Friday, August 21, 2009

Menabur Cinta Hakiki di Bulan Suci

P-Man: Inspiring Man
jadibijak@yahoo.com

Badar dan Kemenangan Ramadhan

Ya Allah, jika pasukan ini hancur pada hari ini, tentu Engkau tidak akan disembah lagi, ya Allah, kecuali jika memang Engkau menghendaki untuk tidak disembah untuk selamanya setelah hari ini,” demikianlah do’a yang tak henti-hentinya Rasulullah SAW panjatkan ketika pertempuran Badar semakin berkobar. Bulan Ramadhan tahun 2 hijriah pertempuran Badar terjadi. Pertempuran antara 313 atau 317 pasukan muslimin melawan mobilisasi pasukan Qurays yang mencapai 1000 orang jumlahnya. Bukan hanya kalah jumlah tetapi juga peralatan perang. Bagaimana tidak, kaum Muslimin hanya membawa 2 kuda, 70 ekor onta praktis dimana 1 onta dinaiki 2 atau 3 orang secara bergantian. Terbayangkan panasnya gurun pasir saat sebagian yang lain berjalan kaki. Pertempuran melawan pasukan Qurays yang awalnya berjumlah 1300 orang, 100 kuda, 600 baju besi, dan onta yang lebih banyak jumlahnya dari yang dimiliki pasukan Muslimin.

Wajar saja kemudian Rasulullah pun sejak awal tak henti-hentinya memanjatkan do’a, memohon pertolongan Allah SWT, “Ya Allah, penuhilah bagiku apa yang Engkau janjikan kepadaku. Ya, Allah, sesungguhnya aku mengingatkan-Mu akan sumpah dan janji-Mu.” Nampaknya sebelum pertempuran fisik benar-benar dimulai, terjadi pula pertempuran do’a. Sebelum perang berkecamuk, Abu Jahl seraya berkata, ”Ya Allah, apakah kami harus memutus tali kekerabatan dan menanggung akibat yang belum kami ketahui secara pasti? Maka hancurkanlah dia pada pagi ini. Ya Allah, siapakah yang lebih Engkau cintai dan lebih Engaku ridhai di sisi-Mu, maka berilah ia kemenangan pada hari ini.”

Kemenangan akhirnya jatuh pada pasukan Muslimin. Sebagai jawaban atas do’a Rasulullah SAW, Allah SWT menurunkan bala bantuan dengan 1000 malaikat, bertempur bersama pasukan Muslimin melawan pasukan Qurays. ”Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kalian dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut” (QS Al Anfal: 9). Pada tahun 2 hijriah itu pula turun kewajiban puasa Ramadhan, membayar zakat fitrah, dan zakat-zakat yang lain untuk meringankan beban hidup orang-orang Muhajirin dan Ashar yang miskin, yang tidak memiliki bakat usaha.

Lengkap sudah kemenangan kaum Muslimin. Setelah kemenangan Badar, mereka merayakan Idul Fitri. Sholat Id pertama dijalankan kaum Muslimin pada Syawwal 2 hijriah. Konon, Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia juga pada Bulan Ramadhan.

Ramadhan dan Kemerdekaan Sejati


Pastinya kita merindukan kemenangan-kemenangan sebagaimana yang kaum Muslimin rasakan. Boleh saja kita merasa iri dengan mereka. Bukankah iri dalam amal kebaikan adalah diperbolehkan? Sebagaimana para sahabat merasa iri dengan umat-umat terdahulu yang usianya panjang-panjang sehingga bisa banyak beramal kebajikan. Barulah mereka tenang ketika Rasulullah mengabarkan karunia bagi umat beliau yang disebut laylatul qadr. Malam yang lebih baik dari seribu bulan. Satu malam yang hanya bisa dijumpai dalam bulan Ramadhan.

Ramadhan merupakan ”laboratorium percobaan” yang akan menguji kualitas iman seseorang untuk benar-benar layak disebut bertaqwa. Sholat tarawih pada malam harinya dilanjutkan puasa pada siang harinya. Satu bulan penuh umat muslim menjalani ”penggemblengan” baik mental (menahan diri dari nafsu) maupun fisik (menahan haus dan lapar dan segala yang membatalkan). Masa-masa awal dakwah Rasulullah, ”penggemblengan” keimanan yaitu kewajiban shalat malam (lihat QS Al Muzzamil: 1-20).

