Tuesday, November 17, 2009

Menantang Diri Sendiri


(Jalan Inspirasi)
“Selamat siang bapak-ibu, mas-mas, mbak-mbak. Lebaran sebentar lagi datang. Saya menawarkan kartu ucapan lebaran. Bisa dilihat dulu bapak-ibu, mas-mas, mbak-mbak. Cukup hanya Rp 5.000,00.”
Masih segar diingatakan saya rangkaian kata tersebut. Seorang penjual dalam sesaknya bus antar kota. Dia berdiri dibagian tengah, menawarkan kartu ucapan lebaran. Ditenteng kartu ucapan tersebut, melangkah menghampiri satu-persatu para penumpang yang nampak acuh begitu saja. Pemandangan yang seperti itu saya pikir bukan hal aneh di terminal dan bus-bus ekonomi tiap sudut negeri ini. Namun, tahukah anda siapakah kira-kira penjual kartu lebaran itu? Dan apa pula maksud dia melakukan hal tersebut?
Lho tau siapa dia?(baca: pake gaya Jakarta). Tidak lain dia adalah gua sendiri. ”Konyol banget, ya?” Padahal waktu itu masih imut-imutnya jadi mahasiswa, gengsi gitu, lo! Itu mah belon seberapa. Gua pernah ngebet pengen ikut seminar tapi pas banget lagi bokek waktu itu. ”Apa yang dilakuin coba?” Simple aja sih, datengin panitia bilang lagi tidak punya uang, bayarnya belakangan. “Lho kalo jadi panitianya mungkin gemes nemuin peserta kayak gitu?” Kalo ada panitia yang gemes karena perilaku gua, gua anggep penggemar baru. Ha...ha...
Udah pada ndak sabar dibolehin atau diusir? Alhamdulillah, lancar. Temen baik soalnya yang jadi panitia. Kalo dia mbaca posting ini pasti inget (thanks friend, ya!). Ya mau gimana lagi kantong lagi tipis, uang cuma cukup transport. Seminarnya infak Rp 15.000,00. Kenapa gua sebut infak? Gua kan belon setor uang tapi selama seminar udah dapet materi, snack, makan siang, plus dapet doorprize, plus-plus yang lain. Kalo diitung-itung yang didapetin lebih dari yang akan dibayar. Mantab, dah. Ada yang mau sharing pengalaman gila melebihi gua? (Tulis aja di bagian komentar, ya!).
Sayang banget kalo aktifitas lho lurus-lurus aja, maksud gua; tidak ada tantangannya. Tantangan yang positif pastinya. Gua ngerasa semua hal tadi ngelatih mentalitas. Ngamen juga pernah, tapi jangan terburu-buru memberi kesaksian pernah ketemu di bus apalagi di perempatan lampu merah. Soalnya udah lama gua pensiun, cuma tes mental sekali aja, tidak dijadikan profesi. He..he...Main gitar ndak bisa, nyanyi apalagi. Walo pernah dishut bersama temen-teman saat pembuatan album SMA.
Sekarang lebih serius dah, capek pula aku ini make gaya Jakarta (baca: pake logat orang Medan). Tahun 1990-an, Havard University mengungkapkan hasil penelitian tentang penentu sukses tidaknya seseorang. Dari hasil penelitian diketahui bahwa 15% kesuksesan ditentukan oleh keahlian teknis, sedangkan 85% lainnya ditentukan oleh sikap mental. Sikap mental yang dimaksud antara lain; kepercayaan diri, cara berpikir, endurance, keberanian, dan leadership.
Berbagai diskusi dan penelitian tentang faktor penentu keberhasilan melamar pekerjaan, menempatkan soft skill sebagai faktor penentu yang tidak bisa diremehkan. Penelitian gabungan Depnaker dan JICA (Japan International Cooperation Agency) tahun 1996 mengidentifikasi faktor-faktor penentu penerimaan dalam proses rekruitmen karyawan. Dari hasil penelitian diketahui, sumbangan unsur pengetahuan hanyalah 23% dalam menentukan diterimanya lamaran pekerjaan. Faktor terbesar yang menentukan adalah sikap (kepribadian) sebesar 38%. Pengalaman kerja, mutu sekolah (PT), rekomendasi dari pihak sekolah (PT) masing-masing; 27%, 10%, dan 2%.
Kajian Tempo yang dipaparkan tahun 2007 melengkapi faktor lain yang menentukan diterimanya dalam dunia kerja. Selain IPK (pengetahuan), pengalaman kerja, nama besar perguruan tinggi, pengalaman kerja, dan rekomendasi, ada 4 faktor lain yang menentukan. Empat faktor tersebut adalah kemampuan Bahasa Inggris, kesesuaian jurusan dan bidang pekerjaan, kemampuan aplikasi komputer, dan pengalaman organisasi.
Jadi jangan berharap bisa mengandalkan hanya kemampuan akademik saja untuk melamar pekerjaan. Faktor kepribadian berupa kepercayaan diri dan keberanian berkomunikasi juga turut menentukan. Soft skill lain yang perlu diperhatikan adalah; kemampuan beradaptasi, leadership, problem solving, dan team work. “Kampus hanya menyumbangkan 30% skill yang diperlukan dunia kerja, sedangkan 70% berupa soft skill diperoleh dari aktifitas non akademi,” demikian kira-kira pesan Rektor Undip dalam pelantikan lembaga kemahasiswaan Undip tahun 2008.
Soft skill terutama mentalitas tidak didapatkan sepenuhnya dari kuliah. Ada mata kuliah psikologi kepribadian (bagi yang ngambil jurusan psikologi) tetapi tidak lebih hanyalah mempelajari pandangan-pandangan berbagai tokoh. Analisis-analisis yang dilakukan pun obyeknya banyak pada orang lain bukan pada diri sendiri. Nilai psikologi kepribadian bisa saja A tetapi apakah kepribadian dirinya otomatis A?
Sesekali barangkali perlu untuk menantang diri sendiri. “Kekonyolan” yang sebenarnya memaksa kita untuk menggunakan segala potensi yang selama ini tidur. Pengalaman menawarkan kartu lebaran di bus, ikut seminar bermodal semangat dan nekat setidaknya banyak meningkatkan kepercayaan diri. Dalam istilah keren NLP disebut jangkar. Saat menghadapi peristiwa yang menyulitkan, pengalaman-pengalaman tadi digunakan sebagai pemicu keberanian menghadapi peristiwa tersebut. “Saya jualan di bus aja berani, masak kayak gini aja tidak berani,” kira-kira begitu saat termangu menghadapi hal baru.
Selamat menantang diri sendiri, jangan hanya menikmati alur ceritanya. Sepertinya akan lebih bermanfaat jika setelah membaca artikel ini kemudian membuat program tantangan untuk diri sendiri. Boleh memulai dari hal kecil; bagi yang takut berbicara di depan umum, coba untuk aktif bertanya saat kuliah. Anda yang lebih paham potensi diri yang masih perlu untuk ditingkatkan. Selamat menikmati program “Menantang diri sendiri”-nya. Boleh juga nyumbangin ide, sharing berupa artikel untuk diposting diblog ini,kok. Kirim ke email aja, OK!. Mantab, dah!
Inspirator Sukses: Pariman Siregar
jadibijak@yahoo.com

0 komentar:

Post a Comment