Tuesday, September 28, 2010

Aku Nanti di Gunung Fuji


“Anda bukannya kak, Arim?” sapa perempuan itu dengan nada ragu, setengah tidak percaya.
Suasana pesawat boleh dibilang cukup hening. Mereka sibuk dengan aktifitas sendiri, ada yang membaca koran, majalah, tidur, ada pula yang diam memandang ke luar. Getaran pesawat sedikit terasa, mendakan ketinggian bertambah. Rumah-rumah penduduk semakin lama hanya kelihatan seperti titik-titik kemerahan akhirnya lenyap digantikan sedikit awan putih.
Pesawat Jakarta-Beijing sudah hamper 1 jam terbang. Seorang pramugari menghampiri seorang laki-laki yang duduk di bagian tengah. Sepertinya ada yang dia butuhkan.
“Anda bukannya kak, Arim? Kakak kelas saya?” tanya pramugari itu.
“Dik, dirimu jadi pramugari di sini?” jawab lelaki itu sedikit terhenyat melihat seorang perempuan di hadapannya. Wajah perempuan itu tidaklah asing bagi dirinya. Dia adalah adik kelasnya waktu kuliah dulu dan sempat mengambil mata kuliah yang sama.
Sudah kali ketiga ini sebenarnya dia menaiki pesawat yang sama untuk tujuan Jakarta-Beijing. Kali pertama dalam rangka keberangkatan memenuhi undangan kedutaan besar RI di Jepang. Di sana dia diminta untuk presentasi community development yang selama ini dikembangkannya di wilayah Jawa Tengah. Kali kedua dalam rangka pertemuan dengan kolega pengembangan SDM untuk beberapa perusahaan Jepang di Indonesia. Namun demikian, perjalanan ke Jepang yang ketiga inilah tampaknya yang spesial. “Ngeteh”, ya ngeteh. Keberangkatan untuk memenuhi undangan sahabat-sahabatnya satu angkatan dulu. “Ngeteh sambil menikmati keindahan Gunung Fuji”.
Dulu, semuanya boleh dibilang hanya angan-angan tetapi sekarang semuanya menjadi sebuah kenyataan. Entahlah, sepertinya memang sudah menjadi tabiat alam, mereka yang memiliki impian dihadapkan dengan kenyataan keadaan. Realitas keadaan yang umumnya menjadi semacam kendala, alasan, mungkin pula penghalang seseorang untuk merajut dan merangkai gemilang masa depan.
Use your imajination to creat the future don’t use your memories”. Mereka yang menggunakan rekaman masa lalu untuk merangkai masa depan terutama pengalaman masa lalu tidak menyenangkan hanya akan dihadapkan pada hambatan, keterbatasan bahkan ketidakberdayaan. Keadaan yang menjadikan seseorang semakin sempit ruang imajinasi.nya Padahal, ruang imajinasi adalah ruang kebebasan untuk membangun kenyataan. Dari ruangan itulah kaberanian dimulai, energi, pencapaian, dan keyakinan bisa menemukan kesejatiannya. Hanya dibutuhkan kemenangan dan keberhasilan kecil berulang untuk menguatkan menjadi kenyataan. Ya, itulah keadaan mereka dan apa yang mereka lakukan sekian tahun yang lalu.
Masih jelas dibenaknya sharing pekanan bercerita tentang impian. Hanya sebagian yang bersedia menyampaikan keinginan mereka di masa depan. Seolah-olah menanggung dosa besar jika impian itu tidak menjadi kenyataan. Seakan aib jika orang lain tahi impiannya. Namun, dia yakian dalam hati teman-temanya pastilah ada semangat, energi besar yang akan mentransformasi bayangan dan angan menjadi realitas. Tidak butuh waktu lama ternyata, kepompong yang dulu diam dan malu-malu sekarang menjadi kupu-kupu dengan ragam keindahan. Kupu-kupu yang menjadikan taman negeri ini semakin indah. Ada yang menjadi konsultan SDM, penulis, dosen, pengusaha tour and travel, pemiliki rumah sakit, ada pula yang memiliki klinik, konsultan kesehatan masyarakat, pengusaha sesuai bidang mereka, ada yang besar di pemerintahan, ada pula yang besar dari sektor swasta, dan ada juga di pelayanan publik. Arab, Thailand, Jerman, Singapura, Malaysia, UK, Afrika Selatan, US, dan banyak Negara yang pernah mereka singgahi.
Ada yang bilang, bekal utama yang Tuhan berikan pada manusia adalah keyakinan. Manusia diminta untuk terus menjaga keyakinanan pada Tuhan dimanapun dan sampai kapanpun. Keyakinan akan potensi yang dimiliki, masa depan yang cerah, orang-orang juga lingkungan memberi suplai energi meraih mimpi. “Yakin bisa pasti bisa, jujur, disiplin, berani, dan kerja keras!” untaian kalimat yang menjadi jargon.
Semua menjadi kenyataan dan sebentar lagi akan bertemu dengan mereka di Jepang. Melihat putihnya salju Gunung Fuji, merasai udara dingin pegunungan sambil menikmati hangatnya secangkir teh yang mengepul dengan aromanya yang khas. Duduk bercengkrama, bereuni bersama teman-teman lama, masing-masing membawa keluarga, dan saling bercerita perjalanan suksesnya. Itulah hal yang spesial di perjalanan kali ini.
“Halo…Mas Arim melamun? Masih ingat nama saya?” tanya pramugari yang tidak lain adalah adik kelasnya itu.
“Ee…Saya hanya kaget, sudah tiga kali menaiki pesawat yang sama tetapi baru kali ini bertemu. Saya masih ingat, dong. Siapa yang tidak ingat perempuan secerdas dirimu?” jawabnya menyembunyikan kekagetan.
“Ngomong-ngomong, siapa perempuan cantik dan anak kecil yang manis di sebelah Mas Arim?”

-->
Pariman Siregar: Penulis Buku Master from Minder dan Founder QMC
Terima kasih spesial untuk Guru saya di Semarang Bpk Effendi Nogroho beserta keluarga atas bimbingannnya.
Teman-teman di Etos Semarang baik pendamping maupun etoser.
Buat seluruh pembaca Master from Minder, terima kasih juga untuk my mastermind in Quantum Motivation Center; Fifi, Yekti, Ali, Fery, dan Wahyu.

1 comment:

  1. hmm apa hanya yakin?
    Wlawpun kuat,tp kalo g pke usha n doa ga ad kkuatanny mas. .

    ReplyDelete