Saturday, November 24, 2012

Nasehat Cinta Asmaradana


“Gegarane wong akrami, dudu bandha, dudu rupa, among ati pawitane”, itulah sedikit kutipan dari tembang asmaradana. Dalam sastra Jawa dikenal tembang-tembang macapat yang salah satunya dikenal dengan asmaradana. Melalui tembang-tembang macapat, orang-orang Jawa menyampaikan nasehat kepada anak-anaknya. Asamaradana salah satunya. Tembang tersebut berisi gambaran tentang fase dimana seseorang mengalami jatuh cinta atau kasamaran.
MELAYANI PERMINTAAN untuk acara TRAINING PENGEMBANGAN DIRI, motivasi, BEDAH BUKU, & seminar. Hub.085 737 578 678 (Pimen)

“Gegarane wong akrami, dudu bandha, dudu rupa, among ati pawitane” memberikan pesan kepada siapa saja yang ingin membangun rumah tangga bahwa rumah tangga haruslah dibangun dengan landasan yang kuat. Landasan orang berumah tangga bukanlah karena harta dan rupa tetapi semata-mata bermula dari hati. Apakah yang dimaksud bermula dari hati? Berumah tangga haruslah diawali dengan niat yang lurus dan cinta yang tulus. Dengan kedua hal tersebut rumah tangga dibangun mencapai sakinah mawadah warahmah.


Mengapa harus bermula dari hati? Dalam konsepsi Jawa ada sebutan yang unik untuk pasangan hidup yaitu garwa (sigaraning nyowo) atau belahan jiwa. Dalam Bahasa Indonesia kita mengenal dengan istilah pasangan hidup sebagai “jantung hati” sedangkan anak yang lahir dari sebuah rumah tangga disebut “buah hati”. Demikian indahnya bermula dari hati (cinta). Cinta ranahnya dalam emosi bukan kognisi. Cinta letaknya bukan di kepala tetapi ada dalam dada. Cinta itu perihal rasa bukan logika. Cinta adalah getaran jiwa karenanya bergetarlah dada saat mengalaminya. Getaran cinta akan ditangkap oleh pemilik getaran yang sama. Jadilah keduanya beresonansi, saling mengerti, saling memahami, bukan lagi kata-kata untuk berkomunikasi. Dalam diam sekalipun, mereka saling memahami.
  
Silakan dishare note ini. ^_^


Seorang penulis, motivator, trainer yang sedang mendalami psikologi dan bercita-cita menjadi suami juga ayah yang menginspirasi dengan cinta.


Kontak Untuk Permintaan Mengisi Training, Workshop, dan Seminar Pengembangan Diri
www.parimansiregar.blogspot

FB: Inspiring Man

Email: pariman@mail.ugm.ac.id

Hp: 085 226 992 485

PIN: 321358C0

Wednesday, October 10, 2012

Beringin dan Semangka


Seorang laki-laki duduk terdiam di bawah pohon beringin. Perlahan, dia merebahkan badannya. Udara siang yang panas dan semilirnya angin membuatnya terasa begitu nyaman. Pandangan matanya menerawang ke atas menerobos rimbunnya dedaunan. Tersentaklah kemudian. 

“Tuhan tidak adil”, begitu ucapnya. 

Dilihat buah beringin yang kecil-kecil padahal pohon beringin besar-besar. Benar-benar tidak adil karena ada pohon yang kecil tetapi buahnya besar. Tanaman melon pohonya kecil, buahnya besar, adilkah? Kalau buah semangka yang sebesar kepala tetapi pohonnya hanya sebesar kelingking, apa itu adil? 

“Ah, Tuhan benar-benar tidak adil”, gerutunya.

“Plug”, tiba-tiba. “Apa ini?”, terhenyak kaget sambil mengusap hidupnya. 

Ternyata ada buah beringin masak yang jatuh tepat di hidung lelaki itu. Seketika dia memohon ampun, berulang kali sembari bersyukur. 

“Untungnya buah beringin kecil sehingga hidung saya selamat”, ucapnya. 

“Coba kalau buah pohon beringin sebesar buah semangka, bukan hanya hidung tetapi kepala saya bisa benjut kejatuhan buahnya”, sesal, geli, dan syukur bercampur. 

“Sekarang saya baru tahu dan yakin bahwa Tuhan itu adil dan benar-benar adil”, dengan yakin dia berkata. 

Pariman SIregar

Clinical Psychology of Gadjah Mada University

Monday, September 10, 2012

Unfinished Bussiness: Berdamai dengan Diri Sendiri


Pernahkah merasa sangat ingin melakukan sesuatu dan paham betul bahwa sesuatu itu baik tetapi entah kenapa seolah berat untuk melaksanakannya? Mungkin pula sudah sekian kali mencoba membangun hubungan tetapi sekian kali juga hubungan tersebut berakhir tidak menyenangkan? Entah berapa banyak mencoba membuka usaha, sekian banyak pula menghadapi kegagalan? Antara orang yang satu dengan yang lain mungkin memiliki hal yang berbeda tetapi polanya serupa. Ada semacam penghambat dari dalam diri yang disadari keberadaannya menghambat tetapi belum juga mendapatkan penyelesaian. Saya menyebutnya, “Unfinished Bussiness”.
 
Beban masa lalu yang belum terselesaikan, terbawa ke masa sekarang, dan mengakibatkan hambatan dalam pencapaian. Ibaratkan kerjaan kantor yang setiap belum selesai kemudian dimasukkan dalam tas kerja, makin hari kian bertambah, dan semakin berat pula membawanya. Mau tidak mau, setiap pekerjaan yang belum selesai mesti dikerjakan. Jika tidak bisa diselesaikan sendiri bisa meminta bantuan pada orang lain. 

Secara psikologis, beban yang mengganggu bisa dibilang adalah beban emosional. Isi dari perasaan tidak menyenangkan dari pengalaman-pengalaman dari masa lalu yang belum sempat tersolusikan. Perasaan kegagalan, rasa tidak berdaya, kecil hati, perasaan tidak mampu, dan berbagai hal yang terakumulasi dari pengalaman tidak menyenangkan yang berulang. Sungguh pastinya hal demikian tidaklah nyaman. Tentu setiap orang ingin merdeka dari penjajahan masalah yang mengganggu pikiran. 

Sebuah ilustrasi seorang yang sudah lama membuka usaha tetapi belum juga mendapati kesuksesannya. Dari tahu ketahun begitu-begitu saja, mengalami stagnasi, bahkan karena belum juga menikmati hasil memuaskan, kinerjanya semakin mengalami penurunan. Orang tersebut membawa masalah yang dihadapi pada seseorang untuk mendapatkan solusi. Dari diskusi yang mendalam, didapati bahwa secara konsep diri, dia merasa dirinya kecil, tidak layak, minder, dan merasa terpinggirkan. Memang sejak kecil apapun prestasi dan usaha yang dilakukan, tidak ada apresiasi dari lingkungan yang diterimanya. Lebih-lebih lagi latar belakang orangtua yang sibuk karena pekerjaan, tidak banyak memberinya waktu dalam dukungan ketika menghadapi kesulitan. Apa-apa dipendam sendiri, apa-apa disimpan dalam perasaan, dan hapir-hampir jarang terlihat senyum dari wajahnya. “Unfinished Bussiness” yang perlu segera untuk diatasi. 

Tidak semua permasalahan sebenarnya harus diselesaikan. Berapa banyak kejadian di masa lalu yang seseorang anggap sebagai masalah kala itu tetapi selesai begitu saja tanpa pernah seseorang tadi menyelesaikannya? Hal yang perlu dipahami bahwa masalah yang hadir datang sebagai guru tempat seseorang belajar akan arti kehidupan. Dengan demikian, bisa dipahami jika seseorang tidak lulus belajar dari guru tersebut, seseorang tadi bertemu guru lain dengan materi yang serupa. “Remidi”, begitu istilah anak sekolahan. Selain itu, masalah terkadang hadir seolah hanyalah sebagai tamu. Sebagaimana tamu, wajib bagi tuan rumah untuk melayani dengan baik. Setelah dilayani, tamu tersebut akan pergi sendiri pada waktunya. Dan perlu juga dipahami, sebaik apapun tamu, ada saatnya pamitan (pergi), biarkanlah tamu tersebut berpamitan dan dilepas dengan senang. Masalah yang mengganggu perasaan ibarat tamu yang disekap dalam rumah dan tamu tersebut kemudian ‘mengamuk’ isi rumah. Rumah itu sendiri adalah fisik seseorang. Bisa dipahami, mereka yang menyimpan lama beban pikiran dan perasaan akhirnya berdampak pada fisiknya. Semoga segera lega melepaskan beban dalam dirinya dan merasakan kemerdekaan untuk bahagia.

