Tuesday, December 15, 2015

Berbagi Inspirasi dengan Calon Guru PGSD Unnes Di Kota Tegal

“Guru: ‘digugu lan ditiru’ (dipatuhi dan diteladani”. Ungkapan yang ‘keroto boso’ tersebut menggambarkan bahwa seorang guru sudah selayaknya menjadi sumber keteladanan. Dengan kata lain, seorang guru dituntut tidak hanya menguasai ilmu pengetahuan tetapi juga memiliki karakter yang mulia. Keteladanan dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan karakter sudah selayaknya disandang sebagai seorang pendidik. Hal tersebut selaras dengan UU No. 20 Tentang Sisdiknas bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. Jelas peranan besar seorang guru dalam pembanguna SDM bagi bangsa dan secara khusus bagi masa depan anak didik.


Tepatnya Sabtu, 12 Desember 2015 saya didaulat berbagi inspirasi untuk para calon guru di kampus PGSD Unnes yang berlokasi di Kota Tegal. Tema besar yang diusung adalah bahwa guru tidak harus PNS. Sebuah tema yang memberikan pencerahan bahwa status pekerjaan (negeri atau swasta) bukanlah penghalang bagi seorang guru untuk mengabdikan ilmunya. Untuk berbagi inspirasi kepada banyak orang, seorang guru tidak perlu harus terbatasi dengan ruangan kelas dan jumlah siswa.


Norma Pujiastuti, pembicara pertama sebelum saya yang merupakan alumni PGSD Unnes menuturkan pengalamannya selama mengikuti program SM-3T. Sebuah Program Pengabdian Sarjana Pendidikan untuk berpartisipasi dalam percepatan pembangunan pendidikan di daerah 3T (tedepan, terpencil, terluar) selama satu tahun yang kemudian dilanjutkan dengan Program Pendidikan Profesi Guru. Tentulah mengajar di daerah 3T sangat jauh dari ideal. Selain terbatasnya saran dan prasarana, seorang guru juga dituntut untuk bisa survival. Namun, hal tersebut tidak harus dipandang sebagai masalah oleh seorang Norma dan para guru lainnya tetapi justru dipandang sebagai challenge yang mengaktifkan seluruh potensi diri dan kreatifitas. Situasi yang sulit, dia jadikan momentum untuk melejit.  
Pada sesi berikutnya, giliran saya berbagi inspirasi dengan tagline “Guru inspiratif: Sukses dan Menyukseskan”. Menjadi seorang guru adalah peran mulia yang diberikan Allah SWT. Saya sendiri sejak kecil didorong untuk memiliki cita-cita menjadi seorang guru. Lahir di keluarga dengan pendidikan tidak memadai karena keterbatasan ekonomi. Walaupun ibu saya cukup pandai ketika sekolah dasar tetapi tidak melanjutkan ke jenjang SMP. Lebih-lebih lagi ayah saya, tidak pernah sama sekali mengenyam pendidikan, SD sekalipun. Andalannya ketika diminta tanda tangan adalah mengajukan jempolnya (cap jempol). Salutnya untuk kedua orangtua saya adalah senantiasa menanamkan keberania untuk bermimpi. 


Impian jadi guru masih melekat dalam ingatan saya. Seiring bertambahnya usia dan pengalaman, makna tentang “guru” terus berkembang. Dulu yang terbayang saat sekolah SD adalah guru SD, lalu saat sekolah SMP  adalah guru SMP, saat sekolah SMA adalah guru SMA, saat kuliah pun berganti bahwa guru itu sama juga dengan dosen. Ketika selama ini saya menulis buku, mengisi acara motivasi di radio, diundang untuk membahas tema pengembangan diri di TV, menulis pendapat di Koran juga website pribadi serta menghadiri undangan sekolah, kampus, karangtarunan dst untuk berbagi inspirasi. Pemahaman saya tentang guru berkembang menjadi “orang yang senantiasa berbagi inspirasi”. Menjadi seorang guru itu memang menyenangkan.


Salah satu kebahagiaan seorang ‘guru’ adalah mendapati dirinya berhasil dan tambah bahagia lagi ketika mendapati muridnya berhasil. Bagi saya pribadi, saya bisa merasakan bahagianya mendapati adik-adik yang dulu saya dampingi Beastudi Etos sudah menjadi orang yang sukses. Jafar Arifin, alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat penerima Beastudi Etos salah satunya. Impian untuk kuliah dan pergi ke luar negeri sudah tercapai dan kini meniti karir di sebuah perusaan terkenal di Indonesia. Sebuah doa mengalir, semoga segala ikhtiar yang dulu saya lakukan bisa menjadi amal baik bagi saya. Di sinilah, landasan dasar menjadi seorang guru adalah keikhlasan. Persis sebagaimana pesan dari seorang peserta “achievement motivation training”.
Di bagian akhir tulisan ini, saya sampaikan terima kasih banyak pada panitia atas kesempatan yang dipercayakan untuk berbagi inspirasi. Sharing is caring. Salam bahagia, berkah, berkelimpahan. (Pariman, S.Psi)