Saturday, February 6, 2010

Giving Moment, Pembuka Kelimpahan

“It’s time for me to educate my family and every people.”

Tanggal boleh saja berwarna merah. Akhir pekan sah-sah saja dideklarasikan sebagai hari liburan. Ada waktunya untuk bekerja, ada saatnya untuk diri dimanja-manja. Di saat yang lain merayakankemerdekaansetelah seminggu dalampenjajahan’, dia justru menyediakan waktunya untuk orang lain. Mr. Karnadi, dia menamakan akhir pekannya, “giving moment.”
"Giving moment."


Akhir pekan disediakan khusus untuk mendidik keluarga, sharing, dan berbagi dengan banyak orang. Seminggu digunakan untukegoismengurusi bisnis teknologi jaringan. Kesempatan akhir pekan dirasa perlu sebagai penyeimbang kehidupan. Ya, memang demikian adanya perlu keseimbangan dalam kehidupan. Seperti dicontohkan Umar bin Khatab; siang dia gunakan untuk dunia dan mengurus rakyat, malam hari untuk keluarga dan berkhalwat dengan Tuhannya. Keseimbangan, keadilan, tawazun begitu kira-kira istilahnya. Bukankah milyaran planet di jagat raya ini mengajarkan akan keseimbangan? Kunci agar semuanya bisa terus berjalan sehingga mendukung keseimbangan.
"Planet-planet peran dalam kehidupan."

Setiap diri sebagai pusat orbit edaran. Mereka yang tidak memilikigaya gravitasi’ yang kuat bisa menyebabkan disfungsi salah satu planet peran. Layaknya planet dalam tata surya kita, apa yang terjadi ketika tiba-tiba bumi berhenti beredar? Atau matahari yang menjadi salah satu bintang dalam galaksi bima sakti berhenti? Tabrakan, ya tidak berjalannya salah satu planet berarti menandakan lepasnyagaya gravitasipusat tata surya. Dengan kata lain, tinggal menunggu lepasnya atau kehancuran tata surya tersebut. Bisnis sukses tetapi jika keluarga tidak harmonis, anak tidak mendapat perhatian bisa dipastikan tidak lengkap kebahagiaan yang didapatkan.
"Giving adalah layaknya satelit."

Ada ada bintang yang jadi pusat tata surya, ada planet yang mengitarinya, dan ada satelit bagi planet-planet. Giving kalau boleh dibilang layaknya satelit. Dalam berbagai planet peran sudah semestinya ada satelit giving yang mengelilinya. Satelit yang akan membuat berjalan baiknya planet peran. Anda bisa bayangkan seandainya tidak ada satelit di bumi? Kita mungkin tidak akan menemui acara televisi, mengakases internet, komunikasi jarak jauh dengan HP dst. Satelit itu membuka peluang kemudahan-kemudahan lain dalam kehidupan. Demikian pula satelit giving, dia yang akan membukakan jalan kemudahan dalam berbagai kehidupan planet peran. Kita bisa cermati mengapa orang kaya semakin kaya saja padahal banyak juga uang yang disumbangkan pada orang lain. Itulah rahasia yang tidak banyak orang tahu. Kekayaan mereka semakin bertambah dengan memberi lalu mereka semakin memberi banyak maka semakin banyak saja pertambahan kekayaan yang dimiliki. Karena giving itu kemudian membukan banyak jaringan, banyak orang yang memberi kepercayaan, dan banyak orang mendoakan. Justru do’a itu yang menjadi pembuka pintu langit sehingga banyak rejeki nomplok yang tiba-tiba datang pada saat dibutuhkan.
"Spiritual Capital Danah Zohar & Ian Marshall"

Dalam istilah Danah Zohar & Ian Marshall bisa dikatakan giving merupakan praktek dari konsep Spiritual Capital yang ditulisnya. Seperti sebuah kisah dalam buku Spiritual Capital dimana spiritual capital mampu menggerakkan WHO, Bank Dunia, dan sejumlah pemerintah negara Dunia Ketiga, dan LSM untuk memproduksi Mectizan. Mectizan merupakan obat untuk menangani penyakit river blindness yaitu penyakit akibat gigitan lalat hitam yang mampu menyebabkan kebutaan.
"Merck yang menggerakkan suara hati dunia."

Awalnya, sebuah perusahaan bernama Merck bersemangat membiayai riset untuk membuat obat Mectizan. Riset yang jauh dari keuntungan material karena para penderita river blindness adalah penduduk Afrika yang miskin. Tidak ada gunanya menjual dengan harga murah, toh murah sekalipun penduduk di sana tidak mampu membelinya. Akhirnya, obat yang diuat dibagikan begitu saja padahal nilainya hampir mencapai US$ 250 juta. Anda bisa hitung dalam rupiah berapa angka nol di belakangnya? (250.000.000 x Rp. 10.000,00 = Rp 2.500.000.000.000,00).
"Giving dan keajaiban."

Saya yakin banyak keajaiban yang Merk terima setelah tindakan itu. Apresiasi dari Business Week, ditulisnya sebagai contoh oleh Danah Zohar & Ian Marshall dalam Spritual Capital, dan seluruh dunia mengenal perusahaan tersebut hanyalah bonus. Kebahagiaan itu saya pikir sesuatu yang tak ternilai harganya. Enak kayaknya jika seorang muslim bisa membantu sebanyak itu sebagaimana para sahabat dulu. Surga dengan keindahan sungai-sungai dan bidadarinya sepertinya makin nyata saja.
"Giving dan keharusan."

Tidak kurang-kurangnya Islam mengajarkan umatnya untuk giving. Kalau sebagian harta yang kita miliki diberikan pada orang lain tentu akan berkurang dong? Ya, wajar jika kemudian banyak yang enggan, khawatir jika hartanya berkurang. Dalam logika manusia, memberikan apa yang dimiliki kepada orang lain memang menjadi berkurangnya harta yang dimiliki. Namun, dalam logika keimanan, Allah SWT menegaskan, “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah (misalnya: kepentingan jihad, pembangunan perguruan, rumah sakit, usaha penyelidikan ilmiah dll) adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui” (QS Al Baqarah: 261).
"Giving: kebiasaan dan kelimpahan."

Islam juga mengajarkan umatnya untuk menjadi manusia yang bisa membantu orang lain, menjadi rahmat bagi seluruh dunia. Dalam Al Qur’an banyak disebutkan perintah-perintah untuk kita bersedekah, menafkahkan harta di jalan Allah SWT. Rukun Islam yang terakhir adalah haji, tentu butuh harta untuk berangkat ke sana. Sholat butuh pakaiannya yang baik, puasa diharapkan kita bisa berbagi buka dan banyak beramal ketika ramadhan, dan kita didorong-dorong untuk membayar zakat bukan menerima zakar. Rasulullah juga mengajarkan untuk berbagi sayur dengan tetangga jika kita masak. Setidak-tidaknya jika tidak punya harta yang diberikan, kita diminta untuk menebar senyum, salam, dan sapa. Senyum sekalipun juga dihitung sedekah. Tidak ada alasan untuk tidak bisa memberi, membuka bendungan, mengalirkan apa yang dimiliki untuk dibagikan kepada orang lain.

-->
Pariman Siregar: Spiritual Inspirator & Penulis Buku Master from Minder

0 komentar:

Post a Comment