali itu tidak mengenai sasaran. Apalagi para pemudanya yang memiliki keyakinan kuat. ”Nilai-nilai kepahlawanan dan keteguhan memegang prinsip agama masih kuat, sia-sia saja jika diserbu sekarang,” begitu kira-kira.
Beberapa periode selanjutnya, dikirim kembali mata-mata untuk mengatahui perkembangan situasi. Sungguh berbeda dengan periode mata-mata pertama. Para pemuda yang ditemui tidak lagi membicarakan tentang jumlah bacaan Al Qur’an termasuk sholat malam. Mereka membicarakan tentang kecantikan para gadis, merdunya suara para biduan, dan aktifitas bersifat duniawi hedonisme. Tanpa pikir panjang si mata-mata melapor pada rajanya. ”Sekarang sudah saatnya penyerbuan dilakukan,” lapor si mata-mata dengan optimisme tinggi mengalahkan kerajaan Islam waktu itu.
Kisah tentang mata-mata tersebut mengingatkan saya akan perjuangan rakyat Aceh. Saya merasa tertarik dengan kegigihan pejuang-pejuang Aceh. Betapa tidak, luarbiasa perjuangan mereka. Laki-lakinya membuat Belanda kocar-kacir, pejuang wanitanya membuat Belanda tidak berdaya. Belanda sepertinya juga sudah putus asa, waktu dan sumber daya habis hanya untuk menaklukkan daerah ’sempit.’ Sampai kemudian pendekatan kultural dilakukan.
Snock Hungronje memata-matai kehidupan penduduk Aceh. ”Jika perjuangan wilayah lain terhenti saat pemimpinnya ditangkap kenapa Aceh tidak?” pertanyaan kunci untuk meanklukkan Aceh. Dia menemukan hubungan kuat antara pemimpin dan ulama yang menjadikan perjuangan Aceh begitu kuat. Mulailah kemudian dia menggunakan politik adu-domba pemimpin dan ulama menggunakan topengnya sebagai ulama.
Secara kultural, Aceh memiliki kebiasaan yang unik dalam mendidik anak mereka. Sempat suatu kali, saya pernah berdiskusi dengan seorang teman dari Aceh. Dia menyampaikan betapa kental kisah-kisah kepahlwanan ditanamkan sejak dari kecil. Sembari mengayuh ayunan, seorang ibu bersholawatan. Seorang ayah menimang-nimang anaknya, meninabobokkan putra-putri tercinta sembari bertutur tentang kepahlawanan dan budi pekerti. Entah apakah kebiasaan seperti itu sekarang ini atau tidak, setidaknya kita memahami cerita dan dongeng-dongeng berpengaruh terhadap mentalitas dan kepribadian.
Kajian-kajian lebih dalam tentang kebudayaan dan kepribadian sebenarnya menjadi bagian dari anthropologi-psikologi. Kajian-kajian anthropologi-psikologi berkembang semenjak bangsa barat melakukan pelayaran mencari dunia baru. Bisa dikatakan awal kemunculan kajian-kajiannya bersifat pragmatis. Artinya, kajian-kajian tentang kebudayaan dan kepribadian suatu suku bangsa bertujuan sebagai jalan mencapai tujuan (imperialisme dan kolonialisme).
Setelah memahami berbagai hal tentang cerita, kepribadian, dan kemajuan bangsa maka mari kita menengok berbagai cerita yang dikonsumsi masyarakat Indonesia ini. Apa saja yang ditampilkan sinetron TV, infotainment, berbagai pemberitaan di media? Belum lagi kemajuan teknologi internet dan ponsel yang menyediakan akses 24 jam berbagai hal. Pertanyaanya;
1. Apakah nilai-nilai yang disampaikan lebih ke arah positif atau negatif?
2. Apakah dampaknya dalam kehidupan anda secara personal juga kehidupan komunal?
Mungkin saja ada yang menganggap uraian di atas hanyalah hal sepele dan tidak perlu dipermasalahkan. Saya menghormatinya dan tidak saya anggap sebagai ketidakpedulian akan fenomena sekitar. Mungkin saja memang perlu perspektif tambahan. Tulisan selanjutnya akan saya kupas tentang pengaruh cerita-cerita di masyarakat dengan kehidupan personal termasuk karir. Tinjauan anthropologi-psikologi, psikologi klinis, psikologi kepribadian, psikoterapi dst.
Mungkin saja ada yang berpegang kukuh prinsip, ”Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian; bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian.” Kerja ketidaksadaran kolektif menjadi ketidaksadaran personal berujung pada prasangka negatif terhadap Tuhan. (Bersambung ....)

Diambil dari berbagai sumber, semoga bermanfaat.
Spiritual Inspirator: Pariman Siregar