Dalam banyak kesempatan, ada problem kehidupan yang sebenarnya hadir hanya untuk diakui bahwa problem itu ada. Ibaratkan anak kecil yang mencari perhatian seorang bapak sehabis bapaknya pulang dari kantor. Lelah memang yang dirasakan bapak tersebut seharian bekerja tetapi namanya anak kecil, tetap meminta perhatian. Lalu bagaimana menghadapi situasi demikian? Sederhana sebenarnya ternyata, temanilah anak kecil tersebut, bermainlah. Dia hanya meminta untuk diperhatikan, dianggap ada, dan tidak ingin diabaikan. Setelah itu, paling tidaklah lama, si anak akan tenang sendiri. Begitu ilustrasinya.

Penulis buku inspiratif MASTER from minder”. Buku yang menginspirasi ribuan orang di Indonesia untuk bangkit dari kegagalan dan optimis dari keadaan terbatas menjadi teratas dalam kesuksesan. Menyukai berbagi inspirasi melalui tulisan, buku, radio, telivisi, dan langsung dengan mengisi training juga sharing. Sekarang sedang mendalami Profesi Psikolog Klinis di Universitas Gadjah Mada. FB Inspiring Man, twitter @inspirasisegar.

Wednesday, August 29, 2012

Berjodoh Pada Waktunya


Jodoh itu ibaratkan bayangan. Saat engkau kejar-kejar justru dia itu menjauh. Saat engkau diam, dia juga diam. Lalu bagaimana agar dia mendekat? Sederhana ternyata, yaitu engkau mendekat pada sumber cahaya, dia akan mendekatinya juga. Sumber dari segala sumber cahaya itu adalah Allah SWT.

Ada banyak orang yang telah lama membina hubungan dan berencana untuk melanjutkan pada jenjang pernikahan tetapi akhirnya berujung pada keterpisahan. Tidak sedikir mereka yang berusaha menemukan jodohnya kesana-kemari tetapi justru bersatu dengan orang yang telah lama dekat dalam hidupnya (sahabat lamanya). Ada banyak juga orang yang baru berkenalan, merasa cocok kemudian melanjutkan pada jenjang pernikahan dan dikarunia berlimpah kebahagiaan.

Jodoh memang menjadi rahasia abadi dalam kehidupan sebagaimana kematian, rejeki, dan takdir seseorang. Semua sudah Allah SWT tetapkan sebagai ujian keimanan. Bagian dari cara Tuhan agar manusia sadar bahwa apa-apa yang manusia dapatkan bukan semata-mata hasil dari usahanya tetapi segala yang terjadi atas seijin Illahi. Selain itu, manusia pastinya juga sadar bahwa sebaik-baik perencanaan adalah perencanaan Tuhan. Manusia memiliki keinginan tetapi Allah SWT yang paling tahu yang manusia butuhkan. Semuanya menjadi bagian dari cara Tuhan untuk mendidik seseorang, mempersiapkanya sebelum mendapatakan apa-apa yang manusia butuhkan. Allah SWT tahu bahwa manusia tidak menyukai teori berbasa-basi karena itulah Allah SWT langsung menurunkan takdir, peristiwa yang manusia harus alami, belajar dengan melakoni. 

Rasulullah mengajarkan untuk menyegerakan tetapi bukan berarti keterpaksaan dan keterburuan. Tidak akan baik hasilnya segala yang dilakukan dengan paksaan dan tanpa perhitungan. Semua perlu direncanakan, disiapkan, diikhtiarkan, dan dipasrahkan pada Kebesaran Tuhan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain”, pesan dalam QS Alam Nasyrah ayat 7. Ada fase perencanaan, persiapan, dan aksi pelaksanaan. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap”, pesan ayat berikutnya dimana manusia diminta untuk berdoa dan berpasrah akan hasil yang terbaik dari Allah SWT. Biarlah Allah SWT mengatur yang terbaik bagi manusia setelah manusia melakukan ikhtiar terbaiknya. 

Segala sesuatu ada waktunya sebagaimana bayi yang lahir. Tidaklah perlu ‘dipaksa’ keluar kalau belum waktunya lahir. Pastinya tidak akan baik bagi si bayi nantinya. Lihat saja bayi yang lahir belu waktunya, perkembangannya seolah lambat dan mengalami hambatan. Tentunya tidak baik juga ketika waktunya sudah tiba tetapi ditunda-tunda lahirnya. Selain kasihan pada si ibu juga kasih pada bayinya. Lebih payah lagi kalau pemercepatan dan penunda-nundaan karena alasan yang kurang rasional. Entah itu demi tanggal yang dianggapnya cantik atau adanya kerpecayaan tertentu yang lebih menggambarkan kelemahan keyakinan. Dalam jodoh bisa saja pemercepatannya karena kecelakaan sebelum pernikahan (kita berlindung dari hal demikian) atau alasan lain yang bukan tuntunan agama. Penunda-nundaan karena alasan ingin sukses kariri dulu, mandiri, pekerjaan mapan, penghasilan berlimpah dsb yang tidak berlandaskan kepemahaman agama yang baik tentunya akan menghambat dirinya sendiri nantinya.

Untuk mendapatkan cinta, mendekat pada Yang Maha Pemilik Cinta. Untuk berlimpah harta, mendekat pada Yang Maha Kaya, pemilik bumi langit dan seisinya. Dekatkanlah pada sumber dari segela sumber cahaya, maka jadilah diri terang segala-galanya (@inspirasisegar)

Tuesday, July 31, 2012

Segelas Susu dan Kue Bolu


“Kita tidak tahu jalan kesuksesan kita, Allah SWT bukakan melalui siapa, darimana, dan kapan, benar demikian? Karena itulah, sudah sepantasnya kita berbuat kebaikan kepada siapapun, dimanapun, dan kapanpun”. Bisa jadi dari perbuatan baik kita memberi uang receh Rp 500,00 pada pengemis yang datang meminta belas kasihan saat makan siang itu. Sangat mungkin juga karena kebaikan yang begitu kecil, meninggalkan kamar mandi dalam keadaan bersih, memungut sepotong sampah lalu memasukkannya ke tempat sampah, senantiasa bermuka ramah dengan senyuman pada semua orang, menyingkirkan duri di jalan atau hanya sekedar “say hello” pada orang yang kita temui.

Tentunya kita ingat kisah seorang wanita pelacur yang masuk surga disebabkan amalan sepelenya yaitu memberi minum seekor anjing kehausan. Di tengah siang yang panas, diambilnya air dari sumur, dengan sepatunya, diisi air dan disodorkan ke anjing yang kehausan. Siapa kira hal sesederhana itu menghantarkannya ke surga. Sebagaimana kisah berikut ini. Sebuah kisah yang sempat saya bagikan di mata kuliah Psikologi Kesehatan. Seperti biasanya, 10 menit sebelum kuliah usai, saya berbagai inspirasi dengan kisah-kisah penuh hikmah. Berharap setiap mahasiswa seanatiasa antusias ketika mengikuti kuliah karena mereka mendapat sesuatu yang berbeda.

“Segelas Susu dan Kue Bolu”, begitulah kisah itu saya berikan judul. Dimana kala itu hujan deras mengguyur jalan dan pemukiman. Seorang pemuda tergopoh-gopoh, berlari, menyusuri jalan dengan tas gendong yang dipegangnya untuk menutupi kepala. Ditengoknya kanan dan kiri berharap ada rumah yang panggarnya terbuka guna berteduh. Hujan memang terlalu deras kala itu. Alhamdulillah, sesampainya di tikungan jalan ke kanan, ada sebuah rumah yang pagar pintunya terbuka. Kebetulan juga, nampak seorang ibu setengah baya berkerudung tengah mengepel teras. Hujan disertai angin membuat teras basah sepertinya.

