Masih ingat tulisan sebelumnya yang terdapat ungkapan, “Cinta itu fitroh yang suci, dia akan terkotori oleh dominasi, keinginan memegang kendali, dan menguasai”?
Cinta yang terkotori hanya akan melemahkan pemiliki cinta itu sendiri. Kerenggangan, mengatasnamakan ketidakcocokan, dan terancam perpisahan. Tentulah hal demikian tidak perlu terjadi ketika masing-masing menempatkan cinta sebagai ungkapan saling berbagi dan memberi bukan meminta dan menuntut kembali.
Dipahamilah kemudian kenapa mereka yang biasa menjalani hubungan lama (dalam istilah umum disebut pacaran) akhirnya hanya berujung perpisahan. Meninggalkan kekecewaan yang menjadikan semacam trauma bagi seseorang dan berkembang menjadi kecurigaan tak beralasan dalam jalinan hubungan. Rasa cemburu berlebihan yang dilandasi kekhawatiran kehilangan. Tindakan yang kadang dimaknai terlalu mengkontrol dan membatasi kebebasan pasangan cintanya. Orang bijak mengomentari cinta yang demikian, “Membatasi berkembangnya potensi diri seseorang”.
Padahal bertemunya rasa cinta seharusnya melahirkan loncatan pencapain yang lebih dalam kehidupan. “Bukankan cinta itu adalah energi yang menggerakkan?” Mereka yang dalam hatinya bersemayam cinta mampu melakukan segalanya demi yang dicinta. Orang awan menyebut pengorbanan tetapi baginya, itu adalah wujud cinta yang dibuktikan. Sampai sekarang kita bias melihat Tajmahal, salah satu keajaiban dunia yang terlahir dari bukti cinta. Para penulis barangkali akan menuliskan nama yang dicintanya dalam halaman persembahan buku yang dia tulis. Buku yang akan menghiasi rak insan di pelosok negeri ini atau mungkin sampai lintas generasi. “Anda tidak akan memahami cinta jika anda tidak pernah mengalaminya,” begitu kata orang.
Hanya cinta yang rabbani yang akan melahirkan cinta sejati. Hanya cinta yang diikat dalam tali keimanan yang akan melahirkan sejarah sampai akhir zaman bahkan di surga akan jadi kenangan. Pernikahan, itulah jalan yang agama sediakan untuk mengumpulkan yang berserakan. Potensi genetis, intelektual, spiritual dst berkumpul untuk mewujudkan visi yang illahi. Kecemburuan dalam cinta yang demikian mendapat ganjaran.
Kecemburuan, sebuah kutub dalam sisi lain cinta. Kecemburuan merupakan hal wajar dalam kehidupan. Semua orang pastilah mengalaminya. Konsekuensi menaruh perasaan pada orang lain adalah kecemburuan. Mengetahui kalau yang dicintai mendapat perhatian orang lain bagi sebagian orang itu menyakitkan. Begitulah cemburu. Rasa cinta yang dimaknai harus memiliki menjadi pemicu kemunculan kecemburuan. Sebuah perasaan tidak nyaman jika si dia beralih perhatian.
Kewaspadaan berlebih hanya akan menimbulkan kelelahan dan ketidakproduktifan. Berfokus pada kelemahan dan pengalaman tidak menyenangkan hanya akan mengkungkung kreatifitas dan menghambat pencapaian. Kepercayaan merupakan kunci dalam keadaan yang demikian. Sebuah kepercayaan yang dilahirkan dari kejernihan jiwa atas segala pengalaman was-was dalam hubungan. Keterbebasan dari pengalaman tidak menyenangkan dan hubungan masa lalu yang menemui kebuntuan.
Dibutuhkan namanya Rekayasa Emosi. “Langit bisa saja mendung tetapi hati anda bisa tetap bergembira”. Artinya mencoba untuk menarik diri dari situasi dan menjadi pengamat keadaan yang terjadi lalu setelah detail memahami barulah menentukan reaksi. “Senantiasa ada sudut pandang lain dalam menyikapi masalah”. Murnikan logika dari emosi, begitu sederhananya. Dalam hubungan sesekali butuh jeda jarak memang akan masing-masing tidak larut dalam keadaan. Hal yang wajar sebagai kesempatan melihat peningkatan pencapaian. Tidak perlu dibawa ke ranah emosi dan asumsi yang malah menjadikan keruh keadaan. Tunggulah sebentar kemudian ketika semua jernih kembali, hubungan akan semakin dekat. Karena cinta senantiasa memberi inspirasi. Senyum dan tersenyumlah tidak ada yang perlu anda takutkan. Berbahagialah CINTA!
Pariman Siregar: Penulis Buku MASTER from minder dan Founder QMC
Terima kasih buat seseorang yang meyakinkan dan senantiasa memberikan semangat untuk tetap istiqomah dalam kehidupan ini.
Terima kasih buat seluruh pembaca MASTER from Minder, karena pembacalah semangat itu jadi semakin menyala dan membara.
Thanks for my mastermind in Quantum Motivation Center; Fifi, Yekti, Fery, dan Wahyu. Buat Idham, Prima, Rajab Ali. DR. Yeniar Indriana juga ibu Farida Hidayati S.Psi,. MSi, Pak Achmad Mujab Masykur S.Psi, Pak Bambang Suherman yang menjadi patner dalam sharing dan berbagi.
Mohon do'a untuk buku kedua juga S1nya :)