Friday, August 5, 2016

Outbound Sekaligus Refreshing di Guci, Tegal

Rutinitas kerja dengan berbagai tumpukan banyak agenda memang membawa dampak kepenatan dalam pikiran. Kebuntuan ide dan penurunan semangat menjadi permasalahan yang biasa muncul secara individual jika tidak diimbangi dengan rehat yang cukup. Namun demikian, adakalanya ketika seseorang memilih rehat sejenak dari pekerjaan justru terasa berat untuk memulai kembali bekerja. Kegiatan yang memiliki nilai edukatif mendukung pekerjaan sekaligus memiliki nuansa refreshing seperti outbound berlokasi di tempat wisata menjadi pilihan yang layak dipertimbangkan.

(Mumpung pesertanya masih pada sarapan, photo dulu ^_^)

Senin-Selasa, 1-2 Agustus 2016 lalu saya dan tim diminta untuk memfasilitasi sesi indoor sekaligus outdoor STIE Muhammadiyah Pekalongan. Bukan hanya motivasi yang diharapkan kembali menyala-nyala dari acara tersebut tetapi juga kinerja yang melejit guna mencapai targetan-targetan. Kegiatan yang menantang sekaligus menyenangkan bagi kami sebagai fasilitator. Menantang dalam artian memacu ide-ide kreatif sehingga acara menarik, ada nilai edukatif sekaligus memuaskan. Menyenangkan saat mengamati setiap perubahan positif tahapan demi tahapan dari setiap peserta. Tentunya semakin menyenangkan ketika sekian waktu kemudian mendapati kabar dampak positif terhadap motivasi dan kinerja dari outbound sekaligus refreshing yang pelaksanaannya di Guci, Bumijawa, Tegal.
Untuk memastikan tercapainya tujuan dari outbound, sudah menjadi kebiasaan kami melakukan assessement dengan bertemu langsung pihak-pihak yang berkepentingan. Utamanya untuk mengetahui keluhan-keluhan yang ada selama ini dan harapan-harapan dari outbound. Berbagai informasi yang didapatkan tersebut kemudian digunakan sebagai dasar membuat materi dan mendesain penyajian materi. Sedikit pengantar kemudian diikuti games atau role play menjadi pilihan yang menarik.

(Siap aksi ^_^)

Games dan role play memiliki banyak kelebihan. Para peserta umumnya sangat antusias ketika mereka tidak hanya duduk, diam menyimak pemaparan materi. Pikiran, emosi, dan energi fisik peserta perlu dialirkan. Dengan demikian, bukan hanya aspek kognitif yang terlibat tetapi afektif juga psikomotorik. Dalam bahasa pembelajaran ada istilah yang disebut experiential learning. Seluruh proses yang dialami oleh peserta bisa diolah menjadi sebuah pembelajaran.
Oya, pilihan tempat semisal Guci juga menjadi aspek yang umumnya jadi daya tarik para peserta. Selain mendapatkan pencerahan dari materi, peserta bisa refreshing. Panorama alam yang indah, udara yang segar, air panas yang memiliki efek teraupetik tersendiri. Ketegangan-ketegangan yang mengganggu bisa teratasi dengan pemilihan tempat yang menarik. Dari semua itu, pencerahan, semangat, dan tentunya kinerja yang meningkat tetaplah menjadi poin penting yang diharapkan dari acara outbound sekaligus refreshing.

Monday, July 25, 2016

Jodoh Bisa Ketemu Dimana Aja

“Wah, sudah punya calon apa belum?”, tanya seorang ibu di sebelahnya.
“Belum, Bu”, jawabnya polos.
“Kalau mau, saya kenalkan dengan guru les anak saya. Baru lulus. Anaknya cantik dan baik lho”, lanjut ibu itu.
Dialog pun mengalir begitu saja antara si pemuda dan si ibu, seolah di dalam satu travel itu hanya mereka berdua. Maklum, si ibu memang teman dekat dari ibunya si pemuda. Saya sendiri dan penumpang lainnya, menjadi penikmat.
Dalam hati, saya berkata, “Memang ya, kalau jodoh itu bisa ketemunya dimana aja dengan berbagai cara yang terkadang tidak disangka-sangkakan”. Hal penting dalam menjemput jodoh adalah memastikan caranya, jalannya, prosesnya, langkah-langkahnya jangan sampai melanggar kaidah agama. Tegas agama mewanti-wanti dengan perintah agar tidak mendekati zina. Berdua-duaan, berpegangan, bersentuhan sebelum resmi menjadi pasangan suami istri adalah jalan yang terlalu beresiko dan lebih dekat zina. Setan berusaha menggoda nafsu manusia dari berbagai arah. Karena itu, keinginan untuk menjemput jodoh jangan sampai menerabas rambu-rambu dari yang sudah digariskan Allah SWT. Ingat, jodoh bisa datang darimana saja.


