Friday, December 13, 2013

#SebuahRefleksi: Menjadi Manusia


Beberapa waktu lalu, tempat saya praktek (Yakkum, Yogyakarta) mengadakan Peringatan Hari Disabilitas Internasional. Kegiatannya berupa lomba mewarnai yang pesertanya adalah anak-anak yang mengalami disabilitas dan anak-anak dari sekolah sekitar yang diundang. 


Ada hal yang menarik yang menjadi perhatian saya saat anak-anak mulai mewarnai. Saat itu, para orangtua yang mengantar diminta untuk mengambil jarak (menjauh) dari anaknya. Namun demikian, saya melihat ada orangtua-orangtua yang dari kejauhan memberi instruksi akan warna-warna yang digunakan oleh anaknya untuk mewarnai. Anaknya sendiri bukannya tenang tetapi justru tampak cemas dibandingkan anak-anak lain yang mengambil pilihan warna sesuai keinginan mereka. 


Saya tidak yakin jika orangtua ikut mewarnai, hasilnya akan menjadi juara. Saya berpikir, mengapa anak-anak itu tidak dibiarkan saja mewarnai sesuai keinginan sendiri? Membiarkan mereka bertumbuh inisiatifnya, kepekaannya, dan keberanian dalam mengambil keputusan akan warna-warna yang dipilih. Bukankah dalam kehidupan ini, mereka dihadapkan akan pilihan-pilihan? Memberikan kepercayaan pada mereka untuk melakukan akan menjadi modal yang bagus untuk masa depan mereka. Bagaimana jika mereka tidak juara? Memberi penghargaan atas apapun yang dicapai, itulah hal yang bisa dilakukan. “Bagaimana kalau …..?”


Kecemasan, ketakutan, kekhawatiran adalah tema-tema yang seolah melatarbelakangi. Perasaan cemas, takut, khawatir akan kegagalan, ketidaksempurnaan, dan harapan-harapan lebih atas pencapaian. Banyak orang yang menghindari ketakutan, menghindari rasa sakit, tidak ingin susah demi lebih memilih aman. Pada kenyataannya, kehidupan ini berisi ketakutan-keberanian, siang-malam, dan semuanya berpasangan. Mengapa tidak membiarkan diri mengalami ketakutan, kecemasan, rasa sakit, rasa susah sebagai kesempatan belajar menjadi manusia seutuhnya? 


Orang yang tidak memiliki mobil mengira jika memiliki mobil, kebahagiaannya akan meningkat. Dia lupa bahwa setelah sekian lama menggunakan mobil, dia akan merasa bosan dan anggapan tentang mobil yang membahagiakan berkurang. Orang mengira jika tidak merasakan sakit itu seolah hal yang selalu diinginkan. Di sisi lain, ada orang yang sebagian tubuhnya tidak merasa sakit, bahkan tidak merasakan apapun walau dicubit keras. Sadarlah kita bahwa memberi kesempatan pada diri untuk menerima apa-apa yang ada dalam kehidupan ini merupakan hal yang menyenangkan. Membiarkan diri dengan percaya diri menghadapi kemungkinan-kemungkinan? 


Ketakutan bukanlah musuh yang harus dihindari dan dibenci. Bukankah terkadang ketakutan itu mengajarkan kita akan keberanian setelah melampauinya? Bukan lagi dualitas yang kita lihat dalam kehidupan ini tetapi kontunuitas. Biarkan diri bertumbuh dan terus bertumbuh. Saat kita takut, saat itulah kita sadar bahwa kita hanyalah manusia biasa. Sebagai manusia biasa, ada sisi berani dalam diri kita yang selama ini kita abaikan. Mengapa tidak membiarkannya kesempatan bertumbuh?

0 komentar:

Post a Comment