Saturday, February 21, 2015

Inspirasi dari Putriku


Tidak selamanya orangtua mengajari anak. Sebenarnya, dalam banyak kesempatan, orang tua belajar pada anak. Hal itu yang kami alami.
Anak-anak itu memiliki semangat yang luar biasa. Saat putri kami sudah mulai berusia tiga bulan, kami lihat dia sudah berusaha untuk mengangkat-ngangkat perutnya. Beberapa hari sebelum usianya menginjak empat bulan, putri kami sudah bisa tengkurap. Usaha sungguh-sungguh yang dia lakukan, itulah pelajari luar biasa bagi kami.
Kami akui bahwa kami masih kalah semangat dibanding putri kami. Bagaimana tidak, dalam proses penuntasan tesis, ada kalanya kami hibernasi untuk sementara waktu. Entah karena ide yang belum muncul, refrensi yang belum ditemukan maupun hal lain yang membuat kami selalu saja memiliki alasan untuk tidak menyentuh laptop. Tapi putri kami tidaklah demikian, tidak ada kata lelah, turun semangat apalagi putus asa. Bangun tidur, dia langsung menyiapkan dirinya untuk tengkurap dan berlatih merangkak. Dia hanya butuh rileks ketika sudah terlalu lama mencoba tetapi belum juga berhasil. Kami mengira-ngira saja kalau dia “capek” ketika suaranya sudah terdengar mau menangis lalu kami menggendongnya. Sampai akhirnya, dia memiliki cara sendiri ketika sekian waktu mencoba tetapi belum berhasil. Dia meletakkan kepalanya sejenak di tempatnya tengkurap, mengulurkan tangannya, dan meluruskan kakinya. Terkadang juga memasukkan jarinya ke mulut dan terdengar suara dia menghisap jarinya. Bahkan terkadang, saking semangatnya menghisap jari, terdengar suaranya keras.
Kami sempat mencemaskan kalau-kalau perilaku menghisap jarinya akan keterusan sampai anak-anak. Kami akui, itu hanyalah kecemasan kami karena tidak mengetahui maksud dari apa yang dia lakukan. Sampai akhirnya, kami paham bahwa menghisap jari adalah usahanya untuk menenangkan diri dan menghimpun energi. Kami berusaha menetralisir kecemasan yang kami rasakan dan mengubahnya menjadi energi positif. Dan ternyata, menghisap ataupun menggigit jari yang dilakukannya adalah bagian dari mengaktifkan syarat-syarat kendali di tangannya. Koordinasi antara pikiran, rasa, emosi, sensori, dan gerak mulai terkoordinasi dengan baik. Itu adalah tahapan yang orang bilang alami. Bagi kami, itu tahapan yang luar biasa. Ada mukjizat Allah SWT dalam fase-fase perkembangan. Tepatlah Allah SWT berfirman agar manusia melihat pada dirinya sendiri karena dengan itu manusia mengenali kebesaran Allah SWT, kebenaran adanya Allah SWT, dan mengimaniNya. Walaupun sebenarnya, Allah SWT itu Maha Ada dan sangat jelas. Bagaimana bisa Yang Maha Ada dan Jelas tidak bisa dikenali manusia? Itulah Kuasa Allah SWT, Dia mengalingi Dirinya yang Maha ada dengan sesuatu yang fana.
Memiliki anak dan membersamai setiap fase perkembangannya menjadi kami belajar banyak hal, bersyukur, dan belajar banyak hal. Bisa dipahami kalau Abraham Maslow mengubah pandangan-pandangannya tentang manusia dan mencetuskan psikologi humanis setelah menemukan banyak hal “ajaib” dari pengalamannya bersama anak. Saya sendiri memahami, menjadi psikolog terbaik adalah belajar bersama dengan anak-anak. (Pariman Siregar)

0 komentar:

Post a Comment