“Assalamu’alaykum Bu”, sesegera pemuda itu menyapa si ibu.
“Wa’alaykum salam, nak masuk sini”, si ibu tanggap dan mempersilahkan si anak naik ke teras untuk berteduh. Sementara itu, si ibu membereskan ember dan pel bergegas masuk ke dalam. Si pemuda, bersedekap menahan dingin.
“Nak, ini ada handuk dan sarung juga kaos, biar tidak dingin”, si ibu keluar membawa handuk pink, sarung coklat kotak-kotak, dan kaos polos berwarna putih. Dipersilahkan si pemuda untuk mengganti pakaiannya yang basah kuyup itu.
“Ndak apa-apa Bu. Begini aja. Paling hujannya bentar lagi reda”, kilah si pemuda.
“Ndak apa-apa nak. Nanti kalau masuk angin lho. Itu sebelah ada kamar mandi. Ganti dulu pakaiannya biar lebih hangat”, si ibu penuh kepemahaman pada si pemuda.

Apa boleh buat, nampaknya hujan juga masih bersemangat mengguyur bumi yang dicintainya. Si pemuda mengambil handuk, sarung, dan kaos lalu masuk berganti pakaian di kamar mandi. Setelah selesai, dia keluar. Dilihatnya, sudah tersaji segelas susu dan kue bolu di atas meja.

“Nak, susunya diminum biar hilang dinginya. Itu ada kue, dihabiskan saja”, si ibu dari dalam rumah.
“Repot-repot sekali Bu”, basa-basi si pemuda.
“Tidak apa-apa. Sudah sepantasnya manusia itu tolong menolong. Tuhan menjanjikan kemudahan urusan bagi mereka yang memudahkan urusan orang lain. Bukankah begitu nak?” datang si ibu mengambil tempat duduk.

Pembicaraan antara mereka berlanjut. Masing-masing saling mengenalkan diri, latar belakang hingga bercerita tentang berbagai hal. Seolah mereka sudah mengenal lama. Sampai tidak terasa hujan sudah reda. Si pemuda mengucapkan terima kasih dan meminta ijin untuk pulang ke kosnya.

“Bu, terima kasih untuk semuanya. Semoga Allah SWT membalas dengan kebaikan berlipat ganda”, pamit si pemuda.
“Sama-sama nak. Semoga lancar kuliahnya jadi orang yang sukses”, ucap si ibu sambil mendoakan.

Sepuluh tahun kemudian di sebuah rumah sakit tampak seoarang wanita muda, kira-kira usia 25 tahun, berkerudung hijau sedang berbicara dengan seorang wanita berpakaian putih.

“Mbak, ibu mbak mesti mendapatkan perawatan terbaik. Kami menyarankan agar dia ditangani dokter spesialis dan segera dilakukan operasi. Kami tidak bisa menjamin keadaannya akan lebih baik jika tidak mendapatkan perawatan optimal”, demikian wanita berpakaian putih itu.
“Tapi suster, kami sudah tidak punya lagi uang untuk membiayai operarasi. Tidakkah ada keringanan?” balas wanita.
“Maaf mbak, sebelum-sebelumnya, kami sudah memberikan keringanan selama perawatan ibu mbak. Jadi andai ada keringanan lagi, tidak banyak yang bisa kami berikan”, jawab si perawat yang merasa kasihan tetapi juga mesti patuh pada peraturan.

Sementara mereka berdiskusi panjang lebar. Datang seorang laki-laki berjalan menghampiri. Bersepatu hitam mengkliat, celana panjang gelap yang rapi, dan baju lengan panjang berwarna hijau polos.

“Ada apa suster?” tanya laki-laki itu.
“Ini pak, ada ibu-ibu yang kritis dan perlu dioperasi tapi kami belum melakukan karena pihak keluarga mengeluhkan tidak punya uang untuk biaya operasi”, jawab si perawat.
“Coba saya lihat riwayatnya”, pinta laki-laki itu pada si perawat. Semacam data pasien.

Sesegera si perawat menyodorkan catatan tentang pasien. Di situlah selain riwayat penyakit dan perawatan, ada datang lengkap tentang alamat pasien. Nampak dahinya berkerenyit.

Sesegera dia bilang kepada si perawat, “Suster, segera pindahkan pasien itu ke ruang operasi. Saya ingin ibu itu mendapatkan perawatan terbaik”.
Si perawat heran. Dia hanya bisa menuruti perintah laki-laki pemiliki rumah sakit itu. Walau dia bukan dokter, dia dikenal orang yang penuh kasih sayang. Di rumah sakit itulah banyak orang membutuhkan yang datang. Selain biayanya yang ringan, perawatannya juga terbaik.

Malam itu pula operasi dijadwalkan. Sudah siap dokter terbaik yang akan menangani. Empat jam operasi dilakukan. Alhamdulillah tidak ada kendala. Walaupun tidak segera siuman, si ibu sudah sadar 12 jam kemudian. Setelah 24 jam, si ibu bisa diajak komunikasi. Tiga hari kemudian, dia sudah membaik.

“Bagaimana kondisinya sekarang Bu”, tanya seorang laki-laki mendekati si ibu.
“Pak, kami sudah tidak mampu lagi membiayai perawatan ini. Siapa yang nanti membiayai?”, ungkap si ibu kebingungan diantara bahagianya selesai dioperasi.
“Ibu. Ibu tenang saja, ibu sudah membayarnya dengan segelas air susu dan kue bolu 10 tahun yang lalu”, jawab si laki-laki sambil tersenyum dan mencium tangan si ibu.
“Maksud bapak?” tanya si ibu keheranan.
“Mungkin ibu sudah lupa dengan apa yang ibu lakukan 10 tahun yang lalu. Tetapi saya akan terus mengingatnya sampai kapanpun. Saya berjanji akan berbuat baik pada siapapun. Meringankan urusan siapa saja karena dengan itulah Allah SWT meringankan urusan-urusan saya”, panjang si laki-laki bertutur.
“Ingatkan ibu dengan seorang pemuda yang waktu itu hujan lebat? Ibu mempersilahkannya berteduh, memberinya handuk, sarung, dan kaos. Selain itu juga menyajikan segelas susu dan kue bolu. Di rumah ibu, tikungan jalan itu, 10 tahun yang lalu”, lanjut si laki-laki bercerita sambil pandangannya menerawang menembus jendela rumah sakit yang terbuat dari kaca bening.
Tanpa terasa, si ibu itu menitihkan air mata, dia tidak percaya apa yang ditemuinya. Si ibu menangis penuh haru.
“Siapakah laki-laki itu?”

Sebanyak 29 orang di FB mengelike dan cukup banyak yang berkomentar. Berikut beberapa komentar di note FB tetang tulisan ini;

Like this brother; Suka banget mas...Makasih yo...; Luarbiasa; Super sekali; Amazing..; Superb brader! Laik dis yoo... :-); suka sama ceritanya.....mari berbagi..... ^_*;  Super Inspiratif,, Terimakasih sudah di tag kak. Saya tunggu cerita selanjutnya :D...


"Sekilas Tentang Inspiring Man" 

Penulis buku inspiratif MASTER from minder”. Buku yang menginspirasi ribuan orang di Indonesia untuk bangkit dari kegagalan dan optimis dari keadaan terbatas menjadi teratas dalam kesuksesan.
Founder lembaga pengembangan SDM Quantum Motivation Center Indonesia” sekaligus motivator yang telah membawakan hampir seribu sesi pengembangan diri baik sekolah, universitas maupun perusahaan sejak tahun 2007. Beberapa diantara yang telah diisi; STAIN Surakarta, IPB, Unnes, Unissula, Undip, UIN Jogjakarta, Unnesa, UNS, UMS, Yarsis, dan juga banyak SMA/SMK di Jawa Tengah.
Seorang mentor, alumni Fakultas Psikologi Undip,  pendiri forum bulanan Mind Freedom dan Mind Happiness untuk memberikan bantuan dalam penyelesaian hambatan-hambatan psikologis dan peningkatan optimalisasi potensi diri.
Berpengalaman menjadi nara sumber acara motivasi “Mutiara Pagi” di radio Tri Jaya 89,8 FM Semarang dan “Muda Bertaqwa” di RRI Pro2 95,3 FM Semarang, Bintang Tamu “Remaja Inspiratif” TVKU Semarang 2012. Kontak melalui FB Inspiring Man dan twitter @inspirasisegar untuk silaturahim dan permintaan ngisi training.