Kemenangan spiritual, itulah kemenangan yang kita harapkan. Kemerdekaan jiwa-jiwa manusia dari segala belenggu kemunafikan. Betapa rindunya jiwa ketika bisa berucap, ”Penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku.” Wujud dari keteguhan keimanan Yusuf melawan rayuan wanita yang mengajaknya berbuat zina. Demikian pula keteguhan Bilal bin Rabbah ketika Umayah menyiksanya, ”Ahad...ahad...ahad.” Dia memenangkan jiwanya atas batu yang ditindihkan, terik matahari, panasnya pasir gurun, dan berbagai siksa yang orang-orang kafir timpakan.
Apa yang diperbuat musuh padaku. Aku, taman dan kebunku ada dalam dadaku. Kemanapun aku pergi, ia selalu bersamaku dan tiada pernah menginggalkanku. Aku, terpenjaraku adalah khalwat. Kematianku adalah mati syahid. Terusirku adalah rekreasi.” Betapa manisnya buah keimanan. Menyemai bunga-bunga dalam taman hati, semerbak harumnya, dan tak akan mampu seorangpun untuk merebutnya. Fisik Ibnu Taimiyyah memang terpenjara tetapi imannya membumbung tinggi mencapai puncak yang hakiki. ”Kemenangan, oh kemenangan,” ada dalam jiwanya.

Menabur Kebaikan (Cinta) di Bulan Ramadhan

Wahai sahabatku, marilah kita berlomba-lomba membuktikan cinta pada Allah SWT dan Rasul-Nya sebagaimana Abu Bakar dan Umar. Menahan diri dari haus, lapar, dan segala nasfu rendahan demi janji setia pada Sang Kekasih. Semakin diri dalam kesusahan tetapi semakin banyak pengorbanan yang diberikan itulah Cinta. Berpuasa adalah menabur cinta. Tahukan menurut penelitian bahwa ternyata taburan cinta (puasa) meningkatkan kreatifitas, puasa itu menyehatkan dst? Tidurnya orang puasa saja dihitung persembahan cinta (ibadah) apalagi aktifitas lain yang lebih produktif.

Sebagian dari kebaikan keislaman seseorang ialah meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya,” demikian hadits Arba’in ke 12. Senantiasa mempersembahkan yang terbaik merupakan keharusan karena kata Ust. Hasan Al Bana, ”Kewajiban yang kita miliki jauh lebih banyak dari waktu yang kita miliki.” Senantiasa mempertimbangkan antara yang sekedar keinginan, ego pribadi dengan kebutuhan. Seorang muslim bukan hanya dituntun untuk bisa memilah antara yang produktif dan yang sia-sia. Jika antara yang baik dan yang buruk, Allah SWT sangat jelas membedakan (halal dan haram). Seorang muslim dituntut memiliki kecerdasan dalam memilih antara yang sama-sama baik termasuk jika terpaksa harus memilih antara yang sama-sama buruk.

Barang siapa hari ini sama dengan hari kemarin berati dia rugi. Barang siapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin berarti dia beruntung. Barang siapa hari ini lebih buruk dari hari kemarin berarti dia celaka.” Rasulullah mengingatkan kita akan konsep investasi dalam beramal. Hari ini amalnya sama dengan hari kemarin, masih dikatakan merugi apalagi jika amalan hari ini lebih buruk, celaka sudah. Proses perbaikan terus-menerus, ”Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin.” Bukankah yang demikian merupakan rahasia kemajuan Jepang? Mereka menyebut perbaikan terus-menerus hingga mencapai kesempurnaan yang disebut dengan Prinsip Kaizen.

Mari jadikan Ramadhan sebagai aktifitas menabur cinta. Berproses mencapai cinta hakiki, kesempurnaan keimanan dan ketaqwaan. Ikhlaskan niat, perbanyak kebaikan. Akhir Ramadhan Nanti Kita Jadikan Momentum Menuai Manisnya Buah dari Cinta yang Telah Ditaburkan. Allahu akbar!!! 3X
"Kebaikan itu menyinari wajah, menyalakan cahaya hati, membuka pintu rejeki, menguatkan tubuh, dan menambah cinta dalam hati," demikian kata Ibnu Abbas r.a.
Selamat menjalankan puasa Ramadah dan segala amalannya.
Mohon maaf atas segala salah.
Facebook: Inspiring Man