Tuesday, November 24, 2009

Bidadari Sangat Pemalu


Dia sungguh pemalu, saat bidadari yang lain bercengkrama, dia justru menyendiri. Kulitnya hitam manis, dahinya tinggi, bagian atas matanya berwarna merah, dan bagian bawah matanya berwarna biru. Sifatnya yang pemalu berpadukan dengan taman-taman surga yang indah dan kecantikan para bidadari surga semakin membuat dia spesial. Sudah pasti dia untuk orang yang spesial pula. Siapakah bidadari itu sebenarnya? Dan siapakah yang sedang dia tunggu?
Bagian kali ini bukan maksud saya membicarakan tentang wanita terutama calon pasangan. Bagaimana memilih pasangan (cinta) sudah pernah saya sampaikan secara filosofis dalam tulisan sebelumnya, ”Cinta Sejati, Sejatinya Cinta!?” Saya termasuk orang yang memilih untuk tidak berpacaran sebelum pernikahan. Saya mempunyai alasan tersendiri tentang pilihan tadi. Mereka yang memilih untuk berpacaran pastinya juga memiliki alasan, saya menghormati itu. Dengan demikian, saya tidak ingin memperdebatkan perihal pacaran. Biarlah senior saya yang membuktikan, dengan studinya tentang perbandingan tingkat kualitas pernikahan, antara yang menikah didahului pacaran dengan pernikahan melalui perjodohan (ta’aruf). Sudah tentu kita sepakat bahwa cita-cita yang baik sudah seharusnya dibarengi dengan niat baik dan cara yang terbaik agar hasilnya terbaik pula.
Kembali kepada bidadari yang pemalu tadi. Ketika itu, Rasulullah SAW diajak berkeliling ke taman surga. Beliau merasa keheranan ketika melihat bidadari yang tampak pemalu, menyendiri saat bidadari yang lain bercengkrama. Bertanyalah beliau kepada Jibril yang menjadi guide perjalanan Mi’raj ketika itu, “Wahai Jibril, bidadari siapakah itu?” Jibril kemudian menjelaskan bahwa bidadari yang pemalu tersebut diperuntukkan untuk Umar bin Khaththab. Pesanan Umar, kira-kira begitu.
Jibril menceritakan bahwa suatu hari, Umar membayangkan tentang surga yang Rasulullah ceritakan. Terbersit dalam hati Umar bahwa dia ingin sekali seorang bidadari yang lain daripada yang lain. Bidadari yang dimaksudkan Umar adalah bidadari yang berkulit hitam manis, dahinya tinggi, bagian atas matanya berwarna merah, dan bagian bawah matanya berwarna biru. Tidak hanya sifat fisik yang digambarkan tetapi juga kepribadian si bidadari yaitu memiliki sifat sangat pemalu. “Karena sahabatmu itu selalu memenuhi kehendak Allah SWT, maka seketika itu pula, Allah SWT menjadikan seorang bidadari untuknya sesuai dengan apa yang dikehendaki hatinya,” begitu tutur Jibril pada Rasulullah SAW
Saya jadi ingat pengalaman dari seorang guru, beliau mengakui selama ini sepertinya kurang detail dalam menggambarkan tujuan. “Dapet mobil sih tetapi mobilnya jelek (tidak sebagus yang diinginkan),” begitu kira-kira kata beliau. Beliau termasuk guru yang baik dan banyak berbagi pengalaman dengan para muridnya. Suatu kali kami berdiskusi tentang pentingnya visualisasi, kejelasan impian. Beliau kemudian mengakui boleh jadi selama ini visualisasi yang beliau lakukan kurang lengkap. Sempat setelah beliau berumahtangga, bercita-cita suatu hari akan memiliki mobil. Kenyataannya sekarang memang sudah memiliki mobil tetapi sederhana sekali. Keadaanya sungguh berbeda dengan sahabat beliau satu kampus dulu yang juga sama-sama memiliki impian. Dia memiliki mobil sesuai gambaran detail yang diimpikan bahkan jumlahnya delapan.
Kejelasan impian nampaknya menentukan keberhasilan. Ada sebuah penelitian di Yale University tahun 1953 tentang kejelasan cita-cita hubungannya dengan kesuksesan di masa depan. Sejumlah mahasiswa tingkat akhir disurvei waktu itu. Dari survei yang dilakukan diketahui bahwa hanya sekitar 3% mahasiswa yang memiliki cita-cita yang jelas, mencatatnya, dan menggambarkan dalam rencana-rencana. Setelah kira-kira 20 tahun, dilihatlah kondisi keuangan dan sosial kemasyarakatan para subyek penelitian. Ternyata, mereka yang memiliki cita-cita yang jelas, tertulis, dan diikuti perencanaan-perencanaan jauh lebih berhasil daripada 97% mahasiswa yang lain. Kejelasan cita-cita, dituliskan, dan diikuti perencanaan-perencanaan menjadi kunci keberhasilan.
Tuhan tidak pernah salah dalam memberikan segala sesuatu kepada hamba-Nya. Jika pun seseorang menerima sesuatu tetapi tidak sesuai keinginan maka alangkah lebih bijak menengok ke dalam. Bisa jadi karena cita-cita belum jelas dan niat hati belum ikhlas. ”Tengoklah ke dalam sebelum bicara, singkirkan debu yang masih melekat,” begitulah bait lagunya Ebit. Kebersihan hati menentukan kemampuan visualisasi mimpi. Penyerahan diri total menentukan cita-cita berhasil atau gagal. Belajar dari kisah Umar, nyatanya Allah mengabulkan seketika itu juga bersitan hati Umar. Bidadari pemalu persis sebagaimana yang dia maksudkan. “Karena sahabatmu itu selalu memenuhi kehendak Allah SWT, maka seketika itu pula, Allah SWT menjadikan seorang bidadari untuknya sesuai dengan apa yang dikehendaki hatinya.”
Nah, mulai sekarang sudah saatnya punya kejelasan impian. Detailkan seakan benar-benar sudah menjadi kenyataan. Seperti para para sahabat yang berkobar semangat setelah membayangkan keindahan surga ditengah berkecamuknya perang. Bau harum surga sudah diciumnya, bidadari bermata jeli sudah melambaikan tangan menanti, dan nyata mereka meraih semua mimpi tadi. Buktinya, tubuh mereka berbau harum kasturi. Mulai sekarang merapatkan segala tujuan untuk penghambaan kepada Tuhan, Allah SWT.

