By P-Man, Undip
“Semoga Allah memberkahi bagimu dalam keluarga dan hartamu. Lebih baik tunjukkan saja mana pasar kalian?” begitulah jawab Abdurrahman bin Auf. Saudara barunya Sa’ad bin Rabi’ Al Anshari ketika itu menawarkan kepada Abdurrahman, “Sesungguhnya aku adalah orang yang paling banyak hartanya di kalangan Anshar. Ambillah separuh hartaku itu menjadi dua. Aku mempunyai istri. Maka lihatlah mana yang engakau pilih agar aku bisa menceraikannya. Jika masa iddahnya sudah habis, maka kawinilah ia!” Mereka berdua dipersaudarakan oleh Rasulullah pada peristiwa hijrahnya kaum muslimin ke Madinah.
Abdurrahman bin Auf sendiri adalah seorang saudagar yang lihai dalam mengelola bisnisnya. Bayangkan saja, kira-kira sebagai orang yang “terusir” dari negeri asalnya praktis tidak banyak barang yang bisa di bawa, sekedar bekal barang kali. Trust, kunci utama yang dimiliki sebagai seorang bisnisnya. Benar saja, setelah ditunjukkan sebuah pasar di Madinah, pasar Bani Qainuqa’ tak berapa lama dia sudah mendapatkan sejumlah samin dan keju.
Pahi-pagi dia sudah berangkat ke pasar untuk berdagang. Suatu hari kemudian datanglah dia dengan wajah yang pucat menampakkan kelelahan hingga Rasulullah pun bertanya padanya, “Bagaimana keadaanmu?” Terang saja bagaimana jawab Abdurrahman, “Aku sudah menikah.” Ternyata dia sudah menikah dengan mas kawin beberapa keping emas.
Dia tidak menjadikan keterbatasan modal sebagaimana orang-orang sekarang jika ditanya, “Kenapa hidup menganggur, tidak membuka usaha atau berbisnis?” Mereka mengatakan, “Tidak ada modal, mas.” Kredibilatas diri berupa kejujuran dan terutama keyakinan terhadap Allah yang dijadikan modal utama. Sebagaimana burung yang berangkat pagi-pagi dalam keadaan lapar untuk mencari makan. Di sore hari, burung itu sudah pulang dalam keadaan kenyang. Sebagaimana disampaikan dalam sebuah hadits; “Dari Umar r.a berkata, Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Sekiranya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal, niscaya Allah memberimu rezeki sebagaimana yang diberiakn-Nya kepada burung-burung berangkat pagi-pagi dalam keadaan lapar dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang.” (H.R. Tirmidzi)
Jika Kiyosaki menulis buku-buku kecerdasan finansial dan dia mencapai kebebasan finansial dalam usia 47 tahun maka Abdurrahman bin Auf lebih dari itu. “Seandainya saya mengangkat batu dari tempatnya niscaya saya akan menemukan harta di bawahnya,” demikian ungkap Abdurrahman. Dia lebih dari praktisi kecerdasan finansial tetapi dia adalah spiritual marketer. Motivasi dan cara-cara dalam menjalankan bisnisnya sebagai cerminan dari keyakinan dalam dirinya.
Suatu ketika seorang sahabat menanyakan bagaimana dia bisa begitu sukses dalam menjalankan bisnisnya. Abdurrahman bin Auf menyampaikan rahasia dalam bisnisnya, “Karena saya tidak pernah menjual barang yang cacat dan saya tidak menghendaki keuntungan yang banyak, dan Allah akan memberkahi kepada orang yang dikehendaki.” Luar biasa prinsip bisnis yang digunakan Abdurrahman bin Auf. Saya sendiri pernah meprkatekkan saat pertama sekali masuk kuliah dengan berdagang buku. Saya tidak mematok harga ketika itu. Katakanlah harga dari penjual untuk 1 buku Rp. 20.000,00 dan biaya transpor kira-kira Rp. 5.000,00. Saya katakan apa adanya, saya katakan pada teman-teman yang menjadi customer saya ketika itu, “Terserah pada temen-temen mau memberi keuntungan berapa pada saya.” Dan ternyata di luar perkiraan, dalam waktu hanya 3 hari saya mengantongi uang sampai 1,5 juta.
