Kehadiran buah hati itu memang menjadikan para orangtua banyak
belajar. Jika orangtua meminta anak untuk menjadi anak yang baik, sudah
sepantasnya orangtua juga belajar menjadi orangtua yang baik. Sadarkah orangtua
akan pentingnya untuk belajar menjadi orangtua dalam mendidik anak?
Seperti biasa, pagi dan sore menjadi rutinitas bagi kami untuk
mandiin anak. Awalnya ibu mertua yang mandiin, kami mengamati dan belajar
caranya mandiin bayi. Beberapa waktu kemudian istri saya sudah berani dan bisa.
Selanjutnya, saya juga sudah bisa mandiin bayi. Kami bisa secara bergantian
mengatur jadwal mandiin anak dan istri saya biasanya paling banyak punya
kesempatan. Jika istri yang mandiiin, saya menyodorkan jari telunjuk ke dalam
genggaman tangan anak. Demikian pula sebaliknya, jika saya yang mandiin, istri
membiarkan jari telunjukkan dipegangi anak. Bersentuhan dengan air terkadang
menjadi pemicu tangis anak, kami ingin menjadikan mandi sebagai aktifitas yang
membuatnya aman. Dengan menyediakan “pegangan” pada anak, saat mandi menjadi
waktu yang menyenangkan bagi anak kami. Kami ingin mengatakan pada buah hati
kami, “Kamu aman anakku, ayah sama bunda bersamamu”.
Air untuk mandi juga kami siapkan cukup hangat, sehangat kasih
sayang ayah dan bundanya. Kehangatan bagi anak menjadi hal yang penting baik
bagi pertumbuhan fisiknya maupun perkembangan psikologisnya. Kami sudah
terbiasa setelah mandi memakaikan bajunya dan membedongnya pada sebulan
pertama. Bedong bagi bayi ternyata menjadikannya terasa hangat dan nyaman. Kami
belajar mengamati dari ibu mertua yang membedongnya saat pekan pertama. Ibu
mertua saya sempat minta diajari sama perawat ketika menjelang pulang
persalinan istri saya di rumah sakit saat itu. Karena itulah, kami menyadari
sebagai orangtua perlu banyak pelajar. “Biarkan kami belajar anakku, kami masih
orangtua yang baru”, begitulah ucap saya pada awal-awal pekan pertama saat
mendapati anak saya menangis.
Sebagai orangtua, saat mendapati anak terasa tidak nyaman atau
menangis, tentunya ingin segera bertindak untuk menjadikan anak nyaman kembali.
Sama-sama terdengar sebagai tangisan tetapi ternyata memiliki makna yang
beragam. Istri saya yang belajar linguistik saat S2 juga perlu banyak belajar
untuk mengidentifikasi apa yang sebenarnya dimaui oleh anak kami. Saya sebagai
orang yang belajar psikologi apalagi, benar-benar sadar bahwa saat menjadi
orangtua adalah saat belajar psikologi yang sesungguhnya. Hal itu juga yang
barangkali menjadikan Abraham Maslow memiliki pandangan baru tentang manusia
saat kelahiran anaknya. Pandangan-pandangannya yang sekarang dikenal dunia
psikologi sebagai psikologi humanistik.
Sempat terpikirkan oleh kami untuk tidak segera meresponnya ketika
anak kami menangis. Pikirnya biar anak kami juga belajar bertoleransi,
menunggu, sabar barulah kami menyediakan yang dimauinya. Syukurlah, hal
tersebut tidak kami lakukan setelah kami merenungkan kemungkinan yang akan
terjadi selanjutnya. Masa-masa anak usia 0-2 tahun adalah masa-masa anak
belajar tentang “trust” pada
lingkungan sosialnya. Jika orangtua dengan segera merespon anak, maka anak akan
belajar “trust” pada orangtuanya
bahwa orangtuanya ada untuk dirinya. Dalam diri anak terbangun rasa aman
sehingga tidak mudah rewel, merajuk, dan mudah ditenangkan. Usia 0-2 tahun
bukanlah saat yang tepat untuk membiarkan anak menangis, walaupun menangis itu
katanya bagus untuk kesehatan jantung. Jika anak terbiasa menangis lama baru
mendapat respon, anak akan membuat pola ketika ada hal kecil lalu menangis. Sebelum
itu terjadi, jadikanlah masa-masa 0-2 tahun sebagai masa memberikan kenyamanan
dengan respon yang sigap atas ketidaknyamanan yang dirasakan anak. Bangunlah
pondasi “trust” yang kuat dalam diri
anak. Tidak perlu terburu mengajarkan anak kesabaran menunggu atau tolerasi
atas “kemalasan” dalam kesegeraan merespon anak. Sekali lagi, belum saatnya
anak belajar “autonomy” atau
kemandirian.
Bayi yang masih sangat tergantung pada lingkungan menggunakan pola
stimulus dan respon dalam berinteraksi dengan lingkungan. Anak memberikan
stimulus, orang disekitarnya merespon. Respon yang diberikan sekaligus
berfungsi sebagai hadiah bagi anak sehingga akan memperkuat terbangunnya sebuah
pola perilaku. Tidak segera memberikan respon bisa ditanggapi anak sebagai
hukuman dan pahamilah bahwa setiap orang tidak akan suka menerima hukuman
apalagi anak-anak. Kuatkanlah “trust” anak
dengan terbiasa memberikan respon (hadiah) baginya. Sebagai orangtua,
kebahagiaan orangtua itu adalah bisa memberikan hadiah pada anak. Tidak perlu
khawatir anaknya nanti menjadi manja atau tidak mandiri. Setiap masa
pertumbuhan, ada tugas perkembangan. Orang belajar itu semua ada waktunya.
Usia selanjutnya ketika anak dengan kemampuannya sendiri sudah
mulai mengeksplor lingkungan, itulah masa anak belajar “autonomy” atau kemandirian. Benda-benda di lingkungan dilihat anak
sebagai sesuatu yang menarik untuk didekati, dipegang, dirasakan, dan
diperlakukan apa saja. Pada saat yang demikian, anak ingin dengan mandiri bisa
belajar dari lingkungan. Anak butuh dukungan dari orangtua dengan memberikan
kepercayaan pada anak. Karena itulah, pada tahapan sebelumnya penting untuk
membangun “trust” dalam diri anak. Kemampuan
anak menjadi berkembang dengan dukungan yang diberikan orangtua melalui
pemberian kesempatan anak untuk melakukan dengan sendiri. Masa-masa autonomy menjadi masa yang penting
terbangunnya kepercayaan diri anak. Ketika anak memiliki rasa ingin tahu lalu
diberi kepercayaan dan dukungan oleh orangtua, kemudian anak mencoba dan
berhasil, maka terbangunlah kepercayaan diri anak.
Kepercayaan diri menjadi hal yang penting bagi anak untuk tahapan
perkembangan pada usia berikutnya. Seiring bertambahnya usia, semakin luas
lingkungan interaksi anak. Awalnya orangtua dan saudara lalu teman sebaya,
teman sekolah, masyarakat dst. Modal kepercayaan diri akan menentukan
perfomansinya saat nantinya berinteraksi dengan lingkungan yang lebih luas. Keyakinan
diri bahwa dirinya memiliki kemampuan, mendapat dukungan, dan ada kesempatan
luas untuk melakukan sendiri. Saat-saat anak belajar memiliki dan membuat
keputusan dengan tetap adanya dukungan dari orangtua. Begitu menyenangkan menjadi orangtua. ^_^
(Ayahnya
Syira)
0 komentar:
Post a Comment