-->
Spiritual Inspirator: Pariman Siregar
jadibijak@yahoo.com



Tuesday, November 17, 2009

Mengukir Mimpi di Gunung Fuji


(Persahabatan dan Impian)
“Akhi, masih ingat impian kita?” tanya seorang sahabat seperjuangan yang lama tidak bertemu. Sontak pikiran saya melayang saat masa-masa semester awal kuliah. ”Jangan-jangan sudah lupa, ini. Impian bersama angkatan kita, 2004?” sahut dia merangseng, tidak sabaran.
Entah kenapa pagi itu, ingin rasanya saya menelpon sahabat-sahabat dekat, Etoser Semarang. Tiga tahun mendapatkan uang saku dan pengembangan diri setiap pekannya. Tidak terasa hampir tiga tahun pula tidak bertatap muka. Kangen akan saat kebersamaan walaupun dulu sempat ada juga ego-egoan tetapi sekarang sudah berubah menjadi kenangan. Ego-egoan itu sudah menjadi garam yang menjadikan masa-masa itu kenangan yang indah untuk diceritakan.
”Saya masih ingat, dong. Janjian nge-teh kita, kan?” sahut saya sambil menunggu yang dimaksudkannya. ”Nge-teh? Kita kan pernah berkomitmen bersama bahwa kita akan bereuni di Jepang tahun 2015,” dia menjelaskan dengan sedikit mengembalikan ingatan saya. ”Iya, maksud saya, kita akan bereuni, nge-teh bersama sambil menikmati indahnya Gunung Fuji,” akhirnya tergambar jelas di kepala saya impian yang dimaksudkan.
Kami bertuju belas -- adi, nuri, dhani, dewi, fura, imron, iin, lukman, krisna, alfin, fiah, siti, umay, manto, trimo, widya, dan saya sendiri—bisa dikatakan sebagai orang-orang yang memiliki semangat melampaui keadaan kami waktu itu. Bagi kami, semangat adalah segala-galanya karena tanpa itu, kami mungkin tidak akan bisa seperti sekarang. Harapan itulah nyawa yang kami miliki, yang menjadi energi untuk menjalani hidup dan mengisinya dengan prestasi. Lihat saja mereka yang tidak memiliki harapan. Mereka memilih untuk mengakhiri kehidupan, ada yang putus harapan lalu bunuh diri pula.
”Saya suatu saat nanti akan pergi ke Jerman, ke luar negeri.” Impian itu masih tersimpan dalam buku kecil saya. Impian mestilah disampaikan pada orang lain, setidaknya akan memberikan inspirasi lebih-lebih do’a. Tuhan punya caranya sendiri untuk menghantarkan seorang hamba menuju maqomnya (impian). Tidak disangka, tidak dinyana, Nuri yang ternyata lebih dulu berangkat ke Jerman. Beberapa bulan dia berada di sana, luar biasa.
Nuri hanyalah seorang gadis yang mungkin orangtuanya saja tidak membayangkan anaknya akan pergi ke Jerman. ”Jerman itu mana juga tidak tahu.” Apa boleh buat, mau membekali anaknya harta, keseharian saja hidup sederhana. Ilmu yang tinggi, orangtua bukan lulusan perguruan tinggi. Walaupun hanya bisa mendo’akan dan memberi ridho, ternyata justru itu yang menjadi pembukan jalan. Jerman sudah dijelajahi, sekarang juga sudah bekerja di Dinas Kesehatan Pusat, Jakarta.
Lain dengan Nuri yang menyambangi Jerman, giliran Fiah yang menyusul ke Thailand. Bendera Etoser (panggilan bagi kami) sudah tertancapkan di Jerman dan Negeri Gajah Putih. Semangat-semangat pun semakin berkobar kembali. Iri, terus terang tetapi bukan pada orangnya, iri pada prestasinya. Boleh kayaknya,ya? Lupa haditsnya. Banyak jika disebutin satu-persatu prestasi masing-masing. Jika standarnya ke Luar Negeri baru dua, Nuri dan Fi’ah. ”Giliran saya yang nyusul. Minta do’anya,ya.” :-)
”Sebelum lulus mesti nulis buku,” semangat orang yang akan menyusul ke luar negeri (saya sendiri). Alhamdulillah, Allah memberikan jalan. Tanggal 18 Juli 2009, tepat seminggu setelah hari ulang tahun (walaupun saya sendiri tidak merayakan ulang tahun) dikabari dari penerbit jika naskah saya diterima. Tuhan senantiasa membuktikan Kemahabesarannya.
Bakal menjadi novel sepertinya perjalanan ketujuhbelas etoser tadi. Menikmati teh asli Jepang sambil menikmati putihnya salju yang nampak dari kejauhan. Dinginnya pagi terhangatkan oleh keceriaan anak-anak kami yang berlarian ke sana kemarin. Tiada beban, yang ada hanya kebahagiaan. Bergantian menceritakan perjalanan hidup selama ini, mengenang kembali kekonyolan saat pembinaan. Lucu sepertinya, bakal jadi bahan cerita yang dulunya telatan, suka ijin. Barangkali telatan sepintas dari luar tetapi soal impian dia yang melejit duluan. Dulu sih malu-malu tetapi saat reuni sudah memiliki perusahaan, rumah sakit, rumah terapi sendiri. Mari kita saling menjaga nyala mimpi itu sampai waktunya tiba.