Sahabat saya menemukan jodohnya melalui sosial media facebook. Awalnya tidak saling kenal kemudian berkomunikasi, ada kecocokan lalu diatur waktu untuk ketemuan, dan singkat kisah lamaran. Nikah. Lain teman saya, lain paman saya yang ketemu jodohnya karena dikenalkan oleh temannya. Ada kecocokan lalu diatur pertemuan dan tidak butuh waktu lama untuk lamaran. Nikah. Jodoh memang sudah diatur walaupun dia yang sukanya ngatur-ngatur belum tentu jadi jodoh.
Ada kalanya, manusia diuji dengan belum segera dipertemukan dengan jodohnya. Patutlah menengok kembali doa yang selam ini dipanjatkan. Tidak sedikit segala yang dihadapi oleh seseorang dikarenakan permintaannya sendiri pada Allah SWT. Ada prinsip yang seharusnya dipahami ketika seseorang berdoa memohon kesabaran, maka Allah SWT hadirkan cobaan dan permasalahan dalam kehidupannya. Kenapa demikian? Cobaan dan permasalahan itu Allah SWT hadirkan untuk melatihnya agar menjadi orang yang sabar. Karena itu, ptutlah direnungkan bagi seseorang yang hidupnya banyak sekali cobaan dan permasalahan. Apa doa yang selama ini dipanjatkan?
Semoga kita senantiasa diberkahi, diberikan ilham untuk memohon yang terbaik, dan dihindarkan dari permohonan yang penuh kesiasa-siaan. Salam bahagia. 

Saturday, July 23, 2016

Games Pokemon dan Generasi Virtual

“Cucu saya itu rebutan HP sama adiknya, hanya untuk main gamess”, tutur nenek yang duduk di jajaran kursi sebelah saya. “Kalau disuruh untuk belajar, malah tidak mau”, lanjutnya lagi. Itulah realitas yang ada di masyarakat perihal boomingnya gamess Pokemon. Pemberitaan di media massa banyak pula kita temui perihal dampak positif dan juga dampak negatif dari games tersebut.
Hebohnya kemunculan games Pokemon juga memunculkan berbagai macam parodi. Ada yang menghibur dan membuat kita tersenyum; ada pula yang tersimpan nilai edukasi di dalamnya. Sejumlah parodi games Pokemon antara lain; Pakenom (bapak muda; suami muda), Mbokenom (mbok enom; istri muda), Pokokmen (harus ya harus), Pekokmen (kurang sehat akal), Pakaiiman (gunakan iman). Parodi tersebut ditulis dengan gaya font huruf sebagaimana Pokemon.


Games Pokemon menjadi buat bibir tidak lepas dari dampak kemajuan teknologi internet. Orang yang sebenarnya tidak memiliki hobi main games sekalipun bisa tahu tentang hebohnya games tersebut. Saya sendiri sebenarnya juga tidak telalu ngeh dengan games Pokemon walaupun di beranda facebook saya ada yang update status isinya tentang games Pokemon. Di grup WA saya juga ramai tentang keberadaan games Pokemon. Tetap saya belum paham. Saya pahamnya, Pokemon adalah film anak-anak jaman dulu. Saya kira muncul aplikasi semacam WA yang bernama Pokemon. Ehh…tahunya itu adalah games yang dirancang berdasarkan film Pokemon. 
Era seperti sekarang ini, games yang dimainkan secara online atau menggunakan gadget memang sudah menjadi hal yang umum. Karena itulah, era sebagaimana sekarang disebut sebagai era virtual. Kemajuan teknologi internet memunculkan banyak kreatifitas dan kemanfaatan. Di sisi lain, ada banyak tantangan dan dampak negatif yang perlu diwaspadai. Fenomena yang terjadi, tidak sedikit orangtua dari anak yang sudah mengenalkan anak tentang gadget sejak dini tetapi tidak diimbangi dengan kepemahaman yang baik.
Puspitarani dan Pariman (2013) menyebutkan bahwa pada dasarnya orangtua dengan frame tradisional melihat games sebagai ancaman atau kegiatan yang membuang waktu sedangkan anak-anak yang bermain games merasa belajar banyak hal dari bermain games. Anak-anak memiliki pemahaman akan perbedaan antara dunia virtual dalam games dengan dunia nyata. Kepemahaman anak akan perbedaan dunia virtual dalam games dengan dunia nyata itulah yang perlu mendapat perhatian penting orangtua dalam mengedukasi anak. Games seharusnya bisa dimanfaatkan sebagai media simulasi, pelatihan tentang banyak hal di dunia realita secara realatif lebih aman dan cenderung lebih efektif.

