Friday, January 13, 2012

Engkau Yang Paling Mengerti


Kisah hikmah di sebuah negeri yang dimpin oleh raja yang bijaksana. Kala itu, Raja ingin mengetahui tingkat kejujuran para rakyatnya. Diumumkanlah kepada masyarakat agar esok lusa setiap orang mengumpulkan segelas madu. Satu demi satu secara bergiliran mereka akan menuangkan madu yang mereka bawa dalam sebuah drum besar yang sudah disiapkan di tengah alun-alun kota.

Keesokan harinya, antrian panjang terlihat di alun-alun kota. Masing-masing dari mereka sudah siap dengan gelas yang dibawanya. Dalam keramaian itu, ada seorang yang mengangguk-angguk, dan tersenyum. “Di sini sangat banyak orang, walaupun Raja meminta untuk mengumpulkan madu, andai yang aku masukkan adalah segelar air, tentulah tidak akan ada yang tahu”, begitu pikirnya.
Waktu bergulir menjelang siang. Tinggal hanya beberapa orang yang masih tersisa. Saat tengah hari, lengkap sudah semua orang telah menuangkan isi gelas yang mereka bawa. Betapa kagetnya para menteri yang diminta untuk membuka isi drum yang sudah disediakan. Bukan drum berisi madu tetapi justru isinya air. Coba untuk dicek rasanya. Tidak berasa apa-apa. Coba dicium baunya. Bukan aroma madu yang mereka dapatkan. Nampak ekspresi kecewa para menteri. Raja yang mengamati dari jauh sudah mengetahui maksud ekspresi para menterinya.

“Wahai menteriku apakah yang engkau temui adalah satu drum air, bukan satu drum madu?” tanya Raja ingin memastikan. Para menteri mengangguk, terdiam, dan saling pandang. “Begitulah kenyataannya, mereka berharap orang lain yang membawa madu sedangkan dirinya sendiri berbuat curang dengan membawa air, dan ternyata semua orang berpikir sama”, kata Raja. “Mungkin ada orang yang benar-benar jujur membawa madu tetapi masih lebih banyak yang membawa air sehingga madu yang sedikit itu tidak ada artinya”, lanjut Raja memahamkan.
Merasa tidak bertanggung jawab atas berbagai keadaan yang terjadi seringkali menjadikan semakin parahnya keadaan. Sebuah survei dilakukan terhadap warga ibu kota perihal perilaku membuang sampah sembarangan. Diperkirakan banjir yang sering terjadi salah satunya terkait dengan perilaku membuang sampah. Hasilnya, perilaku membuang sampah sembarangan hampir dilakukan semua orang. Alasannya sederhana, mereka beranggapan bahwa banyak orang melakukan perilaku membuang sampah sembarangan dan itulah yang menjadi pembenaran atas apa yang mereka lakukan.

Berapa banyak orang yang tidak peduli di zaman sekarang ini? Rasa empati dan kebersamaan yang sudah semakin luntur. Berkembang prasangka-prasangkan sosial negatif yang berkembang menjadi kecemburuan sosial, semacam dendam, dan akhirnya pelampiasan dalam perilaku-perilaku yang tidak bertanggung jawab lagi merugikan banyak orang. Kalau urusan pekerjaan dan tanggung jawab, saling lempar-lemparan. Giliran nampak enak dan nyata hasilnya, pada berebutan. Individualisme para pemalas yang inginnya tidak mau berusaha tetapi ikut menikmati hasilnya. Lahirlah pungutan, upeti-upeti, pemalakan, dan perampasan hak milik orang lain.
Jiwa-jiwa heroik itu senantiasa mengambil tanggung jawab, proaktif dalam bertindak, peka dengan keadaan, dan memiliki dorongan dari dalam diri sendiri untuk tampil menyelesaikan permasalahan. Sebuah pelajaran menarik dari Abu Dujanah.

Saat Perang Uhud, Rasulullah SAW mengambil pedang seraya mengatakan, “Siapakah yang bersedia menerima pedang ini?” Setiap orang yang hadir mengangkat tangannya sembari mengatakan, “Saya, saya!” Rasulullah mengulangi ucapan beliau dengan mengatakan, “Siapa yang bersedia menerimanya dengan penuh tanggung jawab?” Semua orang yang ada di sana terdiam. Nampak dari barisan kaum muslimim keluar seorang laki-laki. Dia maju ke depan dan mengatakan, “Saya akan menerimanya dengan penuh tanggung jawab”.
Dari sekian sahabat, Abu Dujanah yang maju dan menyambut seruan Rasulullah dengan tindakan nyata. Dia juga menepati kata-katanya sendiri dengan menggunakan pedang itu berperang di jalan Allah SWT. Sorban merah dikenakannya, yang menandakan kesiapannya untuk mati syahid.

Berapa banyak orang-orang saat waktu sholat tiba, mereka masih berleha-leha. “Masjidnya belum adzan”, begitu alasannya. Apa yang terjadi jika semua orang di sebuah komplek perumahan beralasan demikian. Saling menunggu, tidak merasa bertanggung jawab untuk adzan, akhirnya tidak adzan-adzan, dan tidak pada segera sholat.
Lain keadaannya jika semua orang merasa bertanggung jawab. “Saya yang akan adzan di masjid”, bersitan batin semua orang. Lalu mereka bersiap, mengambil air wudhu, dan berangkat. Tentulah berlomba-lomba dalam kebaikan itu benar-benar nyata. Andai kemudian bukan dirinya yang adzan, tentunya janji pahala akan niat baik didapatinya sebagai balasan amal tersendiri. Bagaimanapun, sepertinya memang tidak banyak orang yang memiliki semangat demikian. Mereka memang orang-orang pilihan dengan tingkat kepedulian luar biasa yang digerakkan oleh suara hati terdalam.

Tidak banyak orang yang berpikir besar. Dari yang tidak banyak itu, semakin tidak banyak yang mengungkapkan. Dari yang tidak banyak yang mengungkapkan itu, semakin tidak banyak yang bertindak. Jadilah yang tidak banyak itu!
Semoga kelimpahan dan kebahagiaan senantiasa bersama kita. Good luck! Untuk sharing, diskusi, konsultasi, permintaan menjadi pembicara (bedah buku, training pengembangan SDM, outbound ds) silahkan kontak melalui hand phone, Fb (Inspiring Man), twitter (@inspirasisegar). Thanks! With Pariman Siregar; Not only motivation but also WISDOM”. Inspiring Man: More Than Inspiring.

(Pariman Siregar; Penulis Buku (MASTER from minder; Magnet Kebahagiaan, Hipnotis Cinta), terapis, trainer, narasumber pengembangan SDM, motivator, dan blogger)

0 komentar:

Post a Comment