Thursday, March 22, 2012

Sepasang Sandal Jepit Cinta


Garwo, sigaraning nyowo”, begitulah nasehat bijak orang Jawa. Dalam bahasa keseharian, kita mengenal istilah pasangan hidup merupakan jantung-hati, belahan jiwa. Gambaran yang menunjukkan pada kita semua bahwa seseorang yang sudah berjodoh itu saling mengisi dan melengkapi. Tidak kemudian saling melemahkan, meremehkan, lebih-lebih lagi menjatuhkan.

Berapa banyak orang mencari pasangan dalam kehidupannya melandaskan seabreg kriteria ideal. Pokoknya mesti ini, mesti yang begitu. Intinya berharap setidaknya sama dengan dirinya dan kalau bisa lebih dari dirinya. Wajar memang mencari kesempurnaan. Setiap orang pasti menginginkan ideal, spesial, dan sempurna. Kalau diri adalah “matahari”, pastinya menginginkan “matahari”. Sama-sama bintangnya, sama-sama bersinarnya, dan sama-sama kuatnya.
MELAYANI PERMINTAAN untuk acara TRAINING PENGEMBANGAN DIRI, motivasi, BEDAH BUKU, & seminar. Hub.085 737 578 678 (Pimen) Bagaimanapun, mari renungkan sejenak, apa yang akan terjadi jika ada dua matahari di bumi ini? Tidakkah lebih baik mataharinya ada satu dan bulannya satu? Apalah jadinya jika sandal jepit itu kanan semua atau kiri semua? Bukankah lebih baik ada dua-duanya? Tidak benar-benar sama (tetap ada bedanya) tetapi saling melengkapi. Justru ketika keduanya bersanding bersama nampak serasi bagi yang memakainya. Bukankah itu yang dicari dalam kehidupan ini? Keserasian, saling mengisi, saling menguatkan, dan saling bisa menggantikan posisi saat dibutuhkan
.
Pernahkan membayangkan ketika sandal jepit yang dipakai itu kanan semua atau kiri semua? Nyamankah? Tentu kesusahan untuk berjalan. Begitu kira-kira yang terjadi. Sama halnya dalam sebuah tim, mesti ada pemimpin dan ada yang dipimpin, mesti ada pemikir dan ada pelaksana. Jika isinya pemikir semua, bisa dipastikan hanya debat dan curah gagasan tanpa hasil nyata yang didapatkan. Jika isinya pelaksana semua, bisa dipastikan masing-masing bekerja tetapi tanpa arahan yang sama. Sekali lagi, saling melengkapi.
Sebuah dialog menarik seorang pengantin baru dengan pasangannya. Mereka duduk bersebelahan tetapi terpaku dalam diam. Lama, tidak ada yang memulai berbicara. Hingga akhirnya, si pria memberanikan diri berkata.
“Dik, maafkan diriku. Mungkin aku suami yang tidak sesempurna dirimu”, lirih berkata.
“Mas, justru sebenarnya hal itu juga yang ingin aku sampaikan padamu”, jawab si wanita.
“Dirimu begitu sempurna menurutku dik. Beruntung aku memilikimu. Sedangkan aku?”, ucap si pria merendah.
“Mas, tahukah bahwa aku begitu bersyukur bisa mendampingimu. Hidupku lebih lengkap dengan hadirmu. Aku temukan kesempurnaan semenjak bersamamu”, lembut dia berucap.
Setiap diri memang Allah SWT ciptakan dengan kesempurnaan masing-masing. Namun demikian, justru ketika manusia berhadapan dengan yang lainnya, kesempurnaan itu menjadi semu. Membandingkan antara keadaan dirinya dengan realitas apa yang ada di luar dirinya. Sampailah kesadaran kemudian bahwa kesempurnaan itu tercapai ketika meleburkan diri dengan yang lain. “Aku temukan kesempurnaan hidupku semenjak bersamamu”, begitulah kira-kira. Itulah arti dari “Sandal Jepit Cinta”.

*) Pariman Siregar (Bukan Pujangga Cinta tetapi Penulis Buku MASTER from minder)

3 comments:

  1. hehe.. menarik sekali, semoga saegera dimudahkan.. kapan nie kabar gembiranya.. :-D

    ReplyDelete
  2. Iya, Pak..An doakan semoga menemukan pasangan sandal jepit cinta-nya..^^ *sandal atau sepatu, yaa?

    ReplyDelete
  3. Ekonov : Aamiin.
    An Maharani Bluepen : SEPATU (setia sampai tua) Hehe.

    ReplyDelete