Monday, June 25, 2012

Antusias Membawa Kemudahan


Untukmu yang Antusias
“Hanya orang-orang yang hidupnya penuh antusias yang bisa membawa kemajuan”, begitulah  kalimat inspiratif yang saya ingat dari Pak Dahlan Iskan. Kalimat itu begitu berkesan bagi saya. Memang benar adanya bahwa orang yang antusias yang bisa membawa kemajuan. Tentunya siapapun dia, akan lebih menyukai orang yang antusias. Kita tentunya menyukai teman yang antusias mendengarkan saat kita sedang ingin bercerita. Para manager tentunya juga menyukai karyawan yang antusias menyambut tugas yang telah pimpinan siapkan. Dalam dunia bisnis, pastinya seseorang akan lebih memilih rekanan dengan orang yang antusias. Mereka yang menyambut peluang dengan semangat dan optimisme, itulah antusias. 

Seorang mertua yakinlah, pasti akan lebih memilih menantu yang antusias bukan dia yang klemar-klemer (loyo). Antusias itu menunjukkan kualitas seseorang. Bagi mereka yang benar-benar mengamati acara akad nikah pastinya juga paham dimana seorang penghulu berpesan pada mempelai pria untuk sesegera menjawab setelah penghulu menuntaskan kalimatnya. “Saya nikahkan dan saya kawinkan…..”, ucap penghulu. “Saya terima nikah dan kawinnya…..”, mempelai pria menjawab dengan tegas, tidak terbata, dan menunjukkan keseriusan. Jika seorang mempelai laki-laki dianggap tidak menjawab dengan antusias, sudah bisa diperkirakan kalau hadirin tidak mengesahkan. Wajar saat terjadi demikian, penghulu mengulangi kembali ikrar akad nikah. Saat mempelai laki-laki menjawab dengan antusias, sesegera pula para hadirin menjawab dengan antusias, “Sah!” Begitu pentingnya antusias dalam kehidupan. 

Untukmu yang Antusias
Sebuah kisah lain tentang antusiasme adalah apa yang dialami Ukasyah bin Mihshan. Kala itu, di luar rumah Rasulullah, riuh ramai para sahabat membicarakan perihal siapa yang dimaksud 70.000 orang yang akan memasuki surga tanpa hisab dan tanpa siksa terlebih dahulu. Beberapa waktu sebelumnya, Rasulullah menerangkan pada para sahabat akan apa yang beliau lihat saat peristiwa isra’ mi’raj. Setelah beliau masuk rumah, para sahabat saling mendiskusikan, riuh gaduh. Kegaduhan itu terhenti ketika Rasulullah keluar. “Mereka itu adalah orang yang tidak menjampi, dan mereka tidak minta dijampi, mereka yang tidak meramal dan hanya kepada Tuhan sajalah mereka bertawakal”, jelas Rasulullah menenangkan. 

Ukasyah bin Mihshan yang mendapati penjelasan tersebut langsung berdiri dan mengungkapkan keinginannya. “Ya Rasulullah, doakanlah saya agar termasuk salah seorang dari 70.000 orang yang dimaksud itu”, begitu kira-kira antusias Ukasyah. Mengejutkan, Rasulullah seraya mengatakan, “Engkau termasuk golongan mereka” Betapa gembiranya Ukasyah. Sahabat yang lain tidak menyangka hal demikian. Apa yang Ukasyah katakan, Rasulullah kabulkan. 

Tergeraklah para sahabat yang lain, berdirilah seorang sahabat sambil berkata, “Ya Rasulullah, do’akanlah kepada Allah agar saya termasuk golongan mereka”. Bagaimana jawaban Rasulullah? Apakah sahabat tadi mendapati hal yang sama sebagaimana Ukasyah? Rasulullah SAW kala itu menjawab, “Engkau telah didahului oleh Ukasyah”. 

Untukmu yang Antusias
Antusiasme dalam kebaikan memang memberi banyak pelajaran. Jika kita cermati betul-betul, orang-orang sukses pasti memiliki kesamaan yaitu antusias. Mereka memiliki semangat, senantiasa terbuka untuk menerima hal-hal baru, dan memiliki sudut pandang yang unik dalam penyelesaian suatu masalah. Ada bunker dalam jiwa mereka yang tersimpan banyak amunisi antusias. Dengan antusiasme itulah mereka menghadapi masa depan. Orang lain memandang suatu hal sebagai masalah, mereka yang antusias memandangnya sebagai tantangan. Jika orang lain menganggap apa yang amanah sebagai beban, dia menganggapnya sebagai kesempatan untuk menunjukkan. 

Mereka yang antusias senantiasa berusaha menyambut setiap kesempatan dan peluang dengan berkata, “Iya”. Karena mereka yakin “iya” adalah password untuk membuka membuka jalan-jalan kreatif penyelesaian. “Say Yes!”, begitu kira-kira. Dalam hal ini, sebuah inspirasi menarik dari seorang sahabat Rasulullah. 

“Rabi’ah”, begitulah biasa dia dikenal. Seorang papa, tidak memiliki apa-apa, masjid nabawi menjadi rumahnya, jelas dia bukan pemilik berlimpah harta. Rabi’ah mendidikasikan diri untuk beribadah kepada Allah SWT dengan melayani keperluan Nabi. Sudah menjadi kebiasaan Rabi’ah untuk mengambilkan air wudhu beliau. Sampailah dalam sebuah kesempatan, Rasulullah SAW bertanya pada Rabi’ah, “Wahai Rabi’ah, tidakkah engkau ingin menikah?”

Pertanyaan yang tentunya tidak mudah untuk dijawab oleh Rabi’ah. Bukan karena dia tidak menginginkan memiliki isteri dan anak sebagaimana para sahabat yang tetapi lebih pada keadaan dan kesiapan dirinya. Bagaimana berpikir untuk mengurus rumah tangga, mengurus diri sendiri saja masih sulit rasanya. “Saya tidak ingin ada sesuatu yang menggangguku dalam berkhidmad kepadamu, ya Rasulullah”, jawab Rabi’ah mencari alasan. Padahal sebenarnya yang terjadi adalah lebih karena harta yang dia tidak punya. “Di samping itu, saya tidak mempunyai apa-apa sebagai mahar dan melangsungakan hidup berumah tangga”, lanjut Rabi’ah. Intinya hari ini, Rabi’ah tidak meng-iya-kan pertanyaan Rasulullah tentang keinginannya untuk menikah. Dalam bahasa kita, tidak begitu antusias Rabi’ah menjawab, justru argumentasi yang dia keluarkan.

Setelah kejadian itu, dia merenung, memikirkan apa yang barusan dia lakukan. Sahabat lain yang tahu apa yang dialami Rabi’ah mendorong dia untuk meng-iya-kan saja jika nantinya Rasulullah bertanya hal serupa. Benar saja kemudian dalam kesempatan yang lain Rasulullah bertanya kembali pada Rabi’ah. “Apakah engkau tidak hendak menikah, wahai Rabi’ah?”, tanya Rasulullah. “Tentu ya Rasulullah”, jawab Rabi’ah. “Tetapi siapa yang mau dengan saya yang keadaannya seperti ini?” keluh Rabi’ah. 

Bagaimanapun, Rabi’ah telah menyambut antusias apa yang diinginkan Rasulullah. Atas perintah Rasulullah, ditemuinya sebuah keluarga untuk dilamar anak gadis mereka. Dengan penuh kegembiraan, diterima lamaran dari Rabi’ah oleh keluarga tersebut. Sungguh hal yang membahagiakan sekaligus menjadikannya kebingungan. “Sudah melamar dan sudah diterima lalu darimana maharnya?”, gumam Rabi’ah.

