“Sayang, banyak beramal ya”, demikian
pesan istri saya diikuti dengan doa-doa baik setelah pesan tersebut. Pesan tersebut
yang begitu saja muncul dalam pikiran saya ketika saya jumpai seorang kakek
duduk menunggu barang jualannya di dekat kampus. Saya lihat ada dua keranjang
yang pastinya berisi barang dagangannya. Sebuah pikulan tersandar di dekatnya. Saya
penasaran bagaimana dia bisa sampai di kampus. Si kakek kemudian menceritakan
perjalannnya. Yang jelas, jarak tempat tinggalnya jauh dan sampai di tempat
yang saya temui dia naik bus trans jogja.
“Inilah saatnya saya beramal”, demikian
ucap saya dalam hati. Saya meniatkan beramal bukan dengan memberikan sejumlah
uang tetapi dengan membeli barang daganganya. Saya bertanya tentang harga
barang dagangnnya. Tanpa tawar-menawar, saya membayar sebagaimana harga yang
dia sebutkan. Saya akui harganya memang jauh dari harga biasanya. Rentang harga
tidak biasa itulah yang saya anggap sebagai kesempatan beramal.
Saya menaruh hormat dan segan bagi seseorang yang tampaknya tidak
mampu tetapi memilih untuk bekerja (baik berjualan atau usaha lainnya)
dibandingkan dengan mereka yang meminta-minta sedekah dari rumah ke rumah. Seperti
kata pepatah, “Tangan di atas yang
memberi lebih baik daripada tangan di bawah yang meminta”. Beramal walaupun
besar tetapi istiqomah lebih baik dibanding banyak tetapi hanya banyak tetapi
hanya sekali.
Sebenarnya, kita tidak akan kekurangan ide untuk berbuat baik.
Tersenyum kepada orang lain saja dihitung sedekah. Sedekah yang murah tanpa
mengeluarkan uang tetapi tidak jarang orang mengabaikannya, yaitu memberikan
senyuman yang tulus. Menyingkirkan duri dari jalan dihitung juga sebagai
kebaikan, bahkan perwujudan keimanan. Saya teringat, makna penting hadits
tentang menyingkirkan duri dari pinggir jalan ketika saya mengalami kecelakaan
sekian waktu lalu di Pemalang. Sebabnya sepele, ada balok kayu ukuran 50 cm
melintang di jalan dan saya tidak bisa menghindarinya. Andai jalan itu bebas
dari balok, tentulah akan kecil kemungkinan terjadi kecelakaan. Setelah saya
cerita penyebab kecelakaan yang saya alami pada rekan saya seorang dokter dari
Jepara, beliau ternyata juga pernah mengalami kecelakaan di jalan gara-gara ada
lubang tergenang air yang tidak dia sadari dan tidak bisa dihindari sehingga
jatuh. Lengannya terkena besi sebesar jari. Besi itu ada di jalan. Andai ada
orang yang menyingkirkan besi tersebut sebelumnya tentulah kecil kemungkinan
ada teman saya terkena besi. Hal baik yang seolah tampak sederhana tetapi bisa
menjadi sebuah amal kebaikan dan dampak dari amal baik itu dirasakan banyak
orang.
Sudah selayaknya kita berlomba-lomba dalam beramal kebaikan. “Ojo prei dadi wong apik”, jangan bernah
berhenti menjadi orang baik. Jadilah orang baik dimanapun berada, kapanpun,
pada siapapun, seberapapun kebaikan yang dilakukan, dan apapun kebaikan yang
dilakukan.
*) Pariman Siregar (Seorang suami yang mencintai istrinya & Seorang ayah yang menyayangi anak-anaknya)
0 komentar:
Post a Comment