Kesadaran akan pentingnya mendidik anak sejak dini sudah lama
disadari oleh masyarakat Indonesia. Hal ini bisa diketahui dari adanya
pesan-pesan bijak yang tesirat dalam pepatah dan budaya masyarakat. Ada pepatah
mengatakan, “Belajar saat usia muda bagaikan mengukir di atas batu sedangkan
belajar di hari tua bagaikan mengukir di atas air”. Belajar semuda mungkin,
ilmu yang didapatkan akan kuat lekat dalam ingatan. Kalau sudah terlalu tua usia,
umumnya mengalami kesulitan dalam mengingat.
Pepatah tersebut berangkat dari kearifan masyarakat. Dalam kajian
psikologi dan perkembangan, selanjutnya diketahui bahwa otak mengalami
pertumbuhan pesat dalam membangun sambungan-sambungan neuron pada usia 6 tahun
pertama. Pada saat tersebut, stimulasi yang diberikan akan mudah ditangkap dan
diserap oleh otak. Itu artinya, waktu-waktu yang sangat penting bagi
pembelajaran. Kita tentu pernah menyaksikan acara di TV berupa ajang menemukan
bakat dan kontes kemampuan anak. Ada anak-anak yang sudah hafal Al Qur’an pada
usia dini. Para orangtua dengan pengetahuannya akan potensi anak memanfaatkan “golden age” untuk mengajarkan anak-anak
tentang menghafal Al Qur’an. Tentu kita juga pernah menyaksikan, ada anak-anak
yang memiliki kemampuan dalam menyanyi maupun bermain musik. Kuncinya ada pada
stimulasi yang diberikan kepada anak sejak dini. Sebagai orangtua, perlu
kiranya untuk belajar banyak tentang perkembangan anak dan cara memberikan
stimulasi sebaik mungkin.
Kajian yang dilakukan Anne Martina dan
Rebecca M. Ryan dari Columbia University bersama dengan Jeanne Brooks-Gunna
dari Georgetown University Amerika
Serikat menunjukan bahwa dukungan yang diberikan ibu sejak dini berperan besar
dalam pembentukan minat dan ketekunan anak. Minat dan ketekunan menjadi hal
yang penting dalam menentukan kemampuan akademik anak. Perlu kiranya dipahami
para orangtua untuk bisa membangun minat dan melatih ketekunan sejak dini. Usia
1-3 tahun sudah bisa dilakukan untuk membangun minat anak.
Dalam kearifan khasanah
tradisi di Jawa misalnya, para orangtua sejak dini sudah mencoba untuk
mengenali minat anak. Seorang anak laki-laki raja, saat sudah bisa merangkak,
maka orangtua meletakkan senjata dan buku di depan anak tersebut. Apa yang
dipilih anak diyakini akan menjadi minatnya. Jika senjata yang dipilih, itu
artinya ketika besar akan menjadi seorang satria atau panglima perang. Jika buku
yang dipilih, itu menandakan bakatnya adalah mendalami ilmu, jadi ulama atau
cendikiawan. Cara sederhana yang pernah ada tersebut, kini sudah berkembang
seiring kemajuan ilmu pengetahuan. Ada tes minat dan bakat atau biasa dikenal
umum sebagai tes psikologi.
Tes psikologi pada dasarnya
merupakan sampel dari perilaku yang diyakini menggambarkan bagian keseluruhan
dari diri seseorang baik potensi maupun kepribadiannya. Sejauhmana orangtua
perlu untuk mengetahu bakat dan potensi anak dengan memberikan tes psikologi?
Hal tersebut masih ada perbedaan pendapat. Kita tentu masih ingat ada yang
setuju dan ada yang tidak setuju saat tes psikologi digunakan dalam seleksi
masuk TK/SD? Masing-masing memiliki argumentasi dan dasar. Karena itulah,
menjadi orangtua yang mengajari anak beragam hal dituntut juga untuk belajar
meningkatkan ilmunya. Bukan hanya meminta anak untuk belajar tetapi belajar
agar menjadi orangtua yang baik juga menjadi hal penting. Orangtua berperan
dalam memberikan dukungan terbaik, membersamai anak, dan menjadikan momen
bersama anak sebagai kebahagiaan.
Kajian yang saya lakukan
terhadap para ayah pada tahun 2013 diketahui bahwa para ayah memiliki
pengalaman puncak bersama dengan anak. Pengalaman tersebut merupakan pengalaman
bermakna, membahagiakan, dan memberikan perubahan bagi seorang ayah. Momen-momen
membahagiakan bagi para ayah sejak mendapati kabar bahwa istrinya hamil,
membersamai istri saat kehamilan, membersamai istri saat persalinan,
membersamai anak saat bermain, mengikuti perkembangan anak dari tahun ke tahun
sampai pada menyaksikan momen membanggakan berupa anak yang meraih prestasi dan
anak menikah. Hal ini menunjukkan bahwa parenting
bukan hanya bermanfaat bagi anak tetapi bagi orangtua sendiri.
Semoga kita menjadi
orangtua yang bijaksana dan membawa keberkahan bagi anak-anak. Aamiin.
(Pariman Siregar)