Monday, June 8, 2009

Energi Kesiapan: Rahasia Kesuksesan


Bukannya manusia itu gagal meraih cita-cita karena nasib namun lebih karena ia tidak lebih layak dibanding yang lain. Semua orang sebenarnya mempunyai peluang sama untuk menduduki peringkat puncak namun tentunya harus berani bersaing dengan yang lain. Peringkat puncak hanya diperuntukkan bagi mereka yang benar-benar layak.
Kelayakan lebih ditentukan oleh kesiapan ketika nantinya ia menduduki peringkat itu, kelayakan meraih kemenangan. Mereka yang juara terbukti memiliki kesiapan mental dan kesiapan usaha meraih juara. Energinya difokuskan dalam merentas jalan kemenangan dan pikirannya senantiasa berinovasi kreatif mencari jalan yang paling efektif. Mereka menyadari bahwa tidak ada jalan pintas untuk meraih kesuksesan abadi. Jalan terbaik menuju kesuksesan panjang jalannya membutuhkan proses dan kesabaran (endurance).
Bukan kepuasan sesaat yang mereka cari karena kepuasan sejati adalah saat mereka bisa memenangkan pertarungan dengan kekerdilan dalam jiwanya, mengalahkan mental malas, dan jalan menerabas. Kemenangan terhadap kekerdilan jiwa membuka jalan lebar kemenangan dan dengan sendirinya penghalang-penghalang akan gentar menyingkir. Kesiapan, ya rahasia bagi kemenangan dan kesuksesan adalah kesiapan.
Bagaimana seandainya ada orang yang menawari sobat untuk berangkat ke Singapura menghadiri suatu konggres di sana. Sobat datang sebagai delegasi dari organisasi atau institusi dimana sobat berada. Sobat tinggal berangkat semuanya telah diurus hanya perlengkapan pribadi dan barangkali berpamitan mohon do’a restu pada orang yang sobat cintai. Namun, waktu pemberitahuan bahwa sobat sebagai delegasi yang diminta berangkat adalah tepat satu hari sebelum pemberangkatan. Sore ini, sobat dihubungi dan besok sore harus sudah berangkat. Sobat hanya memiliki waktu sedikit untuk berfikir karena hanya 30 menit, kalau sobat tidak bisa maka akan dialihkan kepada orang lain.
Kebanyakan orang mengalami kebimbangan ketika dihadapkan pada sebuah permasalahan yang menuntut segera diputuskan. Mereka tidak akan dengan segera mengatakan, ”Ya atau tidak” namun bertanya terlebih dahulu tentang ini, tentang itu sebagai pertimbangan mengambil pilihan.
Beda dengan mereka yang memiliki kesiapan (sense of antisipatioan, full of planning). Mereka dengan tenang memperhatikan penjelasan yang diberikan, pikiran mereka memproses dengan cepat, kreatifitas mereka meruntuhkan kekhawatiran mencari alternatif-alternatif jalan sehingga ketika tiba, “Apakah kamu siap berangkat ?” Meraka dengan mantap mengatakan, “Ya” atau “Tidak.” Energi yang luar biasa tercermin dari jawaban yang penuh keyakinan.
Mereka yang kalah sebelum bertanding senantiasa pintar membuat alasan-alasan, terbayang-bayang akan peristiwa mengerikan yang belum tentu akan menimpa dirinya apabila berangkat. Ketika mereka dihadapkan pada pembuatan keputusan yang segera maka yang dilakukan adalah tawar menawar, seandainya-seandainya.
"Jadilah orang yang senantiasa siap untuk dan menjadi apapun"
Untuk diskusi dan FB: jadibijak@yahoo.com

Sunday, June 7, 2009

“Cinta Itupun Akhirnya Menyejarah dan Mewarnai Peradaban.”


By. Inspiring Man

Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur (QS. Ibrahim: 37).