*) Pariman Siregar, suka menulis 

Thursday, July 21, 2016

Ingin Mengubah Keadaan Tapi Belum Berhasil? Pahami Kunci Ini

Memang begitulah, manusia berinteraksi dengan beragam hal. Setiap kita berhadapan individu-individu lain dengan berbagai karakternya. Setiap kita berada di lingkungan dengan segala macam tabiatnya. Jelas semua hal tersebut menjadi bagian dari lingkaran kesadaran setiap individu. Saat sediri sekalipun, pikiran dan perasaan manusia tidak bisa lepas dari segala macam di luar dirinya. Mulai dari yang paling dekat, yaitu memikirkan dan merasakan keadaan dirinya sendiri sampai lingkungan nan jauh berupa alam semesta yang luasnya tak terkira. Karena itulah, ada istilah lingkaran kepedulian. Segala macam hal yang seseorang peduli (hanya sebatas tahu dan membicarakan) tetapi tidak bisa berbuat banyak karena di luar kendalinya. Karakter orang lain yang (kebetulan) tidak menyenangkan, polah tingkah pejabat yang membuat gemas dengan kebijakannya yang tidak memihak, dan beragam berita di televisi yang membuat kita hanya bisa menghela nafas. Paling-paling meluapkan perasaan tidak nyaman di media sosial. Semua itu disebut lingkaran kepedulian. Semua ada dalam ruang pikiran dan perasaan kita tetapi tidak tersentuh oleh kuasa tindakan kita.


Istilah lingkaran kepedulian dikemukan oleh Covey dalam bukunya The Seven Habits of Highly Effective People. Seorang individu tidak akan menjadi Highly Effective People jika lebih banyak fokus pada lingkaran kepedulian. Waktunya akan banyak tersita tanpa ada pencapaian yang positif. Untuk menjadi Highly Effective People, seseorang disarankan untuk lebih fokus pada apa yang disebut Covey sebagai "Lingkaran Pengaruh", yaitu segala hal yang bisa dikendalikan atau dalam kuasa dirinya sendiri. Orang itu tidak hanya bisa memikirkan dan merasakan tetapi juga bisa melakukan tindakan nyata. Dengan seseorang memahami posisi dirinya atas suatu hal dengan peta lingkaran kepedulian dan lingkaran pengaruh akan menjadikan lebih efektif dalam menyikapi keadaan.
Istilah “lingkaran kepedulian” dan “lingkaran pengaruh” mengingatkan saya pada kaidah ketika dihadapkan dengan kemungkaran. Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barang siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah dia merubahnya dengan tangannya. Apabila tidak mampu maka hendaknya dengan lisannya. Dan apabila tidak mampu lagi maka dengan hatinya, sesungguhnya itulah selemah-lemah iman.’.”(HR. Muslim). Hadist tersebut mendorong setiap muslim untuk memiliki kepedulian untuk mengubah kemungkaran, yaitu dengan tangannya (jika dia mampu), dengan lisannya (jika tidak mampu dengan tangannya), dan dengan hatinya (jika tidak mampu baik dengan tangan maupun lisan). Cara yang terakhir ini dikategorikan selemah-lemahnya iman. Siapa yang ingin dirinya hanya dalam selemah-lemahnya iman? Mendapati hadist tersebut sudah selayaknya sebagai umat muslim mendorong diri agar memiliki tangan (kuasa) yang bisa mengubah kemungkaran karena itulah sarana yang lebih efektif untuk mengubah kemungkaran.
Semangat untuk mengubah sesuatu yang besar dan berdampak luas tidak seharusnya melupakan tahapan-tahapan tertata dengan rapi. Sebuah inspirasi menarik yang tentu sudah umum kita dengan tentang seseorang yang saat mudanya sangat ingin mengubah dunia tetapi ternyata dia tidak mampu. Dia kemudian menurunkan targetannya, yaitu ingin mengubah negaranya tetapi ternyata tidak mampu juga. Lalu dia menurunkan lagi targetannya, yaitu mengubah kotanya tetapi ternyata tidak mampu. Seiring berjalannya waktu dia terpikirkan untuk memulainya dari mengubah keluarganya terlebih dahulu tetapi itupun teryata tidak bisa dia lakukan. Tersadarlah dia bahwa semestinya dia memulai tahapan perubahan dimulai dari dirinya sendiri. Kalau Aa Gym, “Mulai dari yang kecil-kecil, mulai dari diri sendiri, mulai dari sekarang”.


