“Jodoh”, banyak
orang meyakininya sebagai rahasia kehidupan. Tidak seorangpun yang tahu siapa
yang akan menjadi jodohnya sampai Allah SWT menyatukan dalam pelaminan dan
melanggengkan dalam rumah tangga kehidupan. Karena rahasia itulah, sebagian
orang merasa penasaran lalu menjalin hubungan yang dinamakan ‘pacaran’. Ikatan yang alasannya untuk
saling mengenal dan memahami lebih dalam sebelum nantinya benar-benar
memutuskan meneruskan ke pelaminan. Padahal, ikatan tersebut bukanlah jaminan
kebahagiaan. Berapa banyak mereka yang dikiranya melanjutkan berumah tangga,
justru putus dan menyisakan luka? Berapa banyak mereka yang terperosok dalam
kemaksiatan, padahal alasan awalnya hanya ingin mengenal lebih dalam? Alangkah
lebih baik jika menjaga hati, menyiapkan diri, dan percaya Allah SWT sudah
menyiapkan semuanya.
Orangtua sering mewanti-wanti anaknya untuk pandai menjaga diri. Lebih-lebih zaman seperti sekarang, pergaulan semakin bebas, teknologi semakin canggih, dan norma yang semakin terabaikan. Jika diri seseorang ibaratkan ‘buah mangga’, maka alangkah bahagianya mendapati buah mangga yang masih utuh, bersih, dan masak di pohonnya. Pasti mahal harganya, manis rasanya, dan senang orang yang mendapatkannya. Lain jika mangga itu sering di pegang-pegang bahkan hampir setiap orang memegangnya. Berapa banyak bakteri dan penyakit yang menempel? Tambah parah lagi jika banyak orang memencetnya untuk mengetahui sudah matang atau belum. Mungkin malah ada yang mencuil sedikit untuk merasakannya. Bisa dipastikan buah itu tidak akan enak dimakan, bisa jadi layu sebelum berkembang. Begitulah wejangan orangtua terkait keharusan pandai-pandai menjaga diri.
Tidak mudah memang, karena nyatanya banyak
muncul orang-orang galau juga alay. Dibilang
kuno jika menikah tanpa pacaran. Sebagian juga menganggap sudah ketuaan jika
tahun ketiga kuliah belum dapat gebetan. Munculah doa paksaan pada Allah SWT, “Ya Allah SWT, jika dia jodohku dekatkanlah”.
Sekian waktu berlalu ternyata tidak
dekat-dekat. Kalau doa sebelumnya berakhiran tanda titik, kali ini berakhiran
tanda seru, “Ya Allah SWT, jika dia bukan
jodohku, dekatkanlah!”
Lama ditunggu ternyata belum dekat juga,
maksa akhirnya yang dilakukan, “Ya Allah
SWT, jika dia memang bukan jodoh, jangan jadikan jodohnya dengan siapapun!”
Dalam bahasa yang halus, “Jodohku, Aku
Maunya Dirimu!”
Sebuah hikmah bagi kita semua, Allah SWT rahasiakan jodoh seseorang. Bayangin saja kalau sudah sejak kecil tahu jodoh kita. Kalau rupawan, bahagialah perasaan. Kalau kurang rupawan? Allah SWT disalah-salahkan. Renungkan saja coba, kalau sudah tahu jodoh kita sedari dini. Dia yang ingusan juga malas mandi. Pastinya merasa tidak beruntung mendapati calon yang demikian. Untungnya, manusia tidak diberi tahu siapa jodohnya sehingga pada berlomba-lomba menjadi yang terbaik. Allah SWT menyemangati setiap orang bahwa laki-laki baik hanya untuk wanita baik dan sebaliknya. Karena itulah, semua orang memiliki peluang mendapatkan yang terbaik dengan usaha menjadikan dirinya yang terbaik. Bagi laki-laki yang menginginkan pasangan sebagaimana Fatimah, didiklah diri sebagaiman Ali. Jika wanita menginginkan pasangan sebagaimana Muhammad SAW, didiklah diri sebagaiman Khadijah.
Setiap orang dilahirkan ke dunia dengan
jodohnya masing-masing. Allah SWT sengaja, tidak langsung menyatukan keduanya.
Mereka ditempat pada keluarga yang berbeda, lingkungan yang tidak sama, dan di
belahan tempat yang lain. Allah SWT ingin mendidik dan menyiapkan keduanya
sebelum akhirnya dipersatukan. Mereka masing-masing belajar dulu akan arti
cinta sejati yaitu penghambaan setulus-tulusnya kepada Sang Pencipta Cinta.
Lanjut kemudian belajar cinta dari keluarga dimana dilahirkan dan dibesarkan.
Tentunya juga cinta pada sesama melalui sahabat akrab dari keduanya.
Perjalanan memang berliku sebagaimana kisah Adam dan Hawa yang Allah SWT turunkan ke bumi di belahan yang berbeda. Bukannya Allah SWT benci pada keduanya. Justru Allah SWT ingin mengajarkan arti cinta itu sendiri. Bagaimanapun terpisahnya mereka, akhirnya Allah SWT satukan dalam cinta dan kasih sayang-Nya. Tugas keduanya, kemudian melanggengkan kasih sayang itu kepada anak dan keturuna mereka. Adam dan Hawa bersama-sama mengajarkan hakikat cinta yaitu Cinta Sang Pencipta. Begitu seterusnya membentuk siklus yang tidak pernah putus hingga kita sekarang mengulanginya. Karena itu bukannya, “Jodohku, Maunya Dirimu” tetapi “Jodohku, Pastinya Kita akan Bersatu!”
Salam
Bahagia. Salam Berkelimpahan.
Silahkan
kontak untuk sharing dan mengundang jadi pembicara.
Follow
di
twitter @inspirasisegar dan FB Inspiring Man
salam gan ...
ReplyDeletemenghadiahkan Pujian kepada orang di sekitar adalah awal investasi Kebahagiaan Anda...
di tunggu kunjungan balik.nya gan !
Betul sekali bang. Selamat berkarya.
ReplyDelete