Begitulah do’a Ibrahim ketika dengan berat hati harus meninggalkan istri (Siti Hajar) dan anaknya (Ismail) tercinta di sebuah lembah tandus. Lembah gersang, panas, tiada air, tiada tanaman yang tumbuh di sana. Lembah itu juga bukan daerah Ibrahim, terbayangkan ancaman dari suku-suku yang telah menempati di sana. Namun demikian, Ibrahim memahami bahwa hal tersebut merupakan ujian. Sang Kekasih sedang menguji seberapa besar cinta dan ketulusan hatinya. Berat memang pilihan itu, meninggalkan istri tercinta dan anaknya yang masih bayi. Dia yakin bahwa Kekasihnya tidak akan menyia-nyiakan hamba-Nya.

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!"...... (QS. Ash Shaaffaat: 102).

Ujian cinta ternyata belum berakhir, ketika Ismail, anaknya tercinta sudah beranjak besar. Saat cinta Ibrahim semakin merekah, saat Ismail nampak lucu-lucunya, Ibrahim mendapat perintah melalui mimpi untuk menyembelih anaknya. Ibrahim belum yakin pakah Tuhan setega itu, bisa jadi perintah tersebut berasal dari bisikan setan. Tiga kali berturut-turut mimpi yang sama pun dialami, yakinlah Ibrahim bahwa perintah itu dari Allah. Ibrahim sudah siap melaksanakan, namun apa yang dikatakan Ismail seandainya tahu bahwa dirinya akan disembelih. Apakah yang akan dikatakan Ismail ketika Ibrahim mengungkapkan mimpi dan perintah Tuhan?

...... Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar" (QS. Ash Shaaffaat: 102).

Cinta Ibrahim, cinta Ismail, cinta Hajar, cinta Ibrahim. Para pecinta seperti keluarga Ibrahim meletakkan muara cinta pada ke-Illahi-an, cinta yang berspiritkan Allah SWT. Cinta tersebut tidak tidak lekang oleh waktu, bukan cinta ingusan tetapi cinta mereka terabadikan hingga akhir zaman bahkan terkenang nanti di akhirat. Nama keluarga Ibrahim terabadikan dalam Al Qur’an dan menjadi telada bagi generasi berikutnya.

Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga 'Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing), (sebagai) satu keturunan yang sebagiannya (turunan) dari yang lain. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui ( QS. Ali 'Imran: 33-34).

Lembah tandus itu sekarang menjadi pusat peradaban, perjuangan Hajar mencari air pun terabadikan sebagai rukun haji. Ka’bah, menjadi saksi wujud cinta mereka kepada Allah SWT. Ketika itu, Ibrahim dan Ismail berdo’an agar di masa depan setelah mereka tiada, Allah mengutus seorang Rosul. Rosul yang berasal dari kalangan kaum tersebut, yang membacakan ayat-ayat Allah, dan mengajarkan Al Qur’an dan Hikmah.

Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana (QS. Al Baqarah: 129).

Generasi berganti generasi, Ibrahim dan Ismail sudah kembali kepada Kekasihnya. Kaum sekitar Ka’bah sudah jauh menyimpang dari ajaran Ibrahim. Cinta yang ditanamkan Ibrahim dan Ismail kepada umat manusia sudah terkotori oleh kejahiliahan. Cinta yang Illahi bergeser jauh menjadi cinta materialis dan berujung pada kebinasaan. Bagaimana sifat Rosul utusan untuk kaum tersebut, dari mana asal utusan tersebut?

Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata (QS. Ali 'Imran: 164)

Muhammad SAW diutus Allah SWT untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam. Bagaimana Allah menggambarkan sifat Rosul yang diutus persis sebagaimana do’a Nabi Ibrahim yang hidup jauh sebelum Muhammad diutus (lihat (QS. Al Baqarah: 129). “Cinta Itupun Akhirnya Menyejarah dan Mewarnai Peradaban.”


"Cinta adalah memberi, mempersembahkan bukan meminta dan mengemis."