Resep kesuksesan Umar bin Abdul Aziz dalam waktu pemerintahan yang singkat tetapi mampu membawa kemakmuran rakyat tidak lain adalah melakukan perubahan dari lingkaran pengaruhnya mulai dari yang kecil. Perubahan dari diri sendiri, keluarga, kerabat sampailah kemudian lingkungan pemerintahannya. Dalam istilah sekarang dikenal dengan istilah reformasi. Dengan demikian, reformasi birokasi saja tidaklah efektif ketika tidak dimulai dari individu-individu di dalamnya secara pribadi, keluarga, dan kerabatnya. Jika kita pelajari Shirah Nabawiyah akan kita temukan tahapan dakwah Rasulullah dimulai dari lingkungan terkecilnya dahulu; istri, kerabat, sahabat barulah kaumnya lalu wilayah yang lebih luas. Ada pula proses ‘kaderisasi’ sehingga ketika Rasulullah SAW wafat, dakwah Islam terus berlanjut hingga sampai kepada kita. Jadi, untuk melakukan perubahan selain diperlukan tahapan-tahapan juga diperlukan kaderisasi, yaitu orang-orang yang diwarisi ilmu dan semangat untuk meneruskan perubahan. Jika negeri ini belum mencapai cita-citanya, patut untuk direnungkan, apa yang sudah diwariskan kepada anak cucu? Sudahkah ada kaderisasi untuk menyiapkan pemimpin-pemimpin terbaik di negeri ini? Siapa yang akan melakukan?
Bersambung …. 

*) Pariman Siregar (Sukan menulis dan membawakan pelatihan tentang pengembangan diri)

Wednesday, July 20, 2016

Begitulah Pesan Istriku Padaku

“Sayang, banyak beramal ya”, demikian pesan istri saya diikuti dengan doa-doa baik setelah pesan tersebut. Pesan tersebut yang begitu saja muncul dalam pikiran saya ketika saya jumpai seorang kakek duduk menunggu barang jualannya di dekat kampus. Saya lihat ada dua keranjang yang pastinya berisi barang dagangannya. Sebuah pikulan tersandar di dekatnya. Saya penasaran bagaimana dia bisa sampai di kampus. Si kakek kemudian menceritakan perjalannnya. Yang jelas, jarak tempat tinggalnya jauh dan sampai di tempat yang saya temui dia naik bus trans jogja.