-->
Ditulis di pagi yang penuh inspirasi
dengan sepenuh hati
ditemani musik relaksasi

-->
Pariman Siregar



Menantang Diri Sendiri


(Jalan Inspirasi)
“Selamat siang bapak-ibu, mas-mas, mbak-mbak. Lebaran sebentar lagi datang. Saya menawarkan kartu ucapan lebaran. Bisa dilihat dulu bapak-ibu, mas-mas, mbak-mbak. Cukup hanya Rp 5.000,00.”
Masih segar diingatakan saya rangkaian kata tersebut. Seorang penjual dalam sesaknya bus antar kota. Dia berdiri dibagian tengah, menawarkan kartu ucapan lebaran. Ditenteng kartu ucapan tersebut, melangkah menghampiri satu-persatu para penumpang yang nampak acuh begitu saja. Pemandangan yang seperti itu saya pikir bukan hal aneh di terminal dan bus-bus ekonomi tiap sudut negeri ini. Namun, tahukah anda siapakah kira-kira penjual kartu lebaran itu? Dan apa pula maksud dia melakukan hal tersebut?
Lho tau siapa dia?(baca: pake gaya Jakarta). Tidak lain dia adalah gua sendiri. ”Konyol banget, ya?” Padahal waktu itu masih imut-imutnya jadi mahasiswa, gengsi gitu, lo! Itu mah belon seberapa. Gua pernah ngebet pengen ikut seminar tapi pas banget lagi bokek waktu itu. ”Apa yang dilakuin coba?” Simple aja sih, datengin panitia bilang lagi tidak punya uang, bayarnya belakangan. “Lho kalo jadi panitianya mungkin gemes nemuin peserta kayak gitu?” Kalo ada panitia yang gemes karena perilaku gua, gua anggep penggemar baru. Ha...ha...
Udah pada ndak sabar dibolehin atau diusir? Alhamdulillah, lancar. Temen baik soalnya yang jadi panitia. Kalo dia mbaca posting ini pasti inget (thanks friend, ya!). Ya mau gimana lagi kantong lagi tipis, uang cuma cukup transport. Seminarnya infak Rp 15.000,00. Kenapa gua sebut infak? Gua kan belon setor uang tapi selama seminar udah dapet materi, snack, makan siang, plus dapet doorprize, plus-plus yang lain. Kalo diitung-itung yang didapetin lebih dari yang akan dibayar. Mantab, dah. Ada yang mau sharing pengalaman gila melebihi gua? (Tulis aja di bagian komentar, ya!).
Sayang banget kalo aktifitas lho lurus-lurus aja, maksud gua; tidak ada tantangannya. Tantangan yang positif pastinya. Gua ngerasa semua hal tadi ngelatih mentalitas. Ngamen juga pernah, tapi jangan terburu-buru memberi kesaksian pernah ketemu di bus apalagi di perempatan lampu merah. Soalnya udah lama gua pensiun, cuma tes mental sekali aja, tidak dijadikan profesi. He..he...Main gitar ndak bisa, nyanyi apalagi. Walo pernah dishut bersama temen-teman saat pembuatan album SMA.
Sekarang lebih serius dah, capek pula aku ini make gaya Jakarta (baca: pake logat orang Medan). Tahun 1990-an, Havard University mengungkapkan hasil penelitian tentang penentu sukses tidaknya seseorang. Dari hasil penelitian diketahui bahwa 15% kesuksesan ditentukan oleh keahlian teknis, sedangkan 85% lainnya ditentukan oleh sikap mental. Sikap mental yang dimaksud antara lain; kepercayaan diri, cara berpikir, endurance, keberanian, dan leadership.
Berbagai diskusi dan penelitian tentang faktor penentu keberhasilan melamar pekerjaan, menempatkan soft skill sebagai faktor penentu yang tidak bisa diremehkan. Penelitian gabungan Depnaker dan JICA (Japan International Cooperation Agency) tahun 1996 mengidentifikasi faktor-faktor penentu penerimaan dalam proses rekruitmen karyawan. Dari hasil penelitian diketahui, sumbangan unsur pengetahuan hanyalah 23% dalam menentukan diterimanya lamaran pekerjaan. Faktor terbesar yang menentukan adalah sikap (kepribadian) sebesar 38%. Pengalaman kerja, mutu sekolah (PT), rekomendasi dari pihak sekolah (PT) masing-masing; 27%, 10%, dan 2%.
Kajian Tempo yang dipaparkan tahun 2007 melengkapi faktor lain yang menentukan diterimanya dalam dunia kerja. Selain IPK (pengetahuan), pengalaman kerja, nama besar perguruan tinggi, pengalaman kerja, dan rekomendasi, ada 4 faktor lain yang menentukan. Empat faktor tersebut adalah kemampuan Bahasa Inggris, kesesuaian jurusan dan bidang pekerjaan, kemampuan aplikasi komputer, dan pengalaman organisasi.
Jadi jangan berharap bisa mengandalkan hanya kemampuan akademik saja untuk melamar pekerjaan. Faktor kepribadian berupa kepercayaan diri dan keberanian berkomunikasi juga turut menentukan. Soft skill lain yang perlu diperhatikan adalah; kemampuan beradaptasi, leadership, problem solving, dan team work. “Kampus hanya menyumbangkan 30% skill yang diperlukan dunia kerja, sedangkan 70% berupa soft skill diperoleh dari aktifitas non akademi,” demikian kira-kira pesan Rektor Undip dalam pelantikan lembaga kemahasiswaan Undip tahun 2008.
Soft skill terutama mentalitas tidak didapatkan sepenuhnya dari kuliah. Ada mata kuliah psikologi kepribadian (bagi yang ngambil jurusan psikologi) tetapi tidak lebih hanyalah mempelajari pandangan-pandangan berbagai tokoh. Analisis-analisis yang dilakukan pun obyeknya banyak pada orang lain bukan pada diri sendiri. Nilai psikologi kepribadian bisa saja A tetapi apakah kepribadian dirinya otomatis A?
Sesekali barangkali perlu untuk menantang diri sendiri. “Kekonyolan” yang sebenarnya memaksa kita untuk menggunakan segala potensi yang selama ini tidur. Pengalaman menawarkan kartu lebaran di bus, ikut seminar bermodal semangat dan nekat setidaknya banyak meningkatkan kepercayaan diri. Dalam istilah keren NLP disebut jangkar. Saat menghadapi peristiwa yang menyulitkan, pengalaman-pengalaman tadi digunakan sebagai pemicu keberanian menghadapi peristiwa tersebut. “Saya jualan di bus aja berani, masak kayak gini aja tidak berani,” kira-kira begitu saat termangu menghadapi hal baru.
Selamat menantang diri sendiri, jangan hanya menikmati alur ceritanya. Sepertinya akan lebih bermanfaat jika setelah membaca artikel ini kemudian membuat program tantangan untuk diri sendiri. Boleh memulai dari hal kecil; bagi yang takut berbicara di depan umum, coba untuk aktif bertanya saat kuliah. Anda yang lebih paham potensi diri yang masih perlu untuk ditingkatkan. Selamat menikmati program “Menantang diri sendiri”-nya. Boleh juga nyumbangin ide, sharing berupa artikel untuk diposting diblog ini,kok. Kirim ke email aja, OK!. Mantab, dah!
Inspirator Sukses: Pariman Siregar
jadibijak@yahoo.com

