Tuesday, May 11, 2010

Gusti Allah Kok Didikte?

“Gusti Allah kok didikte” ungkapan menarik kawan saya pagi itu. Dia menceritakan kenalannya yang merasa bersyukur sekali mendapat istri lebih cantik dari istri sahabatnya. Sebut saja kenalan teman saya tadi, Arif. Dia hanyalah seorang pemuda yang sederhana, bapak dan ibunya sudah lama meninggal, sekian tahun dia tinggal di pondok pesantren. Suatu kali, dia bersilaturahim ke rumah kyainya. Dan tahukah anda pertanyaan pak kyainya? Beliau menanyakan apakah Arif sudah menikah atau belum. Dijawablah kalau Arif belum menikah. Kyainya kemudian menyarankan untuk segera menikah bahkan calonnya akan dicarikan. “Tapi kyai, saya belum siap,” jawab Arif mengungkapkan ketidakpercayaan dirinya. Sebenarnya dia mau saja tetapi karena merasa belum memiliki modal, dia merasa belum siap dan tidak percaya diri. “Allah yang menjamin rizki setiap makhluknya,” tegas pak kyai. Bagaimana lagi, Arif akhirnya memasrahkan segala yang terjadi pada Allah SWT dan mempercayakan pilihan calon istri dan pilihan hari pernikahan pada pak kyai.
Barulah sekian tahun kemudian dia sadar betapa istrinya ternyata lebih cantik dibanding istri sahabatnya. Dia merasa bersyukur dan beruntung memberanikan diri dan memasrahkan perihal jodoh dan rizkinya pada Allah SWT ketika itu. Kepasrahan atas segala keputusan yang Allah SWT berikan itulah wujud dari tidak mendikte yang dia maksudkan.

Anda mungkin pernah menemukan orang-orang yang ngotot sekali ingin mencapai impian yang dia harapkan. “Harus bisa, kalau menginginkan A ya harus A,” begitu kira-kira ungkapan mereka. Seolah-olah memaksa Tuhan memenuhi segala permintanya yang dia ajukan. “Emangnya Tuhan pembantu dia yang bisa disuruh-suruh seenaknya?” Mari berefleksi barangkali anda pernah juga melakukannya, ngotot menginginkan sesuatu dan protes saat sesuatu tersebut tidak tercapai.

Dalam sebuah forum, seorang peserta menyampaikan keluhannya. Dia memiliki seorang teman spesial, katakanlah pacar. Dia berharap besar nantinya akan menjadi pasangan hidupnya. Nampak dari dirinya kalau orang yang dimaksudkan dianggap orang yang terbaik dan bisa memberikan kebahagiaan. Anda mungkin pernah mendengar do’a ABG yang demikian, “Ya Tuhan, jika dia jodohku maka dekatkanlah, jika dia bukan jodohku maka jadikanlah dia jodohku.” Dianggapnya seseorang yang dia cintai adalah seorang calon pasangan yang terbaik. Lalu dalam forum itu saya mengatakan, “Seandainya dalam suatu saat nanti ternyata ada orang yang lebih baik dari dia dan mengajak anda untuk menikah, apakah anda akan menerimanya?” Dengan spontan, dia menjawab, “Iya, saya akan menerimanya.” Berikutnya saya lanjutkan, “Mengapa anda begitu kekeh dengan dia? Mengapa anda tidak berdo’a pada Tuhan dengan menyebutkan profil yang anda harapkan bukan menyebut nama orang?” Sebentar kemudian dia mengangguk-angguk tanda paham apa yang saya maksudkan. Kimia cinta rumah tangga.

Begitulah terkadang manusia kekeh dengan apa yang dia harapkan, dia senang jika mendapatkan dan berputus asa jika keinginannya lepas dari tangan. Dalam visualisasi memang perlu detail dalam penggambaran tujuannya agar seseorang terarahkan energinya pada apa yang telah digambarkan. Detailnya gambaran visualisasi akan menguatkan semangat ketika seseorang merasa goyah dalam mengayun langkah. Rinci bukan digunakan untuk mendikte Tuhan karena Tuhan sangat mungkin memberikan lebih baik dari apa yang seseorang visualisasikan. Apakah anda menolak seandainya anda diberikan lebih dari apa yang anda minta? Dipahamilah bahwa penggambaran detail berfungsi sebagai standar minimal pencapaian yang harus seseorang perjuangkan.

Oya, ada orang yang mengatakan begini, “Mas, seseorang sudah menggambarkan secara detail lalu bagaimana jika ternyata apa yang digambarkan tadi tidak tercapai.” Belum melakukan tetapi sudah pesimis dulu. Jika saya menemukan orang yang demikian maka akan saya katakan, “Mengapa anda meragukan kuasa Tuhan dan diri anda sendiri untuk mencapainya.” Jika seseorang sudah mengatakan pesimisme dan akhirnya benar-benar tidak mencapai apa yang diharapkan maka jangan salahkan Tuhan. Sejak awal dia sendiri sudah bersangkaan negatif terhadap hasil yang akan dicapainya. Dengan demikian, detailnya impian semestinya ditempatkan pada keseriusan dalam penyempurnaan proses pencapaian bukan mendikte hasil yang akan terjadi. Serahkan semua hasil dan keputusan pada Allah SWT. Dalam keadaan yang demikian iman akan kelihatan. Iman dalam artian, percaya, yakin, optimisme, dan senantiasa berbaik sangka terhadap keputusan yang Allah SWT tetapkan bagi seseorang atas usahanya.


Pariman Siregar (Penulis Buku Master from Minder).

Beberapa hari tidak muncul untuk menyelesaikan resolusi 2010,
Sekaligus persiapan tugas perkembangan berikutnya.
Terima kasih buat M.Ali Syifa atas diskusi paginya.
Terima kasih buat semuan teman-teman FB yang senantiasa mengikuti note juga status saya.
Semoga menambah inspirasi.

2 comments:

  1. pak beli buku master from minder dimana ya? terdekat

    ReplyDelete
  2. Saya tidak tahu persis di mana posisi anda. Untuk mudah bisa search di internet toko-toko bukunya, ketik di google, "MASTER from Minder Pariman Siregar"...Di Semarang ada di Gramedia Pandanaran, toko buku Jasmin di Tembalang dst...

    ReplyDelete