Kembalilah dia menemui Rasulullah untuk mencari penyelesaian. Diberikan kepada Rabi’ah emas seberat biji kurma dari pengumpulan sahabat Buraidah untuk dijadikan mahar. Pesta penikahan pun dilangsungkan dengan menyembelih seokor kibas yang besar lagi gemuk. Antusias Rabi’ah membawa berkah. 

Untukmu yang Antusias
Berbicara tentang antusias mengingatkan saya pada satu materi yang saya bawakan di RRI Pro2 95,3 FM Semarang beberapa waktu lalu. “Antusias dalam hidup”, begitu judulnya. Dua materi kala itu saya bawakan karena rekaman. Satunya lagi tentang “Berpikir Positif Menjadikan Hidup Lebih Baik”. Hal menyenangkan bisa berbagi dengan banyak orang. Saat dikontak, langsung saya meng-iya-kan. Itu antusias yang saya praktekkan termasuk ribuan sesi saya diminta ngisi pelatihan, berbagi di TV, dan aktifitas produktif lainnya. Dan terbukti, antusias membawa banyak keberuntungan. Karena itu antusiaslah.

Mulai saat ini, sematkan tekad dalam hati untuk menyambut segala peluang dan kesempatan dengan antusias. Antusias dalam mendengarkan orang lain yang bercerita, antusias menyambut tugas yang diberikan, dan antusias akan masa depan. Karena hanya orang-orang yang antusias yang akan membawa perubahan.

"Sekilas Tentang Inspiring Man"
Penulis buku inspiratif MASTER from minder”. Buku yang menginspirasi ribuan orang di Indonesia untuk bangkit dari kegagalan dan optimis dari keadaan terbatas menjadi teratas dalam kesuksesan.
Founder lembaga pengembangan SDM Quantum Motivation Center Indonesia” sekaligus motivator yang telah membawakan hampir seribu sesi pengembangan diri baik sekolah, universitas maupun perusahaan sejak tahun 2007. Beberapa diantara yang telah diisi; STAIN Surakarta, IPB, Unnes, Unissula, Undip, UIN Jogjakarta, Unnesa, UNS, UMS, Yarsis, dan juga banyak SMA/SMK di Jawa Tengah.
Seorang mentor, alumni Fakultas Psikologi Undip,  pendiri forum bulanan Mind Freedom dan Mind Happiness untuk memberikan bantuan dalam penyelesaian hambatan-hambatan psikologis dan peningkatan optimalisasi potensi diri.
Berpengalaman menjadi nara sumber acara motivasi “Mutiara Pagi” di radio Tri Jaya 89,8 FM Semarang dan “Muda Bertaqwa” di RRI Pro2 95,3 FM Semarang, Bintang Tamu “Remaja Inspiratif” TVKU Semarang 2012.
Follow Twitter @inspirasisegar dan add Fb Inspiring Man

Saturday, June 2, 2012

Bila Kau Menjadi Isteriku Nanti


Bila kau menjadi isteriku nanti, jangan pernah berhenti mencitaiku.
Carilah isteri yang satu frequensi”, begitu pesan bijak bagi kita semua. Sudah selayaknya, pasangan saling mendukung dan menguatkan. Mendukung berbagai hal positif yang direncanakan dan menguatkan kembali saat melemahnya niatan. Dalam bagian inilah diperlukan kesamaan tujuan hidup, pandangan hidup, dan pegangan hidup. 

Tujuan hidup mengarah pada kesamaan visi. Ibaratkan rumah tangga adalah bahtera, maka sudah tentu para penumpangnya mesti memiliki kesamaan tujuan. Labuhan-labuhan yang akan dituju selama mengaruhi samudera kehidupan. Sedangkan pandangan hidup terkait dengan cara menyikapi segala yang hadir dalam kehidupan. Dari sinilah konsepsi rumah tangga itu dibangun. Suasana dalam rumah tangga juga ditentukan oleh pandangan hidup. Jika tujuan hidup berfungsi sebagai peta yang menggambarkan segala yang dituju, pandangan hidup memberikan penjelasan bagaimana membaca simbol-simbol dalam peta, maka pegangan hidup berfungsi layaknya kompas. Saat perjalanan hampir kehilangan arah, kompas akan mengembalikan pada arah yang semestinya. Karena itulah, berumah tangga mesti memiliki ketiganya.

Bila kau menjadi isteriku nanti, jangan pernah berhenti menggenapkan agamaku.
Dalam konsepsi agama, berumah tangga biasa dikatakan menggenapkan separuh agama. Bukan berarti kalau sudah menikah terus sudah genap lalu semaunya dalam beragama. Dalam berumah tangga selayaknya memiliki semangat untuk bersama-sama menyempurnakan penghambaan pada Allah SWT. Jika selama ini, motivasi dibangun oleh diri sendiri, maka setelah berumah tangga satu sama lain saling memotivasi dan menguatkan. Kala bujang, sholat malam jarang, maka ketika berumah tangga sholat malam makin rajin saja. Hal tersebut terjadi karena saling mengingatkan dan menggenapkan. Termasuk juga dalam berbagai amal ibadah lainnya. 

Bisa dipahami mengapa Rasulullah berpesan untuk memilih pasangan paling utama ditentukan dari kualitas agama seseorang. Tidak lain merupakan bagian dari konsepsi menggenapkan agama. Hubungan mutual untuk saling mengingatkan. Karena itu pula, kurang bijak jika menginginkan pasangan yang baik agamanya tetapi agama diri sendiri tidak diperbaiki. Sebuah ketentuan yang adil dari Allah SWT bahwa mereka yang baik adalah untuk yang baik dan sebaliknya. Menggenapkan agama berarti saling mengingatkan. Jika suami mengurus hubungan luar negeri, maka seorang isteri mengurus hubungan dalam negeri. Sebagaimana pesan dalam Al Qur’an bahwa kita diminta untuk menjaga diri dan keluarga dari api neraka. 

Bila kau menjadi isteriku nanti, jangan pernah berhenti menguatkanku.
Nyata bagaimana pentinganya satu frequensi bisa ditelisik dari kekompakannya setiap hari. Akhir pekan misalnya. Bagi kebanyakan orang menjadi waktu bercengkrama dan bermanja-manja dengan keluarga. Hal tersebut memang menjadi hak bagi keluarga untuk mendapatkannya. Namun demikian, ketika tanggung jawab ummat memanggil, tentunya seorang isteri yang smart akan senantiasa mendukungnya. Tanggung jawab yang dimaksud misalnya keluar kota untuk tugas dakwah, mengisi pengajian, dan kepentingan ummat lainnya. 

Belajar dari keluarga Nabi Muhammad SAW ketika Rasulullah menggigil, cemas, takut setelah ditemui malaikat Jibril. Kala itu, Khadijah berusaha memenangkan hati beliau dengan mengatakan bahwa beliau orang yang baik dan Allah SWT tidak akan menyia-nyiakan beliau. Dalam perjalanan mengajak ummat, tidak terhitung dukungan Khadijah pada Rasulullah. Sampai-sampai Aisyah cemburu karena dalam banyak kesempatan, Rasulullah menyebut-nyebut nama Khadijah padahal dia sudah lama meninggal. Hal tersebut karena Khadijah yang mendukung Rasulullah saat orang-orang merendahkan beliau dan banyak hal yang dilakukan Khadijah pada beliau. 

Jika seorang isteri tidak satu frequensi, hal yang terjadi bisa belajar dari kisah Nabi Nuh. Seorang laki-laki pilihan yang diberikan tanggung jawab untuk mewujudkan visi yang besar yaitu membangun ummat kembali ke jalan kebenaran. Saat beliau berlelah-lelah siang dan malam menyerukan kebaikan, justru orang yang semestinya mendukung yaitu isteri beliau ‘menusuk’ dari belakang. Akibatnya, salah seorang anak yang begitu disayangi menjadi lawan perjuangan yang dilakukan sang ayah. Tentu hal tersebut, tidak diinginkan siapapun yang berumah tangga.

