Friday, February 22, 2013

Mintalah Aku Dalam Doamu


“Mintalah aku dengan serius kepada Allah”, demikian kata bidadari jelita itu pada si pemuda. “Demi Allah, aku juga memintamu dengan serius kepada Allah”, lanjutnya. Keduanya berjarak sangat jauh, mereka tidak tahu kapan akan bertemu dan bersatu, yang jelas keduanya saling merindu.

Dengan setia dan sabar, bidadari jelita menanti si pemuda. Dalam penantian itu, dia berdoa, “Ya Allah, bantulah dia dalam agama-Mu dan jadikanlah dia taat kepada-Mu”. Di belahan dunia yang lain, si pemuda semakin tekun ibadahnya. Dalam sebuah perjalanan sampai-sampai si pemuda menggunakan waktu istirahatnya untuk sholat. Kala teman seperjalanannya makan, si pemuda memilih berpuasa.

Teman seperjalanannya pun merasa heran. Dengan rasa penasaran, bertanyalah dia pada si pemuda akan alasan semua yang dilakukannya. Si pemuda kemudian menceritakan apa yang dialaminya. Suatu ketika si pemuda bermimpi melihat istana surga dan di dalam surga itu si pemuda melihat bidadari jelita. Berkatalah bidadari pada si pemuda, “Mintalah aku dengan serius kepada Allah. Demi Allah, aku juga memintamu dengan serius kepada Allah”. Kisah tersebut saya nukilkan dari Tamasya ke Surga karya Ibnu Qayyim Al Jauziyah.

Di dunia ini, segalanya Allah SWT ciptakan berpasang-pasangan. Ada terang, ada gelap; ada siang, ada malam; ada laki-laki, ada perempuan dst. Laki-laki dan perempuan nampak berlainan, gelap dan terang seolah nampak bertentangan tetapi jika dipahami lebih lanjut, ada keduanya ternyata saling melengkapi dan menyempurnakan. Apa jadinya dunia ini jika isinya laki-laki semua atau perempuan semua? Alangkah repotnya jika dunia ini isinya malam semua, tiada siangnya? Adakah waktu istirahat jika dunia ini isinya siang semua, tiada malamnya?

Allah SWT ciptakan berpasang-pasangan untuk saling menyempurnakan. Karena itulah mengapa bersatunya antara laki-laki dan perempuan melalui pernikahan dikatakan sebagai menggenapkan. Separuh agamanya digenapkan.

Setiap diri dilahirkan dengan jodohnya masing-masing sebagaimana Adam berpasangan dengan Hawa. Keduanya diciptakan tidak bersamaan. Mula keduanya tinggal di surga kemudian Allah SWT turunkan ke dunia. Keduanya diturunkan tidak pada tempat yang sama. Adam di belahan bumi yang satu, Hawa berada di belahan bumi yang lainnya. Dalam perjalanan menemukan Hawa, ada terus bermunajat dan meningkatkan taqwa kepada Allah SWT. Demikian pula Hawa, dia juga banyak-banyak berdoa, memohon ampunan, dan terus meningkatkan taqwa. Sampailah kemudian mereka Allah SWT pertemukan dalam momentum yang membahagiakan.

Jodoh seseorang tidak ada yang tahu kecuali Allah SWT. Barulah setelah takdir terjadi, manusia mengetahui. Ada yang mendapatkan pasangan hidup seumuran, ada pula yang beda umurnya. Tidak ada yang salah dengan selisih usia karena Allah SWT menurunkan keduanya ke dunia pada waktu yang berbeda. Ada yang duluan, ada yang kemudian. Ada yang mendapatkan pasangan satu kampung, ada pula yang beda negara. Tidak ada yang salah dengan tempat karena Allah SWT menurunkan keduanya ke dunia tidak pada tempat yang sama. Asam di laut, garam di laut, keduanya akan bertemu juga di periuk. Jika memang sudah jodoh, pasti akan bertemu dan bersatu.

Setiap kita sudah selayaknya yakin bahwa setiap orang yang lahir ke dunia Tuhan bersamai pula dengan jodohnya. Tuhan ciptakan Adam, Dia ciptakan pula Hawa sebagai pasangan hidupnya. Lagipula, Allah SWT berfirman bahwa Dia ciptakan segala yang ada di dunia ini berpasang-pasangan. Sebuah jaminan kepastian bahwa setiap orang memiliki pasangan. Perihal jodoh bagi seseorang, Allah SWT memang merahasiakan siapa yang menjadi jodohnya? Bukankahada banyak hal yang lebih menarik dalam kehidupan ini ketika rahasia (secret)? Produk yang ada embel-embel “secret” kenyataannya laris manis.

Adam dan Hawa diturunkan ke dunia pada tempat yang berbeda, mengalami waktu yang tidak sama, dan tumbuh pada lingkungan yang tidak serupa. Keduanya mengalami kerinduan tetapi tidak pernah berputus asa akan adanya perjumpaan. “Saling mendoakan”, itu barangkali cara keduanya mengobati kerinduan. Pada tempat yang berbeda, keduanya sama-sama belajar memaknai arti cinta yang sesungguhnya. Waktu yang nantinya mempertemukan.

Dalam keterpisahan, Adam dan Hawa menyemai bibit cinta yang Allah SWT letakkan dalam jiwa keduanya. Keimanan yang menjadikan akar cinta menghujam dalam sampai ke surga. Kerinduan menjadi air segar yang menjadikan cinta tetap tumbuh dan bersemi dalam jiwa. Ketaqwaan menjadikan batang cinta tumbuh membesar dan menjulang tinggi menyentuh langit. Kesabaran menjadikan buah dari cinta benar-benar masak dan manis rasanya. Mereka paham bahwa tugas di dunia ini adalah mengambil cinta dari langit lalu menaburkannya pada seluruh penjuru bumi. Bertemulah mereka setelah memahami tugas mulia tadi.


Yogyakarta,  Februari 2013


Pariman Siregar