Wednesday, November 4, 2009

DARE TO DREAMS


Manusia tidak akan lebih dari apa yang diimpikannya,” pesan mutiara yang tersimpan kuat dalam ingatan saya. Setelah direnung-renungkan benar adanya memang. Apa yang didapatkan seseorang adalah apa yang diimpikan (bisa juga lebih kecil dari impian) tetapi jarang kemungkinan mendapatkan yang lebih besar dari impiannya. Dalam mimpi saja dia tidak punya, apalagi dalam dunia nyata.
Memiliki impian ternyata membutuhkan keberanian. Walaupun bermimpi itu gratis tetapi banyak yang kesulitan menyebutkan impiannya. Pernah dalam suatu training, saya katakan kepada para peserta, “Seandainya Tuhan mengabulkan segala permintaan (impian), apa saja yang akan anda minta?” Saya berharap sekali mereka akan menuliskan berlembar-lembar keinginannya. Saya tegaskan seraya membangun kepercayaan diri untuk bermimpi, ”Sebanyak-banyaknya, terserah ingin menuliskan berapa.” Saya cermati ternyata banyak yang nampak kebingungan, impian apa yang akan dituliskan. Lebih terkejut lagi saat saya periksa ternyata ada peserta yang hanya menuliskan satu, ”Bahagia dunia akhirat.”
Setiap orang memang bebas memimpikan isi kehidupannya. Saya menghargai betul impian, ”Bahagia dunia akhirat.” Saya juga merindukan kebahagiaan tidak hanya di dunia tetapi juga akhirat, agama saya mengajarkan cita-cita yang demikian. Namun, saya berpikir daripada menjadi orang miskin yang bahagia, saya lebih memilih menjadi orang kaya raya yang super bahagia. Jangan salahkan Tuhan jika anda diberikan kebahagiaan tetapi dalam kemiskinan, bisa jadi karena kesalahan anda sendiri. Tuhan tidak pernah salah, Dia Maha Besar juga Maha Adil. Jika anda menyesali keadaan kemiskinan tadi, tengoklah do’a yang anda ucapkan setiap hari, seberapa definitif yang anda minta.
Mungkin ada yang akan berkata, ”Tuhankan Maha Tahu, saya tidak minta pun Dia sudah tahu.” Saya sepakat dengan kata-kata tersebut. Kejelasan impian pada dasarnya akan penting bagi pemilik mimpi itu sendiri. Bagaimana akan tahu
-->jalur kendaraan yang akan anda naiki jika kota yang akan dituju saja tidak jelas alamatnya? Bagaimana menentukan bahan-bahan yang akan disiapkan jika jenis masakan dan rasa masakan belum ditentukan?
Ada penelitian yang menari di Yale University tahun 1953 tentang kejelasan cita-cita dan keberhasilan di masa depan. Para mahasiswa tingkat akhir diteliti tentang kejelasan cita-cita mereka, apakah mereka menuliskan dan membuat tahapan-tahapan pencapaian sejelas mungkin. Ternyata hanya 3% dari para mahasiswa tersebut yang memilikinya. Sisanya, 97% beragam; ada yang tidak jelas cita-cita dan tahapannya, ada yang tidak punya bahkan alias mengalir saja dst. Dua puluh tahun kemudian dilakukan survei terhadap para mahasiswa tadi. Hasilnya, mereka yang memiliki kejelasan cita-cita dan tahapan tertulis (3%) secara finansial dan sosial lebih berhasil dibanding 97% mahasiswa lainnya.
Saya jadi berpikir, mengapa orang kaya semakin kaya dan orang miskin semakin tertinggal saja. Bisa jadi penyebabnya karena perbedaan keberanian membuat impian. Orang-orang berduit tidak sulit merealisasikan kenyataan, mereka juga tidak pelit (takut) membangun impian. Dengan demikian, anak-anak mereka hidup semakin kaya dari orangtuanya. Mereka yang berasal dari latar belakang biasa, saat mengatakan keinginan seketika orang-orang di sekitar (termasuk orangtua) menakut-nakuti, “Jangan mimpi tinggi-tinggi, sakit jika jatuh nanti.” Beragam cara ’dikerahkan’ lingkungan untuk ’menghalangi’ terwujudnya keinginan anak-anak dhuafa. Bagi saya sendiri, saya akan mengobarkan dalam jiwa-jiwa para dhuafa untuk bermimpi setinggi-tingginya. ”Ada keyakinan ada jalan,” itu prinsipnya. Dare to dreams.
Saya yakin ketika anda membaca impian-impian berikut maka jantung anda akan bergetar. Betapa tidak, mereka adalah orang-orang yang diberikan ujian lebih dari Tuhan agar nantinya menjadi orang-orang besar. Mereka sudah dilatih menjadi orang berkekurangan agar kelak ketika sukses menjadi orang yang besar hati dalam memberi. Tuhan mengajarkan pada mereka untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki dengan berbagai tantangan yang selama ini dihadapi. Saya yakin kelak mereka akan menjadi kran yang akan mengalirkan oase kesuksesan tidak hanya untuk diri sendiri tetapi bagi semua orang. Saya optimis dengan
-->semangat yang dimiliki dan backing Super Power (Tuhan) semua impian akan menjadi kenyataan dan segala kelelahan akan menjadi kenangan.
Semoga impian berikut memberikan semangat bagi anda untuk berani bermimpi, melipatgandakan semangat perjuangan, dan menguatkan komitmen untuk berbagi juga memberi. Anda akan melihat mereka menjadi bintang 5, 10, 20 tahun yang akan datang. Nama-nama mereka akan dituliskan dalam sejarah dan hati orang-orang.
-->
  1. Eka Hadi Purwanto
Punya komputer canggih & laptop (maksimal tahun ke 3), punya mobil untuk bapak & ibu, jadi atlet internasional, punya CBR, ngasih Tiger buat adek, buat studio musik untuk adek, bangun rumah makan untuk ibu, bangun rumah cerdas, bangun madrasah, punya perpustakaan sendiri, bertamasya ke TMII sekeluaraga, nginep di hotel berbintang, ngebayarin rumah dari perbaikan, jalan-jalan ke bali & keliling Indonesia, sekolah di luar negeri (Jepang atau Australia), pergi haji sekeluarga, ngembangin potensi adik di bidang yang disukai, punya tempat latihan silat, punya motor & mobil sport, jadi konsultan, bangun RS untuk istri (istrinya dokter), tidak akan ada anak putus sekolah di Bedulan, buat peternakan untuk bapak, ........
