Seorang
laki-laki duduk terdiam di bawah pohon beringin. Perlahan, dia merebahkan
badannya. Udara siang yang panas dan semilirnya angin membuatnya terasa begitu
nyaman. Pandangan matanya menerawang ke atas menerobos rimbunnya dedaunan. Tersentaklah
kemudian.
“Tuhan tidak adil”, begitu ucapnya.
Dilihat
buah beringin yang kecil-kecil padahal pohon beringin besar-besar. Benar-benar
tidak adil karena ada pohon yang kecil tetapi buahnya besar. Tanaman melon
pohonya kecil, buahnya besar, adilkah? Kalau buah semangka yang sebesar kepala
tetapi pohonnya hanya sebesar kelingking, apa itu adil?
“Ah, Tuhan benar-benar
tidak adil”, gerutunya.
Ternyata ada buah beringin masak yang jatuh tepat di hidung lelaki itu. Seketika dia memohon ampun, berulang kali sembari bersyukur.
“Untungnya buah beringin kecil sehingga hidung saya selamat”, ucapnya.
“Coba kalau buah pohon beringin sebesar buah semangka, bukan hanya hidung tetapi kepala saya bisa benjut kejatuhan buahnya”, sesal, geli, dan syukur bercampur.
“Sekarang saya baru tahu dan yakin bahwa Tuhan itu adil dan benar-benar adil”, dengan yakin dia berkata.
Pariman SIregar
Clinical Psychology of Gadjah Mada University
0 komentar:
Post a Comment