Seorang suami tentunya akan bangga memiliki istri sebagaimana Siti Hajar. Dimana beliau menunjukkan keimanannya yang kuat kala ditinggal sendiri di Makkah. Kala itu, Makkah masih daerah gersang, hanya rumput gurun yang tumbuh, tidak ada air, dan sedikit orang yang mau tinggal di sana. Siapa pula wanita yang mau tinggal di tempat yang demikian? Lebih-lebih lagi dia baru saja melahirkan dan masih terhitung kecil bayinya. Hidup berada di kurva terbawah tetapi tetap tegar. 

“Mengapa engkau meninggalkan kami di sini?” tanya Hajar pada Ibrahim. Sebagai seorang wanita, sudah menjadi kewajaran sensitifitas perasaannya muncul. Ingin mendapatkan penjelasan yang logis atas keputusan suami. Bukan hanya logis tetapi juga manusiawi. Ibrahim hanya terdiam, dia tidak bisa menjawab sampai berulang tiga kali Hajar bertanya demikian. Lalu Hajar pun mengubah pertanyaannya, “Apakah ini adalah perintah Tuhanmu?” Barulah Ibrahim menyatakan memang benar demikian. “Jika ini dari Tuhanmu, aku yakin Tuhan tidak akan menyia-nyiakan kami”, kalimat sederhana yang sarat makna keluar dari ucapan Hajar. Begitulah semestinya, seorang isteri memahami segala yang diterima berasal dari Allah SWT. Saat keadaan keluarga dalam kurva bawah, saat itulah dia memahami bahwa suaminya butuh dukungan dan dikuatkan. Tidak membrondongnya dengan pertanyaan, tuntutan, apalagi merendahkan. Dia akan mengatakan, “Tenang suamiku, badai pasti berlalu, kita lalui bersama, Allah SWT bersama kita”.

Bila Kau Menjadi Isteriku Nanti!

"Sekilas Tentang Inspiring Man"

Penulis buku inspiratif MASTER from minder”. Buku yang menginspirasi ribuan orang di Indonesia untuk bangkit dari kegagalan dan optimis dari keadaan terbatas menjadi teratas dalam kesuksesan.
Founder lembaga pengembangan SDM Quantum Motivation Center Indonesia” sekaligus motivator yang telah membawakan hampir seribu sesi pengembangan diri baik sekolah, universitas maupun perusahaan sejak tahun 2007. Beberapa diantara yang telah diisi; STAIN Surakarta, IPB, Unnes, Unissula, Undip, UIN Jogjakarta, Unnesa, UNS, UMS, Yarsis, dan juga banyak SMA/SMK di Jawa Tengah.

Seorang mentor, alumni Fakultas Psikologi Undip,  pendiri forum bulanan Mind Freedom dan Mind Happiness untuk memberikan bantuan dalam penyelesaian hambatan-hambatan psikologis dan peningkatan optimalisasi potensi diri.

Berpengalaman menjadi nara sumber acara motivasi “Mutiara Pagi” di radio Tri Jaya 89,8 FM Semarang dan “Muda Bertaqwa” di RRI Pro2 95,3 FM Semarang, Bintang Tamu “Remaja Inspiratif” TVKU Semarang 2012.

Follow Twitter @inspirasisegar dan add Fb Inspiring Man
This entry was posted in

Tuesday, May 15, 2012

Jodohku, Maunya Dirimu!


Jodoh”, banyak orang meyakininya sebagai rahasia kehidupan. Tidak seorangpun yang tahu siapa yang akan menjadi jodohnya sampai Allah SWT menyatukan dalam pelaminan dan melanggengkan dalam rumah tangga kehidupan. Karena rahasia itulah, sebagian orang merasa penasaran lalu menjalin hubungan yang dinamakan ‘pacaran’. Ikatan yang alasannya untuk saling mengenal dan memahami lebih dalam sebelum nantinya benar-benar memutuskan meneruskan ke pelaminan. Padahal, ikatan tersebut bukanlah jaminan kebahagiaan. Berapa banyak mereka yang dikiranya melanjutkan berumah tangga, justru putus dan menyisakan luka? Berapa banyak mereka yang terperosok dalam kemaksiatan, padahal alasan awalnya hanya ingin mengenal lebih dalam? Alangkah lebih baik jika menjaga hati, menyiapkan diri, dan percaya Allah SWT sudah menyiapkan semuanya.

Orangtua sering mewanti-wanti anaknya untuk pandai menjaga diri. Lebih-lebih zaman seperti sekarang, pergaulan semakin bebas, teknologi semakin canggih, dan norma yang semakin terabaikan. Jika diri seseorang ibaratkan ‘buah mangga’, maka alangkah bahagianya mendapati buah mangga yang masih utuh, bersih, dan masak di pohonnya. Pasti mahal harganya, manis rasanya, dan senang orang yang mendapatkannya. Lain jika mangga itu sering di pegang-pegang bahkan hampir setiap orang memegangnya. Berapa banyak bakteri dan penyakit yang menempel? Tambah parah lagi jika banyak orang memencetnya untuk mengetahui sudah matang atau belum. Mungkin malah ada yang mencuil sedikit untuk merasakannya. Bisa dipastikan buah itu tidak akan enak dimakan, bisa jadi layu sebelum berkembang. Begitulah wejangan orangtua terkait keharusan pandai-pandai menjaga diri. 

Tidak mudah memang, karena nyatanya banyak muncul orang-orang galau juga alay. Dibilang kuno jika menikah tanpa pacaran. Sebagian juga menganggap sudah ketuaan jika tahun ketiga kuliah belum dapat gebetan. Munculah doa paksaan pada Allah SWT, “Ya Allah SWT, jika dia jodohku dekatkanlah”

Sekian waktu berlalu ternyata tidak dekat-dekat. Kalau doa sebelumnya berakhiran tanda titik, kali ini berakhiran tanda seru, “Ya Allah SWT, jika dia bukan jodohku, dekatkanlah!”
 
Lama ditunggu ternyata belum dekat juga, maksa akhirnya yang dilakukan, “Ya Allah SWT, jika dia memang bukan jodoh, jangan jadikan jodohnya dengan siapapun!” Dalam bahasa yang halus, “Jodohku, Aku Maunya Dirimu!”

Sebuah hikmah bagi kita semua, Allah SWT rahasiakan jodoh seseorang. Bayangin saja kalau sudah sejak kecil tahu jodoh kita. Kalau rupawan, bahagialah perasaan. Kalau kurang rupawan? Allah SWT disalah-salahkan. Renungkan saja coba, kalau sudah tahu jodoh kita sedari dini. Dia yang ingusan juga malas mandi. Pastinya merasa tidak beruntung mendapati calon yang demikian. Untungnya, manusia tidak diberi tahu siapa jodohnya sehingga pada berlomba-lomba menjadi yang terbaik. Allah SWT menyemangati setiap orang bahwa laki-laki baik hanya untuk wanita baik dan sebaliknya. Karena itulah, semua orang memiliki peluang mendapatkan yang terbaik dengan usaha menjadikan dirinya yang terbaik. Bagi laki-laki yang menginginkan pasangan sebagaimana Fatimah, didiklah diri sebagaiman Ali. Jika wanita menginginkan pasangan sebagaimana Muhammad SAW, didiklah diri sebagaiman Khadijah. 

Setiap orang dilahirkan ke dunia dengan jodohnya masing-masing. Allah SWT sengaja, tidak langsung menyatukan keduanya. Mereka ditempat pada keluarga yang berbeda, lingkungan yang tidak sama, dan di belahan tempat yang lain. Allah SWT ingin mendidik dan menyiapkan keduanya sebelum akhirnya dipersatukan. Mereka masing-masing belajar dulu akan arti cinta sejati yaitu penghambaan setulus-tulusnya kepada Sang Pencipta Cinta. Lanjut kemudian belajar cinta dari keluarga dimana dilahirkan dan dibesarkan. Tentunya juga cinta pada sesama melalui sahabat akrab dari keduanya. 