“Inilah saatnya saya beramal”, demikian ucap saya dalam hati. Saya meniatkan beramal bukan dengan memberikan sejumlah uang tetapi dengan membeli barang daganganya. Saya bertanya tentang harga barang dagangnnya. Tanpa tawar-menawar, saya membayar sebagaimana harga yang dia sebutkan. Saya akui harganya memang jauh dari harga biasanya. Rentang harga tidak biasa itulah yang saya anggap sebagai kesempatan beramal.
Saya menaruh hormat dan segan bagi seseorang yang tampaknya tidak mampu tetapi memilih untuk bekerja (baik berjualan atau usaha lainnya) dibandingkan dengan mereka yang meminta-minta sedekah dari rumah ke rumah. Seperti kata pepatah, “Tangan di atas yang memberi lebih baik daripada tangan di bawah yang meminta”. Beramal walaupun besar tetapi istiqomah lebih baik dibanding banyak tetapi hanya banyak tetapi hanya sekali.
Sebenarnya, kita tidak akan kekurangan ide untuk berbuat baik. Tersenyum kepada orang lain saja dihitung sedekah. Sedekah yang murah tanpa mengeluarkan uang tetapi tidak jarang orang mengabaikannya, yaitu memberikan senyuman yang tulus. Menyingkirkan duri dari jalan dihitung juga sebagai kebaikan, bahkan perwujudan keimanan. Saya teringat, makna penting hadits tentang menyingkirkan duri dari pinggir jalan ketika saya mengalami kecelakaan sekian waktu lalu di Pemalang. Sebabnya sepele, ada balok kayu ukuran 50 cm melintang di jalan dan saya tidak bisa menghindarinya. Andai jalan itu bebas dari balok, tentulah akan kecil kemungkinan terjadi kecelakaan. Setelah saya cerita penyebab kecelakaan yang saya alami pada rekan saya seorang dokter dari Jepara, beliau ternyata juga pernah mengalami kecelakaan di jalan gara-gara ada lubang tergenang air yang tidak dia sadari dan tidak bisa dihindari sehingga jatuh. Lengannya terkena besi sebesar jari. Besi itu ada di jalan. Andai ada orang yang menyingkirkan besi tersebut sebelumnya tentulah kecil kemungkinan ada teman saya terkena besi. Hal baik yang seolah tampak sederhana tetapi bisa menjadi sebuah amal kebaikan dan dampak dari amal baik itu dirasakan banyak orang.
Sudah selayaknya kita berlomba-lomba dalam beramal kebaikan. “Ojo prei dadi wong apik”, jangan bernah berhenti menjadi orang baik. Jadilah orang baik dimanapun berada, kapanpun, pada siapapun, seberapapun kebaikan yang dilakukan, dan apapun kebaikan yang dilakukan.

*) Pariman Siregar (Seorang suami yang mencintai istrinya & Seorang ayah yang menyayangi anak-anaknya)

Sunday, July 17, 2016

Nyala Satu, Tumbuh Seribu (Inspirasi)

“Nyala Satu, Tumbuh Seribu”, itulah buku karya Martonis Tony. Patut saya berterima kasih pada beliau karena buku tersebut menginspirasi saya untuk menulis. Selepas membaca buku tersebut, proyek menulis buku pun saya mulai. Alhamdulillah sekian bulan kemudian terbitlah buku pertama saya berjudul “MASTER from minder: Menjadi sukses dengan kemampuan terbatas” oleh Pro You.


Setiap orang memiliki titik ledaknya sendiri. Potensi dalam diri yang membutuhkan sentuhan sehingga potensi tersebut muncul menjadi tindakan dan karya. Selain sentuhan, butuh momentum, saat ketika potensi tersebut membuncah mengalir tak terbendung sehingga membentuk aliran deras karya-karya hebat. Sentuhan itu bisa datang darimana saja, seperti Ibnu Hajar yang seolah sekian lama tersumbat potensinya kemudian sumbatan itu terlepas ketika mendapati batu berlubang yang setelah dia periksa ternyata karena tetesan air terus menerus. “Jika batu yang keras saja bisa berlubang karena tetesan air terus menerus, maka potensi akal manusia bisa dikembangkan dengan usaha terus menerus”, begitu kira-kira sentuhan titik ledak potensi beliau hingga beliau mengasilkan karya fenomenal, yaitu kitab Fathul Bari. Kitab yang diakui banyak ulama sebagai kitab dengan penjelasan paling detail dari kitab shahih imam Bukhari.


Ibnu Hajar Al ‘Asqalani dengan karya-karya tentu saja memberikan inspirasi bagi banyak orang. Kita akui, ilmu yang beliau tuturkan melalui kitab yang beliau tulis memudahkan kita dalam mempelajari ajaran agama. Sebuah karya yang mengalirkan amal jariyah tersebab orang yang membacanya terinspirasi untuk berbuat kebaikan. Dengan demikian, sebuah inspirasi bagi kita agar menjadikan diri sebagai inspirasi orang lain dalam berbuat kebaikan, baik tutur kata, laku, dan segala amalan kita. Mereka yang menjadikan orang lain berbuat keburukan tentunya juga memperoleh dosa atas keburukan yang orang tersebut lakukan. Semoga kita selalu dalam kebaikan dan menjadi inspirator kebaikan. 

