Dia sungguh pemalu, saat bidadari yang lain bercengkrama, dia justru menyendiri. Kulitnya hitam manis, dahinya tinggi, bagian atas matanya berwarna merah, dan bagian bawah matanya berwarna biru. Sifatnya yang pemalu berpadukan dengan taman-taman surga yang indah dan kecantikan para bidadari surga semakin membuat dia spesial. Sudah pasti dia untuk orang yang spesial pula. Siapakah bidadari itu sebenarnya? Dan siapakah yang sedang dia tunggu?
Bagian kali ini bukan maksud saya membicarakan tentang wanita terutama calon pasangan. Bagaimana memilih pasangan (cinta) sudah pernah saya sampaikan secara filosofis dalam tulisan sebelumnya, ”Cinta Sejati, Sejatinya Cinta!?” Saya termasuk orang yang memilih untuk tidak berpacaran sebelum pernikahan. Saya mempunyai alasan tersendiri tentang pilihan tadi. Mereka yang memilih untuk berpacaran pastinya juga memiliki alasan, saya menghormati itu. Dengan demikian, saya tidak ingin memperdebatkan perihal pacaran. Biarlah senior saya yang membuktikan, dengan studinya tentang perbandingan tingkat kualitas pernikahan, antara yang menikah didahului pacaran dengan pernikahan melalui perjodohan (ta’aruf). Sudah tentu kita sepakat bahwa cita-cita yang baik sudah seharusnya dibarengi dengan niat baik dan cara yang terbaik agar hasilnya terbaik pula.
Kembali kepada bidadari yang pemalu tadi. Ketika itu, Rasulullah SAW diajak berkeliling ke taman surga. Beliau merasa keheranan ketika melihat bidadari yang tampak pemalu, menyendiri saat bidadari yang lain bercengkrama. Bertanyalah beliau kepada Jibril yang menjadi guide perjalanan Mi’raj ketika itu, “Wahai Jibril, bidadari siapakah itu?” Jibril kemudian menjelaskan bahwa bidadari yang pemalu tersebut diperuntukkan untuk Umar bin Khaththab. Pesanan Umar, kira-kira begitu.
Jibril menceritakan bahwa suatu hari, Umar membayangkan tentang surga yang Rasulullah ceritakan. Terbersit dalam hati Umar bahwa dia ingin sekali seorang bidadari yang lain daripada yang lain. Bidadari yang dimaksudkan Umar adalah bidadari yang berkulit hitam manis, dahinya tinggi, bagian atas matanya berwarna merah, dan bagian bawah matanya berwarna biru. Tidak hanya sifat fisik yang digambarkan tetapi juga kepribadian si bidadari yaitu memiliki sifat sangat pemalu. “Karena sahabatmu itu selalu memenuhi kehendak Allah SWT, maka seketika itu pula, Allah SWT menjadikan seorang bidadari untuknya sesuai dengan apa yang dikehendaki hatinya,” begitu tutur Jibril pada Rasulullah SAW
Saya jadi ingat pengalaman dari seorang guru, beliau mengakui selama ini sepertinya kurang detail dalam menggambarkan tujuan. “Dapet mobil sih tetapi mobilnya jelek (tidak sebagus yang diinginkan),” begitu kira-kira kata beliau. Beliau termasuk guru yang baik dan banyak berbagi pengalaman dengan para muridnya. Suatu kali kami berdiskusi tentang pentingnya visualisasi, kejelasan impian. Beliau kemudian mengakui boleh jadi selama ini visualisasi yang beliau lakukan kurang lengkap. Sempat setelah beliau berumahtangga, bercita-cita suatu hari akan memiliki mobil. Kenyataannya sekarang memang sudah memiliki mobil tetapi sederhana sekali. Keadaanya sungguh berbeda dengan sahabat beliau satu kampus dulu yang juga sama-sama memiliki impian. Dia memiliki mobil sesuai gambaran detail yang diimpikan bahkan jumlahnya delapan.
Kejelasan impian nampaknya menentukan keberhasilan. Ada sebuah penelitian di Yale University tahun 1953 tentang kejelasan cita-cita hubungannya dengan kesuksesan di masa depan. Sejumlah mahasiswa tingkat akhir disurvei waktu itu. Dari survei yang dilakukan diketahui bahwa hanya sekitar 3% mahasiswa yang memiliki cita-cita yang jelas, mencatatnya, dan menggambarkan dalam rencana-rencana. Setelah kira-kira 20 tahun, dilihatlah kondisi keuangan dan sosial kemasyarakatan para subyek penelitian. Ternyata, mereka yang memiliki cita-cita yang jelas, tertulis, dan diikuti perencanaan-perencanaan jauh lebih berhasil daripada 97% mahasiswa yang lain. Kejelasan cita-cita, dituliskan, dan diikuti perencanaan-perencanaan menjadi kunci keberhasilan.
Tuhan tidak pernah salah dalam memberikan segala sesuatu kepada hamba-Nya. Jika pun seseorang menerima sesuatu tetapi tidak sesuai keinginan maka alangkah lebih bijak menengok ke dalam. Bisa jadi karena cita-cita belum jelas dan niat hati belum ikhlas. ”Tengoklah ke dalam sebelum bicara, singkirkan debu yang masih melekat,” begitulah bait lagunya Ebit. Kebersihan hati menentukan kemampuan visualisasi mimpi. Penyerahan diri total menentukan cita-cita berhasil atau gagal. Belajar dari kisah Umar, nyatanya Allah mengabulkan seketika itu juga bersitan hati Umar. Bidadari pemalu persis sebagaimana yang dia maksudkan. “Karena sahabatmu itu selalu memenuhi kehendak Allah SWT, maka seketika itu pula, Allah SWT menjadikan seorang bidadari untuknya sesuai dengan apa yang dikehendaki hatinya.”
Nah, mulai sekarang sudah saatnya punya kejelasan impian. Detailkan seakan benar-benar sudah menjadi kenyataan. Seperti para para sahabat yang berkobar semangat setelah membayangkan keindahan surga ditengah berkecamuknya perang. Bau harum surga sudah diciumnya, bidadari bermata jeli sudah melambaikan tangan menanti, dan nyata mereka meraih semua mimpi tadi. Buktinya, tubuh mereka berbau harum kasturi. Mulai sekarang merapatkan segala tujuan untuk penghambaan kepada Tuhan, Allah SWT.
Spiritual Inspirator: Pariman Siregar
jadibijak@yahoo.com
0 komentar:
Post a Comment