Tuesday, July 15, 2014

Mendidik Sejak Dini

Kesadaran akan pentingnya mendidik anak sejak dini sudah lama disadari oleh masyarakat Indonesia. Hal ini bisa diketahui dari adanya pesan-pesan bijak yang tesirat dalam pepatah dan budaya masyarakat. Ada pepatah mengatakan, “Belajar saat usia muda bagaikan mengukir di atas batu sedangkan belajar di hari tua bagaikan mengukir di atas air”. Belajar semuda mungkin, ilmu yang didapatkan akan kuat lekat dalam ingatan. Kalau sudah terlalu tua usia, umumnya mengalami kesulitan dalam mengingat.
Pepatah tersebut berangkat dari kearifan masyarakat. Dalam kajian psikologi dan perkembangan, selanjutnya diketahui bahwa otak mengalami pertumbuhan pesat dalam membangun sambungan-sambungan neuron pada usia 6 tahun pertama. Pada saat tersebut, stimulasi yang diberikan akan mudah ditangkap dan diserap oleh otak. Itu artinya, waktu-waktu yang sangat penting bagi pembelajaran. Kita tentu pernah menyaksikan acara di TV berupa ajang menemukan bakat dan kontes kemampuan anak. Ada anak-anak yang sudah hafal Al Qur’an pada usia dini. Para orangtua dengan pengetahuannya akan potensi anak memanfaatkan “golden age” untuk mengajarkan anak-anak tentang menghafal Al Qur’an. Tentu kita juga pernah menyaksikan, ada anak-anak yang memiliki kemampuan dalam menyanyi maupun bermain musik. Kuncinya ada pada stimulasi yang diberikan kepada anak sejak dini. Sebagai orangtua, perlu kiranya untuk belajar banyak tentang perkembangan anak dan cara memberikan stimulasi sebaik mungkin.
Kajian yang dilakukan Anne Martina dan Rebecca  M.  Ryan dari Columbia  University bersama dengan Jeanne Brooks-Gunna dari Georgetown  University Amerika Serikat menunjukan bahwa dukungan yang diberikan ibu sejak dini berperan besar dalam pembentukan minat dan ketekunan anak. Minat dan ketekunan menjadi hal yang penting dalam menentukan kemampuan akademik anak. Perlu kiranya dipahami para orangtua untuk bisa membangun minat dan melatih ketekunan sejak dini. Usia 1-3 tahun sudah bisa dilakukan untuk membangun minat anak.
Dalam kearifan khasanah tradisi di Jawa misalnya, para orangtua sejak dini sudah mencoba untuk mengenali minat anak. Seorang anak laki-laki raja, saat sudah bisa merangkak, maka orangtua meletakkan senjata dan buku di depan anak tersebut. Apa yang dipilih anak diyakini akan menjadi minatnya. Jika senjata yang dipilih, itu artinya ketika besar akan menjadi seorang satria atau panglima perang. Jika buku yang dipilih, itu menandakan bakatnya adalah mendalami ilmu, jadi ulama atau cendikiawan. Cara sederhana yang pernah ada tersebut, kini sudah berkembang seiring kemajuan ilmu pengetahuan. Ada tes minat dan bakat atau biasa dikenal umum sebagai tes psikologi.
Tes psikologi pada dasarnya merupakan sampel dari perilaku yang diyakini menggambarkan bagian keseluruhan dari diri seseorang baik potensi maupun kepribadiannya. Sejauhmana orangtua perlu untuk mengetahu bakat dan potensi anak dengan memberikan tes psikologi? Hal tersebut masih ada perbedaan pendapat. Kita tentu masih ingat ada yang setuju dan ada yang tidak setuju saat tes psikologi digunakan dalam seleksi masuk TK/SD? Masing-masing memiliki argumentasi dan dasar. Karena itulah, menjadi orangtua yang mengajari anak beragam hal dituntut juga untuk belajar meningkatkan ilmunya. Bukan hanya meminta anak untuk belajar tetapi belajar agar menjadi orangtua yang baik juga menjadi hal penting. Orangtua berperan dalam memberikan dukungan terbaik, membersamai anak, dan menjadikan momen bersama anak sebagai kebahagiaan.
Kajian yang saya lakukan terhadap para ayah pada tahun 2013 diketahui bahwa para ayah memiliki pengalaman puncak bersama dengan anak. Pengalaman tersebut merupakan pengalaman bermakna, membahagiakan, dan memberikan perubahan bagi seorang ayah. Momen-momen membahagiakan bagi para ayah sejak mendapati kabar bahwa istrinya hamil, membersamai istri saat kehamilan, membersamai istri saat persalinan, membersamai anak saat bermain, mengikuti perkembangan anak dari tahun ke tahun sampai pada menyaksikan momen membanggakan berupa anak yang meraih prestasi dan anak menikah. Hal ini menunjukkan bahwa parenting bukan hanya bermanfaat bagi anak tetapi bagi orangtua sendiri.

Semoga kita menjadi orangtua yang bijaksana dan membawa keberkahan bagi anak-anak. Aamiin.

(Pariman Siregar)