Wednesday, July 13, 2016

Passion ‘Bukan’ Poison

“Suratno”, namanya, seorang sahabat saya sedari SMA. Dia menyebut dirinya sebagai seorang petani. Tampak tidak ada rasa rendah diri sama sekali menyebut kan profesinya tersebut dan sudah seharus memang begitu. Tidak ada kasta antara profesi satu dengan profesi lainnya sehingga tidak perlu ada orang yang merasa lebih hebat atas suatu pekerjaan dibandingkan pekerjaan tertentu. Tidak perlu ada yang merasa wow atas profesi yang dijalani karena merasa profesinya ditempatkan masyarakat dalam posisi yang disegani. Hal penting yang perlu dipegang adalah apapun profesi yang seseorang jalani, haruslah profesi yang halal.


Jika kita pelajari sejarah dan kitab suci, kita bisa temukan ada nabi yang berprofesi sebagai peternak dan petani (Nabi Ayub), menteri keuangan (Nabi Yusuf), ahli medi (Nabi Isa), pejabat negara (Nabi Sulaiman, Nabi Daud) bahkan Nabi Muhammad SAW sebelum diangkat menjadi nabi dan rasul adalah seorang penggembala kemudian seorang pedagang atau pebisnis. Apapun profesi yang dijalan selayaknya bisa memberikan kontribusi kebaikan bagi sebuah masyarakat atau ummat. Dalam filosifi Jawa ada istilah memayuhayuning bawono secara ringkas berarti turut memperindah keindahan dunia. Itulah yang sepertinya dilakoni sahabat saya.


Profesi petani yang dijalani bukan semata-mata sebagai jalan mendapatkan penghasilan tetapi juga membina masyarakat. Ada sejumlah petani di kampunya yang dia dampingi dalam menanam melon dan bawang merah. Tidak aneh jika profesi yang ditekuninya memberikan banyak keuntungan, selain penghasilan juga persaudaraan. Nampaknya, saya menemukan apa yang disebut pekerjaan passion atas apa yang dilakoni sahabat saya tersebut. Passion yang umum diartikan sebagai sesuatu yang tidak pernah bosan untuk terus menjalaninya, siap mengusahakan yang tebaik bahkan sampai berkorban, tidak lagi memikirkan untung rugi, dan ketika sudah melakukan bisa menikmatinya. Sama seperti ketika saya berbagi inspirasi baik secara live (sebagai motivator) dan melalui tulisan (sebagai seorang penulis). Rasa senang dan sangat menikmati sekali dalam dua aktifitas tersebut.
Dengan demikian, patut untuk setiap pribadi menemukan passion masing-masing. Selain itu, tentulah selayaknya passion itu membawa kemanfaatan bagi  diri sendiri dan orang lain. Ingat passion bukan poison (racun). 

Tuesday, July 12, 2016

Ingatlah, Allah SWT Tidak Pernah Meninggalkan Kita

Alih-alih meratapi tangan kiri saya yang harus digendong, inilah saatnya saya menguatkan otot-otot tangan kanan saya”, begitulah ucap saya dalam hati.
Tepat seminggu sebelum bulan Ramadhan, saya kecelakaan di Comal, Pemalang. Tengah malam, saya berangkat dari Pemalang setelah selesai koordinasi sebuah kegiatan. Dengan sepeda motor, saya pulang ke Pekalongan. Walaupun sebenarnya, seorang teman sudah menawarkan untuk menginap, entah mengapa saat itu saya tetap ‘kuekueh’ untuk pulang ke rumah.
Saat di perjalanan, ada perasaan yang tidak enak, seolah-olah saya sudah ‘diberitahu’ akan mengalami kecelakaan. Sesampainya di Kecamatan Comal, di jalan rasa kira-kira 7 meter di depan, saya melihat balok kayu panjang kira-kira 50 cm melintang di jalan. Sayangnya, saya tidak bisa menghindari sehingga ban depan motor saya menabrak balok kayu tersebut, tubuh saya terpelanting, berguling sedangkan motor saya jatuh dan terdorong sekitar 7 meter. Saya mengalami kecelakaan.
Bahu kiri saya cidera, lecet di lutut kiri, siku kiri dan kanan. Motor yang saya naiki ban depan kempes, pelek bengkok masuk ke dalam, dan body motor tergores aspal. Helm yang saya pakai tergores aspal. Alhamdulillah saya selamat. Saya merasa, Allah SWT masih menyayangi saya dengan menghindarkan dari maut. Dalam keadaan tersebut, saya menepi di emperan bengkel sedangkan motor dan tas yang saya bawa diselamatkan oleh dua penjual nasi goreng yang mangkal di dekat lokasi saya kecelakaan. Syukur Alhamdulillah, Allah SWT hadirkan para penolong yang baik hati.