Jika akhir-akhir ini perusahaan-perusahaan besar mengalakkan program Customer Social Responsibillity (CSR). Program yang perusahaan sebagai wujud kepedulian terhadap masyarakat karena masyarakat sudah banyak memberikan keuntungan bagi perusahaan dengan menjadi customer. Olehkarena itu, sudah seharusnya perusahaan memberikan kepedualian, menyisihkan keuntungan diperuntukkan bagi masyarakat; beasiswa, desa binaan dsb. Pada dasarnya juga akan balik lagi keuntungannya pada perusahaan. Namun, semangatnya Abdurrahman bin Auf tidak untuk duniawi. Dia pernah menyerahkan separuh dari hartanya sebanyak lima ratus dinar ditambah lagi lima ratus kendaraan di jalan Allah.
Suatu kali Abdurrahman mendengar kabar tentang dirinya di akhirat nanti dari Rasulullah melalui Aisyah, “Ingatlah! Saya pernah mendengar pernah mendengar Rasullah SAW bersabda; Saya melihat Abdurrahman bin Auf masuk syurga dengan merangkak.” Setelah mendapat keterangan dari Aisyah maka Abdurrahman bin Auf menyedekahkan tujuh ratus unta beserta seluruh apa yang ada di unta itu. “Seseungguhnya saya menyaksikan kepadamu bahwa tujuh ratus kendaraan unta beserta seluruh pelananya adalah sedekah di jalan Allah,” begitulah Abdurrahman bin Auf menanggapi kabar yang didapatkannya. Luar biasa jasa dia sehingga pantaslah Usman bin Affan sendiri yang mensholati jenazahnya.
“Semoga Allah memberkahi bagimu dalam keluarga dan hartamu. Lebih baik tunjukkan saja mana pasar kalian?” begitulah jawab Abdurrahman bin Auf. Saudara barunya Sa’ad bin Rabi’ Al Anshari ketika itu menawarkan kepada Abdurrahman, “Sesungguhnya aku adalah orang yang paling banyak hartanya di kalangan Anshar. Ambillah separuh hartaku itu menjadi dua. Aku mempunyai istri. Maka lihatlah mana yang engakau pilih agar aku bisa menceraikannya. Jika masa iddahnya sudah habis, maka kawinilah ia!” Mereka berdua dipersaudarakan oleh Rasulullah pada peristiwa hijrahnya kaum muslimin ke Madinah.
Abdurrahman bin Auf sendiri adalah seorang saudagar yang lihai dalam mengelola bisnisnya. Bayangkan saja, kira-kira sebagai orang yang “terusir” dari negeri asalnya praktis tidak banyak barang yang bisa di bawa, sekedar bekal barang kali. Trust, kunci utama yang dimiliki sebagai seorang bisnisnya. Benar saja, setelah ditunjukkan sebuah pasar di Madinah, pasar Bani Qainuqa’ tak berapa lama dia sudah mendapatkan sejumlah samin dan keju.
Pahi-pagi dia sudah berangkat ke pasar untuk berdagang. Suatu hari kemudian datanglah dia dengan wajah yang pucat menampakkan kelelahan hingga Rasulullah pun bertanya padanya, “Bagaimana keadaanmu?” Terang saja bagaimana jawab Abdurrahman, “Aku sudah menikah.” Ternyata dia sudah menikah dengan mas kawin beberapa keping emas.