  1. Suswati
Jadi orang sukses, mawapres tahun 2011, buat PKM, lolos PIMNAS, jadi orang kaya, IPK cum laude, lulus dalam waktu 3,5 tahun, kerja di Deptan, punya laptop (semester 4), punya motor (semester 6), punya mobil (tahun 2017), S2 & S3 ke Jepang (beasiswa), naik haji bersama keluarga, buat rumah untuk kedua orangtua, sekolahkan adik ke FK UI, menyumbangkan Rp 10.000.00/bln ke panti asuhan (dhuafa), menyumbangkan uang 20.000.000/bln pada keluarga, membangun desa, memajukan karangtaruna, memajukan desa, membuat kampung cerdas di desa, membuat pondok pesantren, mawapres nasional, ketua departemen di BEM, penghasilan 50 jt/bln, keliling dunia, hafal surat Ash Shaff, hafal hadits arbain, menikah dengan hafidz, punya usaha peternakan di desa, juara English Dbate Competition, .........
  1. Sri Anani
Lulus dengan IPK > 3,60 (tahun 2011), menjadi PNS di Jakarta (tahun 2010), duta Indonesia di WHO (tahun 2011), S2 di Jerman (tahun 2015), menyelam di laut, mendaki Gunung Fuji bersama keluarga dan suami, Direktur Perusahaan Perusahaan atau Rumah Sakit, menguliahkan adik-adikku, menaikkan haji kedua orangtua, mendirikan rumah sakit (yang terjangkau) di Cirebon, pergi ke Sumatera, Kalimantan, Papua, Sulawesi, dan Bali, beli laptop, beli motor, mempunyai mobil sendiri, mendirikan pondok pesantren di Cirebon, menjelajahi negara-negara Eropa (Denmark), membuat resep masakan, menjadi trainer profesional, mendirikan rumah makan di Tarunta Cirebon, mawapres, .....
  1. Yayi Sonia
Rangkuman impian (sudah ditaruh di dreams book); muzaki, lulus S1 terbaik 3,8 tahun cumlaude (IPK 3,8), pergi ke Jepang menikmati musim salju, memiliki PT Shonia Bhakti Farm, melanjutkan S2 & S3, menjadi direktur perusahaan.
  1. Nur ’aini Farida
Pergi ke Jogyakarta, keliling Jakarta dan Bogor, berkumpul dengan keluarga dan teman-teman di rumah, semakin amanah dalam menjalankan tugas-tugas (baik etos, akademik, dan organisasi), IPK 3,51 (cumlaude), bertemu kakak, keluarga, dan teman di Jakarta, bisa membiayai SPP sendiri (semester 3), membuka bisnis di Semarang (Cafe Jamu Sehat ala Perawat Profesional), beli baju klinik dari uang sendiri, Juara 1 PKM dikti tingkat nasional, juara 1 tingkat internasional karya tulis ilmiah, mengajari adik cara sholat, menjadikan adik rajin belajar, mendapat uang 1M, membahagiakan keluarga, hafal Juz 30 .... Not only be good people but the best people.
  1. Nur Khayati
Lulus kuliah 3,5 tahun (tahun 2011) dengan IPK 3,6, artikel terbit di Kompas juga Suara Merdeka, S2 di Asutralia atau Denmark (yahun 2014), lolos PKM, jadi mawapres, hafal juz 30, jalan-jalan ke Jakarta bersama ibu dan adik, naik haji bersma orangtua, hafal hadist arba’in, menjadi PNS di Depkes, menjadi penyuluh kesehatan di WHO, beliin baju ibu waktu lebaran, beliin kado adik pas milad, jadi kadep PSDM 2010 BEM FKM, menjadi lebih sabar, memiliki usaha telur asin, membiayai kuliah adik, mendirikan rumah sehat, punya laptop (tahun 2010), punya motor (tahun 2010), lolos PIMNAS (tahun 2010), lancar berbahsa Inggris, mengikuti tahsin,
  1. Yulia Ulfa
IPK cumlaude, menjadi orang yang kreatif dan berguna, lulus S1 (dalam waktu 3,5 tahun dan cumlaude), S2 ke luar negeri, tinggal di luar negeri (punya rumah pribadi), sholat di masjid kubah emas, keliling Indonesia, berkunjung ke laut-laut di seluruh nusantara, menyelam dan menikmati keindahan pulau Wakatobi, pergi haji bersama orangtua, punya mobil sendiri, punya banyak uang dan menyantuni para dhuafa, punya rumah yang memiliki kolam renang dan dekat dengan masjid besar, mengkuliahkan adik-adik, nilai TOEFL 550, mandiri di semester 3 (penghasilan 300.000/bln), punya perusahaan produk rumput laut, menjadi hafidzah, mendapat beasiswa ke Jepang, istiqomah dalam komitmen dan ibadah, menjadi orang yang antisipatif .....
  1. Intan Antartika T.R
Bisa bangun malam rutin, daya tahan stres tinggi, punya banyak teman (jaringan), IPK cumlaude, mengikuti workcamp, pergi ke Jepang, membahagiakan orangtua, membiayai kuliah adik, bekerja di RS atau puskesmas, menjadi kepala Rumah sakit (RSUD, RS Provinsi), kepala depkes provinsi juga RI, memiliki (apotek, rumah terapi, restoran organik, butik, depot roti delicious), direktur rumah sakit Asy Syifa (RS sendiri), menyantuni para dhuafa ......
  1. Latifatun Nuriyah
