Beberapa
waktu lalu, tempat saya praktek (Yakkum, Yogyakarta) mengadakan Peringatan Hari
Disabilitas Internasional. Kegiatannya berupa lomba mewarnai yang pesertanya
adalah anak-anak yang mengalami disabilitas dan anak-anak dari sekolah sekitar
yang diundang.
Ada hal yang menarik yang menjadi perhatian saya saat anak-anak
mulai mewarnai. Saat itu, para orangtua yang mengantar diminta untuk mengambil
jarak (menjauh) dari anaknya. Namun demikian, saya melihat ada orangtua-orangtua
yang dari kejauhan memberi instruksi akan warna-warna yang digunakan oleh
anaknya untuk mewarnai. Anaknya sendiri bukannya tenang tetapi justru tampak
cemas dibandingkan anak-anak lain yang mengambil pilihan warna sesuai keinginan
mereka.
Saya
tidak yakin jika orangtua ikut mewarnai, hasilnya akan menjadi juara. Saya
berpikir, mengapa anak-anak itu tidak dibiarkan saja mewarnai sesuai keinginan
sendiri? Membiarkan mereka bertumbuh inisiatifnya, kepekaannya, dan keberanian
dalam mengambil keputusan akan warna-warna yang dipilih. Bukankah dalam
kehidupan ini, mereka dihadapkan akan pilihan-pilihan? Memberikan kepercayaan
pada mereka untuk melakukan akan menjadi modal yang bagus untuk masa depan
mereka. Bagaimana jika mereka tidak juara? Memberi penghargaan atas apapun yang
dicapai, itulah hal yang bisa dilakukan. “Bagaimana kalau …..?”
Kecemasan,
ketakutan, kekhawatiran adalah tema-tema yang seolah melatarbelakangi. Perasaan
cemas, takut, khawatir akan kegagalan, ketidaksempurnaan, dan harapan-harapan
lebih atas pencapaian. Banyak orang yang menghindari ketakutan, menghindari
rasa sakit, tidak ingin susah demi lebih memilih aman. Pada kenyataannya, kehidupan
ini berisi ketakutan-keberanian, siang-malam, dan semuanya berpasangan. Mengapa
tidak membiarkan diri mengalami ketakutan, kecemasan, rasa sakit, rasa susah
sebagai kesempatan belajar menjadi manusia seutuhnya?
Orang
yang tidak memiliki mobil mengira jika memiliki mobil, kebahagiaannya akan
meningkat. Dia lupa bahwa setelah sekian lama menggunakan mobil, dia akan
merasa bosan dan anggapan tentang mobil yang membahagiakan berkurang. Orang
mengira jika tidak merasakan sakit itu seolah hal yang selalu diinginkan. Di
sisi lain, ada orang yang sebagian tubuhnya tidak merasa sakit, bahkan tidak
merasakan apapun walau dicubit keras. Sadarlah kita bahwa memberi kesempatan
pada diri untuk menerima apa-apa yang ada dalam kehidupan ini merupakan hal
yang menyenangkan. Membiarkan diri dengan percaya diri menghadapi
kemungkinan-kemungkinan?
Ketakutan
bukanlah musuh yang harus dihindari dan dibenci. Bukankah terkadang ketakutan
itu mengajarkan kita akan keberanian setelah melampauinya? Bukan lagi dualitas
yang kita lihat dalam kehidupan ini tetapi kontunuitas. Biarkan diri bertumbuh
dan terus bertumbuh. Saat kita takut, saat itulah kita sadar bahwa kita
hanyalah manusia biasa. Sebagai manusia biasa, ada sisi berani dalam diri kita
yang selama ini kita abaikan. Mengapa tidak membiarkannya kesempatan bertumbuh?