Dia tidak menjadikan keterbatasan modal sebagaimana orang-orang sekarang jika ditanya, “Kenapa hidup menganggur, tidak membuka usaha atau berbisnis?” Mereka mengatakan, “Tidak ada modal, mas.” Kredibilatas diri berupa kejujuran dan terutama keyakinan terhadap Allah yang dijadikan modal utama. Sebagaimana burung yang berangkat pagi-pagi dalam keadaan lapar untuk mencari makan. Di sore hari, burung itu sudah pulang dalam keadaan kenyang. Sebagaimana disampaikan dalam sebuah hadits; “Dari Umar r.a berkata, Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Sekiranya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal, niscaya Allah memberimu rezeki sebagaimana yang diberiakn-Nya kepada burung-burung berangkat pagi-pagi dalam keadaan lapar dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang.” (H.R. Tirmidzi)
Jika Kiyosaki menulis buku-buku kecerdasan finansial dan dia mencapai kebebasan finansial dalam usia 47 tahun maka Abdurrahman bin Auf lebih dari itu. “Seandainya saya mengangkat batu dari tempatnya niscaya saya akan menemukan harta di bawahnya,” demikian ungkap Abdurrahman. Dia lebih dari praktisi kecerdasan finansial tetapi dia adalah spiritual marketer. Motivasi dan cara-cara dalam menjalankan bisnisnya sebagai cerminan dari keyakinan dalam dirinya.
Suatu ketika seorang sahabat menanyakan bagaimana dia bisa begitu sukses dalam menjalankan bisnisnya. Abdurrahman bin Auf menyampaikan rahasia dalam bisnisnya, “Karena saya tidak pernah menjual barang yang cacat dan saya tidak menghendaki keuntungan yang banyak, dan Allah akan memberkahi kepada orang yang dikehendaki.” Luar biasa prinsip bisnis yang digunakan Abdurrahman bin Auf. Saya sendiri pernah meprkatekkan saat pertama sekali masuk kuliah dengan berdagang buku. Saya tidak mematok harga ketika itu. Katakanlah harga dari penjual untuk 1 buku Rp. 20.000,00 dan biaya transpor kira-kira Rp. 5.000,00. Saya katakan apa adanya, saya katakan pada teman-teman yang menjadi customer saya ketika itu, “Terserah pada temen-temen mau memberi keuntungan berapa pada saya.” Dan ternyata di luar perkiraan, dalam waktu hanya 3 hari saya mengantongi uang sampai 1,5 juta.
Jika akhir-akhir ini perusahaan-perusahaan besar mengalakkan program Customer Social Responsibillity (CSR). Program yang perusahaan sebagai wujud kepedulian terhadap masyarakat karena masyarakat sudah banyak memberikan keuntungan bagi perusahaan dengan menjadi customer. Olehkarena itu, sudah seharusnya perusahaan memberikan kepedualian, menyisihkan keuntungan diperuntukkan bagi masyarakat; beasiswa, desa binaan dsb. Pada dasarnya juga akan balik lagi keuntungannya pada perusahaan. Namun, semangatnya Abdurrahman bin Auf tidak untuk duniawi. Dia pernah menyerahkan separuh dari hartanya sebanyak lima ratus dinar ditambah lagi lima ratus kendaraan di jalan Allah.
Suatu kali Abdurrahman mendengar kabar tentang dirinya di akhirat nanti dari Rasulullah melalui Aisyah, “Ingatlah! Saya pernah mendengar pernah mendengar Rasullah SAW bersabda; Saya melihat Abdurrahman bin Auf masuk syurga dengan merangkak.” Setelah mendapat keterangan dari Aisyah maka Abdurrahman bin Auf menyedekahkan tujuh ratus unta beserta seluruh apa yang ada di unta itu. “Seseungguhnya saya menyaksikan kepadamu bahwa tujuh ratus kendaraan unta beserta seluruh pelananya adalah sedekah di jalan Allah,” begitulah Abdurrahman bin Auf menanggapi kabar yang didapatkannya. Luar biasa jasa dia sehingga pantaslah Usman bin Affan sendiri yang mensholati jenazahnya.
Email: jadibijak@yahoo.com
FB: Inspiring Man
FB: Inspiring Man
0 komentar:
Post a Comment