Hafal surat Ash Shaff, lulus S1 3,5 tahun, lolos PKM, jadi asisten dosen, kadep KP BEM Fakultas, kadep KP BEM KM Undip, naik haji bersama keluarga, kuliah di S2 di Jepang (bidang sains), kuliah S3 di Havard (bidang ekonomi), memiliki perusahaan pengolahan hasil ternak, punya peternakan, punya yayasan panti asuhan, memberi beasisiwa bagi dhuafa, mendirikan RSCM, jadi profesor dan scientist sekaligus pengusaha, pergi ke (Australia, Selandia Baru, Inggris juga Belanda), pergi ke Iran melihat pengayaan nuklir, menjadi ketua yayasan wanita, membuat penelitian tentang biogas, menonton piala dunia, bertemu Ahmaddinejad, pergi ke Mesir melihat Spink dan Mummi, sekolah di Cairo University mendalami ekonomi syari’ah, memiliki keluarga sakina, menjadi dosen, memiliki rumah idaman, memiliki restoran (dipersembahkan untuk ibu), memiliki mobil BMW juga Honda Civic, memiliki perusahaan sendiri (menjadi direktris), memiliki perpustakaan pribadi, punya laptop, pergi ke kutub utara melihat aurora, mendapat nobel bidang sains, menonton pertandingan batminton di Istora Bung Karno, bisa bahasa Inggris dan Jepang ......
  1. Fajri Achmad
Mendapat IP 4, lulus cumlaude, S2 di Swiss, memiliki usaha pribadi, menjadi manager perusahaan, naik haji bersama orangtua, membangun panti asuhan, mendirikan sekolah gratis anak dhuafa, punya rumah sendiri, membelikan rumah untuk orangtua,menjadi seorang tokoh (ustadz juga motivator), menemukan formula pakan ternak, berkeliling Indonesia, mengibarkan bendera merah putih di dasar Laut Jawa, berkeliling Eropa (dunia), menjadi seorang guru (ngaji, pengajar), menjadi pembicara di sebuah seminar, berjabat tangan dengan presiden, berprestasi dalam bidang sains (nasional juga internasional), menjadi donatur, memiliki mobil peribadi, menginjakkan kaki di Benua Antartika, naik pesawat ke luar angkasa .......
  1. Inshani Utami
Punya rumah mewah, punya mobil Honda Jazz juga Honda CR-V, S2 ke Jepang, naik haji bersama orangtua, memiliki usaha kos-kosan, keliling dunia dengan keluarga, punya pesawat terbang pribadi, punya komputer dan laptop, bertemu dengan pembalap-pembalap moto GP, IPK 3,75 saat lulus, menjadi mawapres tingkat nasional, lulus 3 tahun 6 bulan, menjadi muslimah teladan, lulusan terbaik Undip, juara Pimnas, pergi keliling Indonesia dengan keluarga, punya Hp canggih, punya motor (Mio, honda beat, supra x), punya perkebunan, suami dokter, punya vila di puncak Bogor dan TW, punya swalayan besar, bekerja di total/petronas, penghasilan 20jt/bln, S3 ke Jerman, punya restoran makanan khas Jawa di negara-negara besar (Eropa, Amerika, dan Asia), menyekolahkan adik ke Gontor (2010), mengkuliahkan adik setinggi-tingginya, untuk ibu; membelikan mesin jahit (35), membelikan mesin obras (30), membelikan mesin bordir (25); punya anak kembar laki-laki dan perempuan, punya butik di (SGM, Matahari, SQ, dan pusat pelanja lainnya), punya komputer (di akhir semester 3), bayar SPP sendiri (mulai semester 3), memiliki penghasilan sendiri (mulai semester 3, rp 500rb/bln), bertemu pemain bola luar negeri di London, punya pabrik farmasi, ......
  1. Roikhatus S
Bekerja di pertamina, lulus dengan IPK cumlaude dan cepat, mendapat beasiswa S2 di luar negeri, naik haji bersama keluarga, menjadikan adik-adik sebagai orang berhasil, menjadi teladan untuk adik-adik, menciptakan suasana islami di rumah, menjadi pribadi yang cekatan (tidak mudah putus asa), memiliki relasi yang banyak, lolos PIMNAS, membeli laptop sendiri, memberikan kios untuk orangtua, memberikan modal usaha orangtua, mengobatkan orangtua ke tempat spesialis, .....
  1. Titin Andiatina
IPK > 3,64, punya pekerjaan sambilan di semester 3 (penghasilan 100rb/bln), penghasilan semester V 300rb/bln, menabung minimal 1jt/semester, lulus 3 tahun 8 bulan, kerja di perusahaan pakan ternak, S2 di IPB, naik haji bersama orangtua, membuka usaha peternakan di desa, jadi pegawai di deptan dan memperjuangkan berdirinya dinas peternakan, jadi kepala di dinas peternakan, keliling dunia saat usia 47 tahun, beretemu dengan Ahmadinejad.
  1. Ahmad Mufarihin
Magang di 100 farm terkenal di Indonesia, beternak ayam layer (broiler dan lele), membuat farm unggas sendiri, berbisnis ternak, menulis buku, memiliki jaringan yang luas, lolos PKM, membuat 99 proposal dikti selama kuliah, memiliki websites sediri, mahir bahasa Inggris TOEFL 550, menjadi ketua Rohis, menjadi kadep riset BEM, mengikuti UKM jurnalistik, lulus maksimal 4 tahun (cumlaude), menghajikan keluarga, aqiqah 1 keluarga, menjadi kyai pesantren dan pengarang kitab,memiliki kamera digital (laptop dan motor sendiri), menghibahkan bangunan untuk ETOS, menuliskan sejuta mimpi (inspirasi) dalam bentuk excel beserta tahapannya, ....
  1. Asri Wijayanti
Pribadi yang sholekhah, pementor dan murabbiyah sejati, menghajikan orangtua, hafidzah, lulus cumlaude (tahun 2012), menjadi mawapres, S2 ke Jepang, S3 ke Arab Saudi atau Amerika, go PIMNAS 2010, mendapat beasiswa ke luar negeri, memiliki (home care, yayasan sendiri, perkebunan teh, rumah makan), menjadi pengusaha sukses, memiliki penghasilan 50 jt/bln, memiliki (mobil pribadi, rumah dikelilingi pohon, taman yang ramai dikunjungi orang), menjadi muzakki, mendirikan beastudi ”Muthmainah”, menemukan metode pengobatan yang efektif, membiayai sekolah adik, travelling ke Eropa atau Amerika Sleatan, menjdai dosen ITB, keliling Indonesia, haji bersama suami, pendiri rumah inovatif, menjadi motivator, menjadi public speaker, menjadi trainer akhwat, kuliah dengan biaya sendiri, menjadi pribadi yang menyenangkan (problem solver masalah orang lain), orang yang senantiasa bersemangat (fokus dan banyak memberi manfaat), ....

