Wednesday, May 29, 2013

Love Beyond: Cinta yang Menyempurna


“Ambilah cinta dari langit lalu terbarkan dan tumbuh-suburkanlah di bumi hingga berbuah kasih sayang yang manis dan ketentraman bagi seluruh makhluk”

Saya ingin mengawali tulisan ini dengan ungkapan tersebut. Cinta yang bersumber pada Sang Maha Pemilik Cinta dan bermuara pula sebagai bagian dari pengabdian di bumi terhadapNya. Cinta bukan hanya menyatukan dua hati yang saling mencintai tetapi menyatukan dua keluarga bahkan dua masyarakat dengan latar belakang berbeda. Di atas cinta terhadap manusia, ada cinta pada Allah SWT dan Rasulullah yang harus kita tempatkan paling atas dalam meletakkan cinta.

“Cinta” bagi sebagian orang mungkin dikatakan sebagai kata benda tetapi bagi sebagian yang lain bisa jadi dianggap sebagai kata kerja. “Cinta” sebagai kata benda ketika cinta ditempatkan oleh kepala dalam ranah perbincangan. “Cinta” adalah kata kerja saat kita benar-benar bisa merasakannya. Jika cinta sebagai kata kerja, maka kala cinta mulai terasa hampa, saat itulah alasan yang tepat untuk kembali mencintai, menumbuhkan cinta dalam hati.

Dalam bagian awal, cinta mungkin membutuhkan alasan untuk mencintai. Namun demikian, pada kesempatan berikutnya, justru cinta yang memberikan banyak alasan bagi bagi banyak hal dalam kehidupan. Alasan untuk apa? Alasan untuk tetap bertahan kala muncul rasa bosan, alasan untuk berani kala rasa takut menghampiri, alasan untuk tetap kuat dan hebat. Cinta adalah energi yang menggerakkan untuk aktif melakukan kerja-kerja perhatian. Cinta itu menjadikan lebih perhatian dan peka akan segala hal yang terkait dengan yang dicintainya.

Semua orang ingin diperhatikan dan cinta memberikan energi untuk bisa memberikan perhatian lebih bagi yang dicintainya. Apa-apa yang dilakukan dengan cinta lebih indah dan ringan dirasa. Cinta yang mulia antara dua manusia ada dalam rumah tangga melalui pernikahan. Janji suci yang Allah SWT sebutkan layaknya janji tauhid padaNya. “Mitsaqan ghalizhan”, istilah yang tidak pernah dipakai dalam Al Qur’an kecuali untuk tiga peristiwa. Satu untuk perjanjian akad nikah dan dua untuk perjanjian tauhid. 

Pernikahan lebih dari sekedar pelegalan cinta, penghalalan berbuat hubungan seksual atau kontrak antara dua orang yang sama-sama suka untuk hidup bersama. Lain dan sungguh tidak bisa disama persiskan. Jika kontrak, maka kala sudah tidak suka, masing-masing bisa mengajukan peninjauan kembali kontrak bahkan pemutusan kontrak. Perceraian memang halal adanya tetapi Allah SWT benci itu. “Sesuatu yang halal tetapi paling dibenci Allah adalah perceraian”, demikian Rasulullah SAW bersabda. 

Islam menjadikan cinta antara laki-laki dan perempuan pada kedudukan yang lebih mulia. Fitrah manusia dalam hatinya ada rasa ingin terhadap lawan jenis dan merasa bahagia dengan saling memiliki. Ikatan cinta pernikahan dalam Islam, lebih dari budaya atau kebiasaan yang dikembangkan suatu masyarakat untuk meneruskan keturunan. Menikah adalah sunah Rasulullah SAW, siapapun yang tidak mengikuti sunah beliau, bukan termasuk golongan beliau. 

Menikah sebagai sunah bukan sekedar keputusan membinan hubungan dengan lawan jenis untuk berkeluarga. Jika hanya itu, budaya-budaya dalam masyarakat sudah melakukannya. Agama-agama lain juga mengajarkannya. Lalu apa yang dimaksud sunah Rasulullah SAW? 

Menikah dalam Islam adalah bagian dari penerapan ajaran agama, bukan sekedar budaya atau kecenderungan manusiawi. Karena itulah, Rasulullah SAW mengatakan bahwa menikah adalah separuh agama. Menikah menjadi bagian dari aspek agama. Oleh sebab itu, niat menikah adalah untuk ibadah, memilih pendamping hidup diutamakan karena agamanya yang baik, proses berupa akad nikah mengikuti syariat, membangun keluarga sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah SAW termasuk mendidik anak, dan segala yang ada dalam rumah tangga. 

Dalam ilmu perilaku, spiritual atau agama dipandang sebagai satu dari aspek dalam diri manusia. Aspek-aspek yang lain berupa fisik/bilogis, psikologis/mental, dan sosial. Orang yang dikatakan sehat ketika keempat dimensi tersebut sehat. Namun demikian, dalam Islam, aspek agama merupakan inti dalam diri manusia. Orang yang dikatakan sehat adalah mereka yang sehat secara agama. Karena kehidupan dipandang sebagai ibadah dan menjalankan amanah dari Allah SWT. Dalam hal ini, cinta yang dilandasi karena ibadah. Cinta yang melampaui cinta,  beyond the love atau love beyond. Cinta yang mengatasi segalanya baik berupa fisik, rupa, materi, dan segala yang tampak lainnya. 

“Semoga Allah Mengumpulkan Yang Berserakan Dari Keduanya, Memberkati Mereka Berdua Dan Kiranya Allah Meningkatkan Kualitas Keturunan Mereka, Menjadikan Pembuka Pintu Rahmat, Sumber Ilmu Dan Nikmat Serta Rasa Aman Bagi Umat“, demikian doa Rasulullah saat pernikahan putrid beliau, Fatimah dengan Ali Bin Abi Thalib.

Penulis yang sedang mengambil
profesi psikolog klinis
FB: Inspiring Man
PIN: 321358C0