Perjalanan memang berliku sebagaimana kisah Adam dan Hawa yang Allah SWT turunkan ke bumi di belahan yang berbeda. Bukannya Allah SWT benci pada keduanya. Justru Allah SWT ingin mengajarkan arti cinta itu sendiri. Bagaimanapun terpisahnya mereka, akhirnya Allah SWT satukan dalam cinta dan kasih sayang-Nya. Tugas keduanya, kemudian melanggengkan kasih sayang itu kepada anak dan keturuna mereka. Adam dan Hawa bersama-sama mengajarkan hakikat cinta yaitu Cinta Sang Pencipta. Begitu seterusnya membentuk siklus yang tidak pernah putus hingga kita sekarang mengulanginya. Karena itu bukannya, “Jodohku, Maunya Dirimu” tetapi “Jodohku, Pastinya Kita akan Bersatu!”

Salam Bahagia. Salam Berkelimpahan.
Silahkan kontak untuk sharing dan mengundang jadi pembicara.
Follow di twitter @inspirasisegar dan FB Inspiring Man

Monday, May 14, 2012

Waspadai Parit Penyerang Pikiran


“Apa parasit yang paling kuat? Bakteri? Virus? Cacing usus?” tanya Cobb pada Saito dalam sebuah adegan Film Inception. 

“Bukan itu semua, tetapi sebuah ide”, kata Cobb pada Saito. 

Sebuah film menarik di tahun 2010 garapan sutradara Christopher Nolan. Berkisah tetang Cobb dkk yang memiliki keahlian ‘mencuri’ ide pada pikiran seseorang dengan ‘menembus’ alam bawah sadar. Ceritanya bertambah menarik dengan kehadiran Saito, seorang pengusaha Jepang yang memiliki saingan bisnis dari keluarga Fisher. Dia ingin agar Cobb dkk, melakukan hal lebih pada Fisher yaitu ‘mengekstrak’ ide pada pikiran Fisher agar tidak melanjutkan bisnis ayahnya. Dengan itu, Saito bisa melanggengkan bisnisnya. 

Sesuatu yang dilematis bagi Cobb yang diperankan Leonardo DiCaprio karena apa yang akan dilakukan mengingatkannya pada si isteri yang telah lama meninggal. Kematian isterinya masih menyisakan perasaan bersalah, bahkan dia juga menghadapi tuduhan bahwa Cobb penyebab bunuh diri si isteri. Penyebabnya tidak lain karena seringnya si isteri diajak menyelami bawah sadar sampai-sampai isterinya Cobb justru menganggap ‘mimpinya’ sebagai realitas. Itu juga karena Cobb ‘menanamkan’ ide pada isterinya bahwa dengan ‘lari’ ke dalam dunia bawah sadar, dia tidak akan merasakan sakit sebagaimana dunia realitas. ide yang diamini si isteri sehingga memilih untuk ‘lari’ dari kenyataan dan memutuskan bunuh diri untuk membuktikan ide yang diyakininya.

Bagaimana kisah Cobb dkk? Bagaimana pula dengan Saito? Temukan jawabannya dengan menonton filmnya langsung. Dalam kesempatan kali ini, saya fokuskan untuk mengupas tentang ‘Kekuatan Ide’ bukan membahas tentang film. 

Setiap orang lahir dengan keadaan fitrahnya. Potensi luar biasa yang dikarunikan Allah SWT sebagai konsekuensi tugas mulia yaitu hamba sekaligus pemimpin yang diamanahi bumi ini. Dalam bahasa motivasi bisa dikatakan bahwa setiap orang lahir dengan kesuksesannya masing-masing, tugas manusialah menemukan kesuksesan tersebut. Jika memang kenyataannya ada sebagian orang yang dilahirkan dalam lingkungan biasa-biasa, Allah SWT menegaskan bahwa apa yang dialaminya bisa untuk diubah. Segala kenyataan latar belakang tidak menjadikan ketiadaan kesempatan seseorang untuk mencapai kesuksesan yang diinginkan. Syaratnya, manusia sendiri harus mengusahakan untuk mengubah nasibnya karena Allah SWT tidak akan mengubah nasib suatu kaum sebelum kaum tersebut mengubah nasibnya sendiri. 

Janji Allah SWT yang pastinya terwujud menjadi kenyataan bagi siapa saja yang meyakininya. Sayangnya, bukan janji Allah SWT yang seseorang dapati pertama kalinya tetapi ucapan-ucapan manusia yang tidak lepas dari latar belakangnya masing-masing. Mereka yang besar di lingkungan miskin, sering mendapat wejangan untuk hidup apa adanya, tidak perlu bermimpi tinggi, bahkan dikatakan kalau penyebab kejahatan adalah uang. Ide yang coba ‘diekstrak’ ke dalam pikiran para kaum papa. Akibatnya, bukannya mental keras berusaha yang muncul tetapi mental ketergantungan, menyalahkan keadaan, dan mental orang-orang kalah yang berkembang. Berapa banyak ide yang melemahkan semangat ‘diekstrak’ oleh lingkungan? Lebih parah lagi jika ide tidak konstruktif dari lingkungan diamini dan ditularkan turun temurun.

Apakah yang akan terjadi jika seorang anak dikatakan bodoh oleh gurunya? Dikatakan bandel oleh orangtuanya? Dikatakan nakal oleh temen-temennya? Ide yang bisa menjadi ‘parasit’ dalam pikiran si anak sehingga dia meyakini bahwa dirinya orang yang tidak mampu, tidak berguna, selalu salah. Karena si anak merasa tidak ada yang percaya kalau dirinya baik, pintar, berpotensi maka berbuatlah dia sebagaimana apa yang dikatakan orang-orang. Dia yang enggan tidak mau belajar, suka membuat ulah, dan mengembangkan perilaku-perilaku kenakalan lainnya. Cermatlah memilih kata-kata karena itu akan menjadi ide dan ide jika menyebar cepat dan jika sudah berkembang akan bertahan lama. 

Dampak dari ‘ide’ yang ‘diekstrakkan’ tidak hanya berdampak bagi individu tetapi juga sebuah komunitas bahkan Negara. Lihat saja negeri ini yang luas lautnya melebihi daratan tetapi penjajah mewarisi ide bahwa Indoensia adalah Negara agraris (pertanian). Dampaknya, sekian puluh tahun merdeka baru decade terakhir ada kementerian kelautan. Sejarah mencatat armada laut hebat imperium yang tersebar di jazirah negeri ini. Penjajah mencoba untuk menghilangkan memori itu. Jadilah negeri ini, diinjak-injak kedaulatan lautnya. Pencurian ikan, kasus yang sudah lama menjadi berita. 

Belum lagi dikatakan bahwa Indonesia dijajah Belanda 250 tahun (2,5 abad). Apa ide yang coba untuk ‘diekstrak’ pada generasi negeri ini? Tidak lain adalah keyakinan bahwa negeri ini hanyalah orang-orang lemah, pinggiran, bekas jajahan, bodoh, dan tertinggal. Payahnya lagi, itu yang ditulis dalam buku-buku sejarah dan diajarkan di seluruh sekolah. Bukankah yang lebih tepat adalah bahwa negeri ini melakukan perjuangan heroik lebih dari 2,5 abad? Tiada pernah berhenti. Tiada pernah mengatakan kalah. Penjajah dibuatnya menyerah. Jika hal demikian yang diajarkan, tentunya gambaran tentang negeri ini adalah negeri dengan berlimpah pahlawan, perjuangan kemenangan, dan kesatria hebat. Sayangnya bukan itu yang ‘di-inception-kan’ pada penduduk negeri itu.

“Ide bersifat kuat dan cepat menyebar, saat semua ide telah tertanam di otak, hampir tak mungkin menghapusnya, dan ide itu terbentuk utuh, dapat dimengerti, dan melekat di otak”, itulah tegas Cobb untuk meyakinkan Saito. Apakah yang ada di pikiran anda selama ini? Barangkali itulah penyebabnya ada sebagaimana sekarang. Jika anda sudah baik, sepertinya tidak menjadi masalah. Bagaimana kalau belum menjadi orang hebat? Periksalah ide yang menjadi parasit di kepala anda.