Dalam keadaan mencoba menyadari kondisi tubuh, pikiran saya membawa saya pada dosa-dosa yang pernah saya perbuat. Lisan saya terus beristighfar dan hati saya melantunkan doa. Ingatlah saya akan orang-orang terdekat, istri dan anak serta orangtua (yang selama ini) kurang saya beri perhatian. Seakan Allah SWT ingin mengingatkan saya agar memberikan waktu lebih berkualitas pada keluarga. Seakan Allah SWT mengingatkan saya bahwa Ramadhan sudah dekat tetapi seakan saya masih disibukkan dengan urusan lain. Dalam hati saya berjanji akan lebih baik lagi; lebih sayang pada istri, mendidik anak dengan baik, melakukan kebaikan lebih banyak, dan meminimalkan dosa. Setidaknya, itulah komitmen dalam hati. Entah bagaimana rencana-rencana dan targetan yang sudah saya susun sebelumnya; jadwal berbagi inspirasi, riset, menulis buku, dan janjian denga sahabat-sahabat saya. Hanya kepasrahan penuh persangkaan baik denga doa yang bisa saya lakukan.
Alhamdulillah keluarga dan teman-teman memberikan support penuh dalam pengobatan dan pemulihan. Walaupun pada awalnya, ada rasa kecewa karena membatalkan kegiatan mengisi di luar kota dan sejumlah agenda lainnya, berikut-berikutnya saya bisa menerima semua dengan senang hati. Alih-alih saya fokus pada rasa sakit, meluangkan waktu untuk hal positif adalah pilihan terbaik. Kebahagiaan yang tidak kalah bermakna adalah saya bisa menjalani puasa dengan tuntas mengingat sebelumnya ada kekhawatiran pengobatan akan mengharuskan saya tidak berpuasa. Kekhawatiran itu, alhamdulillah tidak terbukti.
Kita tidak harus meratapi keadaan, senantiasa ada pilihan baik untuk setiap aktifitas kita. Daripada saya mengeluhkan keadaan, saya manfaatkan waktu untuk mengisi bulan Ramadhan dengan sebaik-baiknya terutama tilawah. Jalan-jalan dengan sepeda motor yang sebelumnya bukan aktifitas yang berarti menjadi sangat bermakna bagi saya. Sungguh bisa memboncengkan anak istri dan mengajak mereka jalan-jalan itu sebuah kenikmatan. Entah apakah ada benarnya ungkapan, “Adakalanya, seseorang menyadari sesuatu itu sangat berarti baginya ketika sesuatu itu tida ada di sisinya”. Kebersamaan dengan keluarga ternyata tidak hanya secara quantity time tetapi juga quality time. Itulah sebenarnya makna kebersamaan. Saya juga manfaatkan untuk ‘menjajal’ jualan di bukalapak dan jualan dengan media sosial. Alhamdulillah hasilnya tidak mengecewakan, setidaknya 1000K uang yang saya pegang dari jualan.
Cukuplah jadi pengingat firman Allah SWT dalam QS Alam Nasyrah ayat 5-6, Karena sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”. Allah SWT ulang dua kali yang menunjukkan penegasan agar manusia memperoleh penguatan keyakinan dalam hatinya ketika hatinya sedang dilanda kekhawatiran atas keadaan yang dialami. Jagalah Allah SWT, niscaya Allah SWT akan menjaga kita. Semoga kita menjadi manusia yang selalu dalam kebaikan. Aamiin.