Impian-impian mereka ibaratkan nyala lilin yang akan senantiasa menyala, menerangi setiap relung pelosok negeri ini, di masa depan nanti. Saya yakin untuk mewujudkannya butuh energi yang besar, sudah menjadi kodrat alam; makin tinggi pohon makin besar pula angin yang menerpanya. Namun, seiring perjalanan, optimisme akan semakin mengembang. Bukankah jika kita tengok biografinya orang-orang besar, mereka pastilah melalui tahapan perjuangan bahkan keterpurukan (kegagalan). Luarbiasanya ternyata, kegagalan dan perjuangan akan menjadi kisah menarik untuk dikenang dan diceritakan.
Saya sendiri tidak akan membiarkan ada orang yang mencuri mimpi-mimpi mereka. Para pencuri yang dengan tanpa tanggung jawab melemahkan semangat, ”Kamu tidak akan bisa mencapainya.” Saya akan katakan kepada para pencuri itu, ”Kita tunggu waktu, biarkan dia yang membuktikan.” Orang boleh berkata apapun tentang kita tetapi cukuplah pohon mangga menjadi pelajarannya. ”Orang melemparinya dengan batu, dia memberikan buahnya untukmu.” Saat orang merendahkan kita, saat itu kita merasa teraniaya. Bukankah itu waktu yang tepat untuk berdo’a? Tidak perlu sakit hati dicaci, suatu saat dia akan kita beri bukti.
Mari saling menyemangati wahai saudaraku, kita akan reunikan 5,10, atau 20 tahun lagi bahkan di surga nanti. Kita akan bercerita tentang mimpi dan perjuangan ini. ”Jadikan kelelahan suatu saat menjadi hal menarik untuk di kenangkan.”
Suatu sore di pertengahan Juni 2009
Saat berbagi dengan para penerima Beastudi Etos Semarang
(Beastudi Etos: Beasiswa untuk para dhuafa berprestasi di PTN)