Salam Bahagia. Salam Berkelimpahan.
Silahkan kontak untuk sharing dan mengundang jadi pembicara.
Follow di twitter @inspirasisegar dan FB Inspiring Man

Tuesday, May 8, 2012

Berjodoh Dalam Doa

MELAYANI PERMINTAAN untuk acara TRAINING PENGEMBANGAN DIRI, motivasi, BEDAH BUKU, & seminar. Hub.085 737 578 678 (Pimen)
“Tertundanya pemberian setelah engkau mengulang-ulangi permintaan, janganlah membuatmu berpatah harapan”, demikian pesan ulama besar Ibnu ‘Athaillah. Senang sekali mengaji dengan beliau. Kalimat-kalimatnya sederhana tetapi mendalam sekali maknanya. 

“Allah SWT menjamin pengabulan doa sesuai dengan apa yang Dia pilih buatmu, bukan menurut apa yang engkau pilih sendiri”, lanjut beliau. Semakin menyejukkan dan menyenangkan. Pertemuan dengan majelis Ibnu ‘Athaillah yang dibantu ustadz Imam Sibawaih El Hansany itu rasanya ingin saya ulangi dan terus ulangi. 

“Dia mengabulkan pada saat yang Dia kehendaki bukan pada waktu yang engkau ingini”, begitulah akhir pesan beliau. 

Pahamlah saya bahwa sesungguhnya semua doa itu Dikabulkan Allah SWT. Hanya perihal bentuk dan waktu pengabulannya yang bervariasi. Dia yang paling tahu kebutuhan manusia karena itu, Dia berikan apa yang manusia butuhkan bukan apa yang manusia inginkan. Bisa jadi apa yang manusia terima berbeda dengan apa yang manusia minta. Allah SWT ganti apa yang manusia minta dengan yang tepat sesuai kebutuhan manusia. Dia Maha Tahu kapan manusia benar-benar membutuhkan karena itulah, Dia kabulkan sesuai dengan waktu yang Dia kehendaki bukan waktu yang manusia ingini. Bisa jadi apa yang manusia terima sekarang adalah pengabulan doa di masa yang lalu. Sangat mungkin doa yang manusia panjatkan sekarang, Allah SWT kabulkan di masa depan. Biarlah Allah SWT berikan pada waktu yang tepat.

Tentunya ingat dengan analogi seorang anak yang sedang pilek lalu minta dibelikan es sama ibunya. Sebagai ibu yang baik, dia tentunya paham betul dengan kondisi berusaha memenuhi permintaan anaknya. Ibu yang bijak setidaknya memiliki tiga alternatif menjawab permintaan si anak. Pertama, si ibu yang memahami bahwa si anak sudah cukup sehat dan tidak masalah jika minum es maka dibelikanlah es. Kedua, si ibu memahai bahwa anaknya masih anak bermasalah jika minum es maka si ibu memberikan alternative minuman lain yang menyehatkan (susu, jahe dst). Bisa juga dengan alternatif ketiga, dia penuhi permintaan si anak tetapi waktunya tidaklah seketika itu yaitu nanti kalau sudah sembuh. Begitulah gambaran memudahkan kepemahaman kita, perihal apa yang kita mohonkan dan bentuk pengabulan. 

Jika memang semua doa dikabulkan lalu apa buktinya? Sampai sekarang belum juga saya mendapatkan. Jawabannya adalah bisa jadi dikabulkan dalam bentuk yang lain dan bisa pula ditunda waktunya sampai waktu yang tepat. Perihal waktu, hanya Allah SWT yang tahu. Latihan untuk merenungkan apa-apa yang didapatkan dalam kehidupan menjadi kunci untuk melatih kepekaan. Menyeimbangkan antara meminta dengan berterima kasih atas apa-apa yang diterima. 

Berterima kasih sudah bahkan banyak juga berbagi pada banyak orang sebagai wujud terima kasih. Sepertinya memang belum juga dikabulkan, bagaimana kalau demikian? Sebuah diskusi menarik yang selayaknya memunculkan banyak pencerhan. Walau demikian, ada satu hal yang terkadang luput diperhatikan saat berdoa yaitu memahami isi doa. Hal tersebut terkait dengan apa yang diucapkan dengan suara batin yang menginginkan. 

Beberapa hal menarik berikut bisa dijadikan pelajaran. 

Pertama, seorang mahasiswa yang mendaptkan IPK 3,05 (tiga koma nol lima atau tiga koma lima). Suatu ketika saya tanya apakah yang dia dapatkan sesuai doa yang dipanjatkan. Ada dua orang dan mereka mengatakan bahwa IPK yang didapatkan tidak sesuai dengan yang selama ini dia mohonkan. Lalu saya tanya sebenarnya berapa yang mereka inginkan. Mereka menjawab, “Tiga koma lima”. Saya katakan, “Bukankah itu sudah sesuai dengan yang kalian dapatkan”. Mereka masih belum paham dan mengatakan bahwa yang mereka maksudkan adalah 3,50 bukan 3,05. Lalu saya katakan kepada kepada mereka, “Manakah tiga koma lima apakah 3,05 atau 3,50?” Ternyata masih kukuh kalau “tiga koma lima itu 3,50”. Sahabat semua, jika 3,12 kita katakan tiga koma dua belas maka 3,49 dikatakan tiga koma empat sembilan. 

Bukankah tiga koma lima itu berarti 3,05 dan jika menginginkan 3,50 maka menyebutnya paling tepat adalah tiga koma lima puluh? Jadi, perlulah kiranya memahami betul apa yang diminta. Kehendak hati dengan apa yang diucapkan. 

Kedua, berapa banyak seseorang menikah dengan tetangga satu daerah? Ada juga satu organisasi? Teman kuliah? Satu kantor? Kalau sudah jodoh memang tidak bisa ditolak. Permasalahan muncul saat mencari atau menentukan pasangan hidup tepatnya bagi mereka yang sudah lama dalam pencarian dan mengeluhkan belum bertemu dengan jodoh yang tepat. Menjadi lebih bermasalah lagi jika menyalahkan Allah SWT, lebih-lebih berputus asa. Keluhan tidak cocoklah. Inginnya bukan satu daerah. Belum menemukan yang cocok. Banyak lagi kalau dipaparkan.

Hal mendasar bisa dirunut dari doa yang selama ini dipanjatkan. Ada orang-orang yang berdoa, “Ya Allah, dekatkanlah jodohku; Ya Rabb, pertemukanlah dengan jodohku”. Mungkin masih banyak lagi bentuk permohonannya. Mari cermati satu per satu. Benarkah doa yang dipanjatkan tersebut belum terkabulkan? Mungkinkah jika sebenarnya Allah SWT sudah mempertemukan dengan orang yang cocok tetapi dianya yang berdoa yang tidak peka? Karena ketidakpekaan tersebut, dia tidak mendapati seseorang yang dipertemukan dengannya. Jika memang memohon untuk didekatkan jodohnya, mengapa menolah jika dipasangkan dengan orang satu daerah? Bukankah itu sudah didekatkan (dekat jaraknya)? Jika mendapatkan pasangan satu organisasi, satu aktifitas, satu kantor pastinya doa yang dipanjatkan adalah memohon agar didekatkan. Itulah pengabulan didekatkan jodohnya. 

Lebih bijak memang memahami apa yang pinta, menyelaraskan dengan suara hati, dan mengucapkan doa sesuai dengannya. Jangan cukup hanya dipertemukan atau didekatkan, tambahi dipahamkan, diberikan tandanya, disatukan, dilanggengkan dst. 

“Istirahatkan dirimu dari ikut mengatur urusanmu, sebab apa yang telah diurus untukmu oleh selainmu tak perlu lagi kau turut mengurusnya”, pesan penutup Ibnu ‘Athaillah yang tidak kalah inspiratifnya. Pasrahkan total segala amal. Senantiasa berprasangka baik pada Allah SWT. Good luck!

Salam Bahagia. Salam Berkelimpahan.
Silahkan kontak untuk sharing dan mengundang jadi pembicara.
Follow di twitter @inspirasisegar dan FB Inspiring Man