Saturday, August 23, 2008

Sensitifitas Terhadap Makna dan Simbol


-->
Masing-masing orang mempunyai cara yang khas dalam mengkspresikan batinnya, mengekspresikan apa yang dimauinya dari orang lain. Cara berkomunikasi verbal dan non verbal tidak sama atara daerah satu dengan yang lain. Solo terkenal dengan tutur katanya yang lemah lembut, jawa timuran dengan nada bicara yang tinggi, atau teman-teman Kebumen dan sekitarnya yang termasyur dengan logat ngapaknya. Semua tadi memberikan kekhasan cara menyampaikan bagi masing-masing daerah, tidak ada yang lebih baik atau lebih buruk.
Beda cara menyampaikan terkadang menjadikan beda dalam tanggapan. Orang jawa khususnya Jawa Tengah ada yang menganggap kurang asertif, tidak bicara apa adanya. ”Mari mampir mas. Makan dulu.” Kemudian dijawab, ”Terima kasih saya sudah makan, lain kali saja.” Padahal belum makan tetapi menolak tawaran yang diberikan. Hal yang demikian tidak bisa dikatakan bohong dan dianggap bersalah.
Orang dewasa, anak-anak, semua orang mengekspresikan dirinya namun dengan cara yang tidak sama. Bayi menangis sebagai ungkapan bahwa dia membutuhkan perhatian dari orang-orang di sekitarnya. Seandainya sudah bisa bicara barangkali yang mencoba untuk diminta adalah air susu karena kehausan, meminta untuk ditemani karena takut sendirian, atau menolak digendong karena tidak menyukai orang yang menggendongnya. Semakin dewasa semakin bermacam cara mengekspresikan dirinya.
Sayangnya, tidak semua ekspresi itu dimengerti oleh orang lain dan tidak semua ekspresi mendapat tanggapan sesuai yang diharapkan. Pernah suatu ketika dalam perjalanan pulang dari Jakarta ke Semarang dengan kereta, saya bertemu dengan seorang remaja putri yang masih duduk di SMA. Kebetulan waktu itu duduk dalam satu deretan kursi sehingga kami bisa ngobrol selama perjalanan.
Dia pergi ke Jakarta tanpa sepengetahuan orangtuanya dan sudah ada satu minggu di sana. Padahal sudah mulai hari aktif sekolah namun yang terjadi malah memutuskan untuk tidak masuk sekolah dan pergi ke rumah pamanya di Jakarta. Kenapa bisa demikian berani pergi ke Jakarta sendirian? Singkat cerita, orangtuanya termasuk orang yang sibuk dengan pekerjaan. Setiap harinya pulang sudah cukup larut dan pagi-pagi benar sudah harus berangkat bekerja. Jarang orangtua berinteraksi dengan remaja putri tadi, ketika pulang putrinya sudah tidur, tidak sempat makan malam bersama. Sama halnya ketika pagi hari, sudah berangkat tidak sempat sarapan pagi bersama. Hampir-hampir setiap hari demikian, di sisi lain aktifitas keseharian remaja tadi sekolah, belajar, nonton televisi, sedikit bergaul dengan temannya sehingga mengalami kejenuhan dan memutuskan untuk pergi ke Jakarta.
Seorang remaja yang secara alamiah dihadapkan pada krisis identitas diri. Siapa sejatinya saya? Dalam proses penemuan dirinya itulah dibutuhkan orang-orang yang bisa membimbing dan mengarahkan. Orangtua yang diharapkan bisa memberikannya ternyata disibukkan oleh pekerjaan. Kesibukan yang memang harus diakui untuk kebahagian anaknya juga namun bagi seorang remaja, perhatian dan bimbingan untuk menemukan dirinya jauh lebih berharga dibanding yang lain.
Seandainya diverbalisasikan barangkali yang mencoba disampaikan adalah keluhan, nada protes dari seorang anak kepada orangtuanya karena selama ini merasa kurang mendapat perhatian. ”Ayah-Bunda, Nanda tidak butuh uang. Nanda butuh perhatian dari Ayah-Bunda. Nanda merindukan makan malam, sarapan pagi, dan berlibur bersama Ayah-Bunda.” Kalau orangtua tidak memahami kepergian itu sebagai ungkapan anak membutuhkan kasih sayang maka boleh jadi yang muncul bisa berupa tanggapan yang salah. Menganggap anak bandel, tidak menurut dengan orangtua, pergi dari rumah tanpa bicara terlebih dulu.
Tidak akan terjadi masalah ketika orangtua dengan bijaksana dan penuh empati menanggapinya, ”Ayah-Bunda memang disibukkan dengan pekerjaan. Nanda, maafkan Ayah-Bunda, ya. Nanda sampaikan saja apa yang Nanda rasakan, Ayah-Bunda berjanji akan mendengarkannya dengan baik. Ayah-Bunda memang salah.” Kemudian dengan lembut orangtua membuat anak tenang dengan mengatakan, ”Ayah-Bunda akan menyediakan waktu untuk Nanda, biarlah urusan pekerjaan diurus oleh teman-teman Ayah-Bunda. Kita akan berlibur.”
Kehidupan keluarga yang begitu dirindukan oleh remaja manapun. Orangtua yang senantiasa memberikan bimbingan bagi anak untuk menemukan jati dirinya, keterbukaan dalam komunikasi, empati, dan saling menghormati masing-masing.

1 comment:

  1. Ya, gara-gara mood lagi tidak bagus, sms yang biasa jadi pemicu kemaraha. So, mesti lebih bijak dan hati-hati memaknai apapun.

    ReplyDelete